Anak-anak Muda, Ramaikan Jantra Tradisi dengan Membuat Layangan Bebean

 Anak-anak Muda, Ramaikan Jantra Tradisi dengan Membuat Layangan Bebean

Jantra Tradisi Bali, pacentokan (lomba) membuat layangan bebean serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47/Foto: ist

ANAK-ANAK muda ini memiliki bakat seni yang menonjol. Mereka menjunjung nilai kebersamaan, memupuk rasa gotong royong dan bertanggung jawab. Setiap geraknya menghasilkan karya yang sangat detail, rapi dan indah yang menggugah rasa kagum.

Itulah semangat anak-anak muda dalam mengikuti Jantra Tradisi Bali, Pacentokan (Lomba) Membuat Layangan Bebean serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 bertempat di Halaman Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Selasa 1 Juli 2025.

Lomba membuat layangan bebean ini diikuti lima kelompok, sekaa atau komunitas, didominasi dari Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Ketika, MC mengumumkan lomba dimulai, para peserta kemudian membuka berbagai alat dan segala perlengkapannya.

Mereka kemudian memasang, merakit hingga menyulam kain yang dibentuk menjadi sebuah layang-layang. Masing-masing anggota memiliki tugas yang telah disepakati sebelumnya, sehingga dalam beberapa menit mereka sudah menghasilkan sebuah layang-layang jenis bebean.

Baca Juga:  Raih Sertifikat KIK, Permainan “Megandu” Milik Desa Adat Ole

“Kami senang dan bangga mendapatkan ruang untuk mengekspresikan kemampuan di dalam membuat layang-layang,” kata salah satu perwakilan Komunitas Seni Bedu, Kota Denpasar, I Made Leo Wijana usai lomba.

Sama dengan tim lainnya, Komunitas Seni Bedu Mereka membuat layangan bebean, jenis layang-layang tradisional Bali yang berbentuk ikan. Tim ini tampak cekatan dalam membetuk guwangan, lalu menjahit kain sesuai dengan rancangan yang telag disepakati.

“Ajang ini, tak hanya memberikan kesempatan untuk menghibur diri, khususnya dalam membuat layang-layang, tetapi juga sebagai ajang pembelajaran budaya leluhur. Di sana ada pekem, simbol dan makna yang mesti diketahui dalam membuat layang-layang yang benar,” tegasnya.

Layang-layang bebean memiliki ciri khas bentuk yang menyerupai ikan, lengkap dengan kepala, badan, kaki, dan kepes atau gleber (potongan kain seperti bendera di sisi kanan dan kirinya). Layangan bebean, salah satu dari tiga jenis layangan tradisional Bali yang paling popular.

Baca Juga:  Festival ‘Jaman Baheula’ Pentaskan Wayang Kulit Tanpa Bayang-bayang

“Lomba membuat layang-layang bebean ini sangat bagus. Kami bisa ikut berpartisipasi untuk melestarikan seni dan budaya leluhur melalui ajang ini. Melalui lomba layang-layang ini, generasi muda Bali turut serta dalam mempublikasikannya,” ucap Wijan sapaan akrabnya.

Dewan Juri, I Wayan Duduk Puriraharja mengatakan, lomba membuat layang-layang kali ini ada peningkatan dari tahun sebelumnya, jika dilihat dari kreativitas. Lomba ini, berkesinambungan dari tahun sebelumnya.

“Sebelumnya, lomba membuat layangan janggan, dan tahun ini membuat layangan bebean. Mudah-mudahan tahun depan ada layangan pecukan. Kami melihat kreativitas peserta rare angon sangat antusias belajar, dan melestarikan budaya melayangan ini,” katanya.

Peserta lomba tahun ini didominasi dari Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Jika dulu, orang yang mampu membuat dan menaikan layang-layang hanya orang-orang tertetu saja, tetapi kini sudah biasa dilakukan oleh masyarakat umum, terutama anak-anak muda.

Baca Juga:  Warga Desa Adat Suwat Gelar Ritual Siyat Yeh

“Itu artinya kita sudah mendapatkan marwah dari layangan itu, dan ini sudah dilakukan secara turun temurun dan berlangsung sangat baik,” papar Wayan Duduk seraya mengatakan layangan bebean itu sumbernya dari laut.

Sedangkan Dewan Juri, I Made Ruta menyebutkan, saat ini banyak orang bermaian layangan. Namun, mereka hanya tahu bermain saja, terkadang tidak tahu persis filosofi, makna dan tujuan dari layang-layang itu.

Karena itu, dengan adanya lomba layang-layang ini secara tidak langsung orang yang terlibat sebagai peserta, harus memahami sistem konstruksi, filosofi dan makna dari layangan itu. “Inilah tujuan sebenarnya dari lomba layang-layang ini,” sebutnya.

Menariknya, dari awal lomba sampai akhir, anak-anak muda ini cukup memahami dan mendalami filosofi dari pada permainan layang-layang ini. Layangan itu, tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga ada pengetahuannya.

Baca Juga:  Komunitas Jala Kinnara Pentaskan Tari Puspa Mekar Garapan Guruh Soekarno Putra

Misalnya, bagaimana membuat ukuran-ukuran yang tepat dan sesuai, sehingga layangan itu bisa naik. “Itu pasti ada aturan ukurannya. Kalau tidak tepat, maka keseimbangan tidak akan tercapai. Sebab, secara keseluruhan layang-layang itu paling penting keseimbangannya,” ucapnya.

Di Bali, memiliki aturan dalam membuat bangunan, seperti ada istilah a nyari, a depa dan lainnya. Di dalam layangan pun ada aturannya seperti itu. Jika orang membuat layangan yang tidak bisa naik, pasti ada salah satu ukurannya yang tidak memenuhi aturannya.

“Memang tidak ditemukan aturan itu dalam lontar, tetapi layangan ini sudah menjadi tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun. Hanya saja, orang tidak tahu secara detail, kalau tidak dipelajari dengan baik,” imbuhnya.

I Made Ruta kemudian menambahkan, membuat dan bermain layang-layang itu sesungguhnya sebuah meditasi dan refreshing. Meditasi itu tujuannya adalah mencapai ketenagan lewat bermain, serta dapat mencapai kebahagiaan. Jika dihayati dan dinikmati dengan baik, permainan layang-layang ini akan dapat menciptakan kebahagiaan.

Baca Juga:  PKB XLVII Angkat Tema 'Jagat Kerthi': Ajakan Merawat Alam dan Budaya

Melihat antusias peserta, I Made Ruta kemudian berharap, lomba ini tidak hanya membuat dan memfungsikan layang-layang, tetapi juga bisa memperagakan dengan menaikannya. “Jika itu ada, maka akan sangat bagus sekali,” sebutnya. [B/sana]

Related post