Catatan PKB tahun 2025: Gelaran Diwarnai Inovasi dan Kreativitas, Menonjolkan Seni Tradisi dan Didominasi Anak-anak Muda

 Catatan PKB tahun 2025: Gelaran Diwarnai Inovasi dan Kreativitas, Menonjolkan Seni Tradisi dan Didominasi Anak-anak Muda

Pergelaran Arja/Foto: dok.tim kreatif PKB

PESTA Kesenian Bali (PKB) ke-47 ditutup malam ini, Sabtu 19 Juli 2025 di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali. Selama sebulan, hampir seluruh gelaran diwarnai inovasi dan kreativitas.

Tema “Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya” berhasil diinterpretasikan para seniman melalui karya yang sarat nilai lokal dan kearifan budaya daerah. Tema yang dibangun itu tak hanya sekedar ungkapan jargon, tetapi diaplikasikan dalam seluruh gelaran.

“Kalau masalah materi, dengan tema yang ditetapkan maka dalam PKB ke-47 ini kita bisa melihat kearipan local muncul,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha di Taman Budaya, Jumat 18 Juli 2025.

Prof. Arya Sugiartha yang didamping tim kurator Prof. Dr. I Wayan Dibia dan Prof. Dr. I Made Bandem menyatakan, dalam setiap gelaran itu hampir setiap kabupaten dan kota mengambil cerita di daerahnya, termasuk penampilan parade gong kebyar.

Baca Juga:  Tampil Satu panggung, Gong Kebyar Remaja Komunitas Seni Saptana Jagaraga dan Gong Kebyar Dewasa Batur Mahaswara Tampil Memukau

PKB ke-47 yang dibuka oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon pada Sabtu 21 Juni 2025 hingga berlangsung selama sebulan itu berjalan lancara dan sukses. Bahkan, hampir seluruh gelaran diwarnai inovasi dan kreativitas.

Tema “Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya” berhasil diinterpretasikan oleh para seniman melalui karya sarat nilai lokal dan kearifan budaya daerah. “Saya memantau persiapan yang dilakukan sejak Agustus 2024, mulai dari membuat kriteria penilaian, rapat kabupaten dan kota,” ucapnya.

Selama enam bulan sudah melakukan persiapan secara matang. “Apa yang dilakukan ini, berdasarkan evaluasi dari PKB sebelumnya. Sebut saja dalam menindaklanjuti pembangunan tribun penonton di Monumen Bajra Sandhi yang menjadi lokasi utama Peed Aya,” sebutnya.

Paling menarik yang menjadi terobosan besar tahun ini, yakni pemberian jaminan BPJS Ketenagakerjaan bagi para seniman. Untuk pertama kalinya, seluruh peserta pentas mendapatkan perlindungan asuransi kecelakaan dan kesehatan yang dibiayai penuh oleh BPD Bali.

Baca Juga:  Anak-anak Muda, Ramaikan Jantra Tradisi dengan Membuat Layangan Bebean

“Seniman yang tampil dala ajang PKB ke-47 agar tenang dan nyaman, karena ada perlindungan jika terjadi sesuatu. Ini bentuk nyata perhatian Pemerintah Provinis Bali terhadap pelaku seni,” jelas Prof. Arya Sugiartha.

Parade gong kebyar/Foto: dok.tim kreatif PKB

Kesadaran akan lingkungan bersih, juga sangat terasa. Dari sisi pengelolaan sampah, PKB 2025 mencatat kemajuan signifikan. Volume sampah di area Taman Budaya menurun drastis dari 2–3 kontainer per hari menjadi hanya satu kontainer.

Hal ini menunjukkan peningkatan kesadaran ekologis para pengunjung dan pelaku seni. Namun, sampah dari kawasan luar Taman Budaya, khususnya dari luar masih perlu ditangani lebih serius. Di dalam sudah bersih, tinggal yang di luar yang belum semua sadar,” jelasnya.

Menurutnya, antusiasme masyarakat menyaksikan pegelaran tetap tinggi. Kunjungan langsung ke lokasi mencapai 1,6 juta orang. Sementara interaksi di media sosial mengalami lonjakan tajam. Media sosial tahun ini sangat aktif yang berdampak lebih luas dari tahun sebelumnya.

Baca Juga:  Tari Sanghyang: Keindahan dalam Gerak Asing yang Sederhana

“PKB akan terus digelar setiap tahun sebagai program unggulan Pemprov Bali, maka kualitas event dan kesejahteraan seniman terus ditingkatkan. PKB tidak akan pernah absen. Justru harus terus lebih baik. Itu amanat Pak Gubernur,” tegas Prof. Arya Sugiartha.

PKB ke-47 lebih banyak menonjolkan seni-seni tradisi

Prof. Bandem mengakui, PKB tahun ini sangat sukses. Kesuksesan itu dapat dilihat dari tiga persefektif, yaitu dari pemerintah, seniman dan masyarakat. Ketiga hal tersebut yang menunjukan kalau PKB ke-47 itu berlangsung sukses.

Pertama dari pemerintah telah merencanakan PKB ini dengan cukup matang. Sejak Agustus 2024 hingga Oktober selalu rapat untuk mensosialisasikan tema kepada pengisi. Manajeman PKB ini tidak hanya di Provinsi Bali saja, tetapi juga di kabupaten dan kota sebagai pemiliknya.

“Kami selalu melakukan komuniksi, bahkan menguhubungi para seniman-seniman di kabupaten dan kota untuk menegaskan dan meyakinkan mereka tentang tema PKB ke-47 yang akan dierjemahkan ke dalam geklaran seni itu,” paparnya.

Baca Juga:  Sekaa Gong Kebyar Taruna Jaya Banjar Lambing, Legendaris dari Badung Mengulang Masa Jaya di PKB ke-47

Sebut saja dalam Peed Aya. Penampilan pawai PKB kali ini dianggap sangat bagus karena menyajikan desa adat didalamnya. Desa adat memiliki semangat besar, sehingga mungkin enam bualan sebelumnnya sudah menggarap tema-tema yang diberikan itu.

Partisipan luar daerah/Foto: dok.tim kreatif PKB

Bahkan, ada satu kecamatan memanfaatkan 8 desa adat yang ada di wilayahnya. Masing-masing desa adat itu menampilkan keunikan-keunikan yang ada di daerahnya. “Itu artinya manajeman yang begitu besar, bisa kita lakukan dengan baik,” ucapnya senang.

Kedua dari persefektif seniman, bahwa yang tampil memiliki kreativitas cukup tinggi dan memiliki greget. Mereka tidak saja menampilkan makin banyak kreativitas, tetapi juga kualitasnya sangat bagus.

Misalnya, dalam lomba bleganjur dan barong yang dilombakan pasti sangat meriah. Termasuk parade gong kebyar yang selalu memikat penonton. Mereka terkadang membawa pendukung dari daerahnya masing-masing.

Baca Juga:  Dari Kriyaloka Kain Tradisional Bali, Cintai dan Pahami Fungsinya

“Dalam PKB kali ini, seni-seni tradisi yang kita amati sangat menonjol, seperti legong. Semua kabupaten dan kota menggarap legong, dengan tema Jagat Kerthi yang dipadukan dengan istilah local yang disajikan sangat penuh kreatifitas yang menarik,” paparnya.

Satu hal yang sangat menyenangkan lagi, penyajian kesenian janger. Ajang PKB ke-47 ini memunculkan warna janger dari seluruh kabupaten dan kota di Bali, disamping kualitasnya yang luar biasa. Dulu, panitia sempat mempersoalkan janger yang kostumnya hampir sama.

Mungkin saja, mereka menyewa kostum di satu tempat, sehingga menjadi sama. Tetapi, untuk tahun ini sangat beragam. Masing-masing desa adat membuat kostum sesuai dengan kemampuan mereka dan itu memperlihatkan keragaman janger.

“Setelah kami teliti, ternyata mereka banyak belajar dari rekaman 1928 yang lagu-lagunya ditampilkan dengan garapan dan komposisi baru. Dulu, kami takut janger tidak ada tambur dan kebyarnya, tetapi sekarang semuanya menampilkan kebyar yang diciptakan sendiri,” jelasnya.

Baca Juga:  Comeon Komatsu Pamerkan ‘Bala Aswattha’: Energi Pohon Beringan dalam Karya Seni Woodblock Print

Ketiga dari persefektif masyarakat, itu bisa dilhat dari keseriusan masyarakat menyaksikan setiap pementasan. Bahkan, pementasan apa saja penontonnya selalu ramai. Sebut misalnya ketika pementasan dari Yogyakarta, penontonnya hampir penuh.

Termasuk pementasan BWCC yang awalnya ditakuti sedikit penonton, justru penuh disaksikan sekitar 400 penonton dalam setiap pementasan. “Ini apresiasi masyarakat semakin tinggi. Nah, dari tiga komponen ini, bisa dikatakan PKB tahun ini berlangsung sukses,” sebut Prof. Bandem.

Partisipan PKB ke-47 didominasi anak-anak muda

Demikian juga Prof. Dibia yang mengaku bangga dengan partisipan PKB ke-47 yang lebih banyak datang dari kalangan anak-anak muda. Semua pergelaran di dominasi oleh generasi muda. Mulai dari pawai, pergelaran, bahkan lomba yang semuanya diwarnai genersi muda.

“Anak-anak muda mendominasi dalam setiap gelaran seni. Ini yang sangat membanggakan dari PKB ke-47, karena memberikan harapan, bahwa kontinyu dari kehidupan budaya Bali akan tetap berlanjut,” ucapnya senang.

Baca Juga:  Tari Barong Ket Komunitas Seni Kerta Yowana Desa Singakerta, Bius Penonton PKB Ke-47

Generasi muda itu masuk ke berbagai wilayah. Mereka, bukan hanya ada dalam parade gong kebyar, bleganjur dan lomba barong yang memang menjadi favorit anak-anak muda, tetapi juga ada di kesenian klasik, seperti wayang. Dalangnya semuanya muda-muda dan suaranya bagus.

“Tinggal kedepan bagaimana kita bisa mem-package program tersebut supaya bisa mendapat apresiasi lebih banyak dari penonton. Karena di sana wayangnya kalah kompetisi dengan kuliner, dan itu yang perlu kita pikirkan ke depan,” ujarnya serius.

Prof. Dibia juga menyampaikan, dalam pelaksanaan PKB kali ini ada beberapa crew, kontingen atau sekaa yang didalamnya menyelipkan semacam promosi produk. Ini menjadi catatan kedepan karena semua itu dirasa kurang pas.

Semisal ada penyebutan kostum by, dan sponsor by. Pementasan yang bagus, tiba-tiba menjadi ajang promosi. Bahkan ada sekaa dari daerah yang secara terang-terangngan mempromosikan salah satu produk. “Ini akan menjadi catatat kita ke depan,” imbuhnya.

Baca Juga:  I Wayan Suweca Seniman Karawitan Pencetus Penabuh Wanita dan Penggagas Lomba Gender Wayang

Prof. Dibia juga menyinggung soal tentang manajemen panggung. Belakangan ini, panggung-panggung kurang diawasi secara optimal, sehingga pergelaran seni termasuk para seniman pentas menjadi sedikit terganggu.

“Dengan 47 kali melaksanakaan PKB, hal kecil seperti itu sebenarnya bisa diatasi, tetapi mungkin karena keterbatasan kita, sehingga hal-hal seperti itu masih belum digarap secara baik,” akunya polos.

Prof. Dibia kemudian mencontohkan ketika pergelaran di Gedung Ksirarnawa panitia belum bisa menjinakan masalah penonton untuk tidak lalu-lalang dibekalang panggung. Akibatnya, ketika tontonan itu serius tiba-tiba masih ada yang lewat.

Termasuk di Panggung Terbuka Ardha Candra, dalam ajang lomba masih saja ada anak-anak lewat di pintu penari. Padahal, itu sudah berkali-kali diumumkan bahwa tidak dibolehkan lalu-lalang di tempat keluar masuk penari.

“Mudah-mudahan hal ini menjadi pemicu bagi kita di panitia untuk membersihkan apa yang menyebabkan kurangnya penampilan. Tetapi, kami bangga PKB sebagai sebuah kegembiraan hampir mendekati level kesempurnaan,” tutup Prof. Dibia. [darma]

Related post