Menyelami Karya Mahasiswa dan Dosen ISI Bali di Pameran Campus Week 2025
Mahasiswa dan dosen FSRD ISI Bali meriahkan pameran karya bertajuk “Campus Week 2025”/Foto: darma
MAHASISWA dan dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Bali memajang karya-karya terbaiknya dalam pameran karya bertajuk “Campus Week 2025”. Pameran ini mengangkat tema “Akasa Jagat Prabha”, Dari Langit Harapan Menuju Cahaya Perubahan.
Pameran yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ISI Bali ini menjadi bukti pembelajaran, dan menunjukkan hasil karya yang telah dikerjakan. Maka, ini benar-benar menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mempresentasikan hasil belajar mereka kepada audiens yang lebih luas.
Masing-masing Program Studi (Prodi) FSRD menghadirkan karya terbaru, terdiri dari satu karya dosen dan satu karya mahasiswa. Karya seni yang disajikan tak hanya dibuat dan digarap untuk mengikuti pameran ini, tetapi juga sebagai sajian yang terbaru.
Mahasiwa dan dosen dari Prodi di FSRD tersebut, diantaranya Desain Komunikasi Visual, Desain Interior, Desain Produk, Produksi Film dan Televisi, Fotografi, Desain Mode, Seni Murni, Kriya dan prodi Animasi.
Mereka adalah Wayan Raditya (karya Kotak Amplop dengan Hiasan Barong Genetik), Egia El Misyeri (Perubahan itu Tidak Menakutkan), I Putu Dimas Wirayuda (Jagat Kalisangara), Dr. Dra. Ni Made Rai Sunarini, M.Si (Tea Set Rama Sinta),
I Nyoman Pasek Tri Patra Jasa (Arimbi Atmaja), Dr. Ida Ayu Kade Sri Sukmadewi, S.Sn., M.Erg (Endek Vira: Kreasi kebaya Wanita Modern dengan sentuhan Elegan Kain Endek Bali), I Komang Try Adi Stanaya (To Infinity), Fransiska Kathleen Paula Gus (Nemu Laku).
Lutgarde Ranera Silaen (Cahaya Baru), Ni Komang Fitriani (Re-Karya Bali), Wilson Benaya Kusumadjaya dan Putu Excel Stevhen Courbot (Mandala of Existence), Angga Alfian Suryo (Prabha Ring Sarira), Khalisa Ammara Harris (Pages Beyond Extinction),
Neisya Azzahra (The Descent Of Light), Dra. Ni Made Purnami Utami., M.Erg (Pesona Pagi), Drs Gede Yosef Tj. M.Si (Tiga Penari), Putu Excel Stevhen Courbot (The Star – Arcana Mayor), Ni Kadek Arum Sanjiwani (Je jak),
Adelia Febriana Kesuma, Theresia Safica Kusuma, Anilia Fransiska, Emelia Putri Widiyawati (Jejak Waktu dan Peradaban), Winona Brunnhilde A.Tambunan (Laskar Pelangi), Rio Abdullah (Berkah di Ruang yang Gelaр), I Made Adi Prabawa (Benih Cahaya Angkasa) I Gede Ari Widia Utama Pucangan (Adaptation),
Selanjutnya Tania Syakira, Ni Komang Ayu Mega Suadnyani, Luh Made Daramita H. Winanta, Ni Putu Galuh Rani Shanty (Asmara Medeni), Martha (The Bloom Beside Her), dan Fakih Topaz Sudrajat (Memories).
Tema yang disajikan itu, dapat menggugah pemikiran dan perasaan para pengunjung tentang seni tradisi maupun kontemporer atau paduan kedua itu. Pameran itu digelar di Gedung Nata Citta Art Space ISI Bali, dan berlangsung selama seminggu, mulai Senin 21 Juli hingga 27 Juli 2025.

Desain Mode (busana) karya Dr. Ida Ayu Kade Sri Sukmadewi menjadi perhatian, khususnya pengunjung wanita. Dosen Desain Mode ini menyajikan karya berjudul “Endek Vira”, kreasi kebaya wanita modern dengan sentuhan Elegan Kain Endek Bali.
“Endek Vira merupakan sebuah karya busana kebaya wanita modern berbahan brokat yang memadukan keanggunan kebaya kontemporer dengan keindahan tradisi Bali melalui penggunaan kain Endek sebagai elemen utama pada bagian bawahan,” jelas Ida Ayu Kade.
Menurutnya, nama Vira konon berasal dari Bahasa sanskerta berarti berani, kuat, dan anggun. Endek Vira, busana kebaya wanita modern mempresentasikan keberanian dan keanggunan perempuan Bali masa kini, sekaligus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya leluhur.
Desain kebaya ini mengusung konsep elegan minimalis, dengan siluet ramping dan memiliki detail modern seperti kerah berbentuk kotak atau square neck yang memberikan tampilan rapi dan elegan, serta potongan lengan panjang yang memberi kesan dinamis dan feminin.
“Kebaya ini berbahan kain brokat berwarna ungu keabu-abuan atau mauve yang dipadukan dengan lace bordir bunga di bagian bahu kanan berwarna senada yang dihiasi payet atau manik-manik kecil yang berkilau untuk menonjolkan keindahan motif,” paparnya.
Maka tak salah, desain ini menghadirkan kesan modern dan elegan. Bagian bawahan menggunakan rok duyung dari kain Endek Bali bermotif klasik-modern. Berpadu dengan warna-warna lembut dan netral dengan sentuhan payet, sehingga menonjolkan kemewahan tekstur serta filosofi motif kain tradisional.
Meyimak karya ini, maka Endek Vira tidak hanya hadir sebagai busana kebaya untuk keperluan formal dan semi formal, tetapi juga sebagai media pelestarian warisan budaya Bali di tengah perkembangan fashion modern.
Karya ini memperkenalkan nilai estetika kain Endek kepada generasi muda, sekaligus membangun kebanggaan akan identitas budaya local. “Semoga anak-anak muda lebih senang menggunakan kain tradisional utamanya endek, kita bangga mengunakan endek,” ucapnya.

Karya Dr. Dra. Ni Made Rai Sunarini, M.Si juga tak luput dari perhatian pecinta seni. Tea Set Rama Sinta yang berada di atas meja beralas kain hitam itu memang menarik hati. Putih warna teko (tempat menyimpan dan menuangkan minuman) dan cangkir bergambar Wayang Kamasan.
“Saya mencoba melestarikan seni lukisan Wayang Kamasan melalui media keramik atau porselen melalui karya seni tradisi. Keramik itu memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai perlengapan upacara, benda pakai dan sebagi benda pajang atau dekorasi,” paparnya.
Menurutnya, sekarang ini Tea Set keramik bergambar sangat digemari di dalam pemakaiannya, baik itu untuk upacara agama yang biasa digunakan untuk perlengkapan Ida Pedandai atau untuk pajangan. “Seni lukis untuk benda-benda pakai sangat disukai,” imbuhnya.
Maka itu, Ni Made Rai Sunarini ingin menonjolkan lukisan wayang kamasan, tetapi diterapkan pada keramik porselen. Tema gambar yang diangkat adalah Rama dan Sinta yang melambangkan keabadian, cinta kasih dan saling memperhatikan.
Walau Rama dan Sinta sempat terpisahkan dari suatu keadaan atau kondisi, tetapi akhirnya mereka bertemu kembali, sehingga menjadi suatu momentum yang sangat langgeng sebagai tauladan yang perlu ditiru.
Pada awalnya, Ni Made Rai Sunarini melakukan sketsa, selanjutnya mewarnai dan melukis, lalu dikeringkan kemudian dibakar kembali, sehingga tidak luntur setelah dipakai. Gambar wayang tetap utuh, walau terbenam dalam air, dan kena sinar matahari dan sebagainya.
“Kami berharap kedepan, pameran Campus Week 2025 bisa diselenggarakan setiap tahun karena ini merupakan hasil dari pembelajaran mahasisa, juga seorang dosen untuk berkarya memberikan tauladan kepada mahasiswa,” harapnya. [B/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali