Teater Kini Berseri Pentaskan ‘Les Tari’: Jaga Alam dengan Budaya Bali sebagai Senjata

 Teater Kini Berseri Pentaskan ‘Les Tari’: Jaga Alam dengan Budaya Bali sebagai Senjata

Teater Kini Berseri pergelarkan ‘Les Tari’ di Festival Seni Bali Jani/Foto: tim. kreatif

MENYAKSIKAN pementasan Teater Kini Berseri, tak pernah bosan dibuatnya. Walau jenis pementasannya sama, tetapi setiap tampil selalu menawarkan hal baru. Maka jangan heran, jika pentas teater gabungan anak-anak muda ini berhasil memikat penonton lebih banyak.

Lihat saja pada adilango (pergelaran) mereka di ajang Festival Seni Bali Jani (FSBJ) ke-7, Sabtu 27 Juli 2025. Saat tampil di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Teater Kini Berseri yang didukung sekitar 70 peserta itu mengangkat judul “Les Tari”.

“Les Tari ini menghubungkan kita bagaimana cara menjaga alam dengan memanfaatkan budaya Bali sebagai senjata utama dalam menjaga alam dan budaya local itu,” kata artistic director, I Gede Benny Dipo Pratama yang juga pelulis naskah.

Malam itu, gedung dengan kapasitas 500 orang itu dibanjiri penonton. Mereka lebih banyak dari kalangan anak-anak muda. Membludaknya penonton memang sering terjadi atau setiap teater yang berdomisili di Kota Denpasar ini tampil.

Baca Juga:  The (Famous) Squatting Dance, Terater Kalangan Kisahkan Lahirnya Tarian Jongkok

Itu artinya, teater yang menawarkan ide-ide kekinian itu tak hanya mampu menjaga dan mamanejem pemain yang terus bertambah, tetapi juga berhasil mengelola penonton yang selalu membludak setiap melakukan pementasan.

Les Tari, judul yang diangkat tak sesederhana yang kita bayangkan, yakni seseorang belajar menari. Namun, lebih dari pada itu. Pergelaran teater yang mangajak semua orang untuk bertahan dan tidak tergoda ataupun egois di jaman semakin modern.

“Berita di media, belakangan ini semakin marak eksploitasi lahan untuk industry yang mangakibatka alam itu rusak. Kami ingin menyampaikan agar kita bisa melindungi alam sesuai identitas masyartakat Bali, yakni melalui seni dan budaya,” ungkap Gede Benny.

Les Tari, sebuah operet memadukan drama, tarian, dan musik dalam sebuah pertunjukan yang memukau. Setiap lagu dan tarian dirancang untuk menggugah rasa, membawa penonton menyelami kedalaman kisah, serta menghibur dengan komedi kekinian di tengah intensitas cerita.

Baca Juga:  “Paguyuban Seniman Bali” Wadah Para Seniman Menjaga dan Melestarikan Kesenian Tradisi Tradisi

Dikemas dengan pesan moral tentang pelestarian lingkungan, Les Tari tidak hanya menghibur tetapi juga menyampaikan edukasi penting kepada penonton. Saksikan kisah perjuangan untuk menjaga alam tetap lestari dalam Les Tari

“Pesan itu disampaikan melalui tokoh-tokoh dengan simbol-simbol agar pesan itu sampai kepada penonton. Misalnya, tokoh Celuluk Rimba yang merupakan manifestasi monster hutan yang gundul,” paparnya.

Ada tokoh Gek Marin, seorang putri duyung yang terkontaminasi sampah plastik diakibatkan limbah industri manusia yang massif terjadi belakangan ini. Jika manusia tidak menjaga sungai, maka sumber kehidupan itu akan rusak yang beimbas pada kehidupan.

Lalu, ada tokoh Buta Kalatron, sebuah robot yang datang dari masa depan yang memiliki misi ke masa lalu untuk mengeruk tambang logam. Tambang logam itu, untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai battery robot di kedepan. Ini dapat mengacaukan kehidupan.

Baca Juga:  “Megandu” di Areal Persawahan Museum Subak Tabanan

“Pentas teater ini seperti konsep operet dengan system dubbing. Pemain mengawali dengan recording dan pada saat pentas, mereka tampil dengan lip sing,” ucapnya seraya mengatakan melakukan proses latihan sekitar tiga bulan dari naskah, reading, rekaman dan koreograpi.

Dalam proses pentas itu, Gede Benny mengaku mengalami kendala pada saat latihan. Bukan, masalah koreografi yang sulit atau teman-teman yang terlambat, melainkan tempat latihan yang sulit. “Kami harap, kedepan pemerintah bisa menyiapkan tempat-tempat latihan,” harapnya.

Sinopsis

Di kerajaan Bhuanapura, suasana yang tadinya damai tiba-tiba berubah menjadi kacau. Kelompok makhluk misterius datang menguasai negeri itu dan merusak keseimbangan alam. Keserakahan manusia memperparah situasi, membuat jagat alam di Bhuanapura nyaris hancur.

Di tengah keputusasaan, muncul sebuah harapan, sebuah ritual tarian sakral yang konon mampu mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan negeri. Ritual itu harus dilakukan di sebuah kuil tua di puncak gunung.

Baca Juga:  “Rahim Bahari” dari Aghumi sebuah Pemaknaan Laut, Perempuan, dan Tarot Mayor The Moon

Namun sayang, tidak ada satu pun yang mampu menguasai tarian kuno itu. Termasuk Kimtaeyo, pangeran K-pop yang terkenal di kerajaan, dan Ayumi, sang putri Wibu yang cerdas tapi tak memiliki pengalaman tarian sakral.

Menyadari betapa gentingnya keadaan, sang Raja segera mengutus patih kerajaan untuk mencari seorang pendeta sakti yang dipercaya mengetahui rahasia tarian kuno tersebut. Perjalanan mencari pendeta itu pun dimulai, penuh bahaya dan rintangan yang harus dihadapi.

Kimtaeyo dan Ayumi menguasai tarian sakral itu demi menyelamatkan Bhuanapura dari kehancuran. Tari ini akan mengalahkan makhluk misterius yang ingin menguasai negeri dan memporak-porandakan dunia ini. [B/darma]

Related post