Sekaa Gong Wanita Karang Asti Komala/Foto: ist

JIKA hanya mendengar, tanpa menyaksikan secara langsung mungkin bisa keliru karena megganggap yang memainkan tabuh-tabuh itu adalah penabuh laki-laki. Padahal itu, panabuh wanita yang mampu memainkan gending-gending dengan teknik tinggi.

Mereka terkadang cepat dan tepat, lalu terdengar melambat, namun tetap dengan pukulan yang bertenaga. Itu membuktikan para gadis itu memang cekatan di dalam memainkan bilah gamelan, hingga permainnya membuat penonton berdecak kagum.

Itu penampilan gadis-gadis yang mendukung Sekaa Gong Wanita Karang Asti Komala, Desa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan didapuk menjadi Duta Kabupaten Badung pada Utsawa (Parade) Gong Kebyar Wanita serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47.

Mereka tampil percaya diri, kreatif dan tak pernah ragu. Meski memainkan gamelan mabarung (berhadapan) dengan duta Kabupaten Gianyar, sekan meraka menguasai Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali, tempat mereka pentas, Senin 7 Juli 2025 malam.

Baca Juga:  Sandiaga Uno Pukul Kendang Buka AstraPay Sanfest 2022

Para yowana (gadis) dari sisi kelod Gumi Keris (Badung selatan, red) itu dengan balutan busana bernuansa biru dan silver.

Sementara di sisi tribun panggung riuh oleh tepuk tangan dan teriakan penonton. Bahkan, di belakangnya ada penonton memakai baju hitam berudang putih lengkap dengan kipas.

Penampilan Sekaa Gong Wanita Karang Asti Komala ini disaksikan langsung oleh Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa, Gubernur Bali I Wayan Koster dan ribuan penonton yang memadati tribun panggung terbuka Ardha Candra.

Sandyagita dengan judul “Jagat Hita”/Foto: ist

Kala itu, Sekaa Gong Wanita Karang Asti Komala Desa Adat Ungasan tampil maksimal didukung langit malam yang cerah. Ada tiga materi yang ditampilkan, hasil dari penggalian kreativitas seni karawitan, gerak tari, dan olah vokal.

Baca Juga:  Penari ‘Bajang’ Joged Bumbung Padma Sari Memikat Penonton di PKB Ke-47

Pertama, Tabuh Telu berjudul “Yogi Suara” yang terinspiriasi dari kondisi Bali saat ini, yang mengalami paradoks-paradoks ekstrim dan menggerogoti tata pesona nyaman Bali. Kondisi ini menyebabkan kekacauan, kegaduhan, risau, dan resah.

Ketika Tabuh Telu berjudul “Yogi Suara” itu ngebyar, supporter yang ada di belakang khusus dalam satu tempat duduk itu mengetarkan kipas mengikuti irama gending, seketika itu, penonton bersorak meriah. Disorot sinar lampu, kipas itu menjadi semakin hidup.

“Tabuh kreasi Yogi Suara ini penggarap terinspirasi dari perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi di Bali saat ini,” ungkap Koordinator Gong Kebyar Wanita Badung sekaligus Prajuru Desa Adat Ungasan, I Made Suada S.Ag M.Si.

Melalui karya Yogi Suara ini, semua diajak meyasa kerthi (berupaya) mempertahankan kelangsungan hidup ini, agar Bali bisa ajeg dari hal-hal negative. Artinya, dalam sajian itu tak hanya menghibur, tetapi juga disampaikan pesan.

Baca Juga:  Pentaskan Sendratari Ramayana, Seniman Bali Harumkan Indonesia di Raigarh India

Sedangkan garapan kedua menampilkan tari kreasi berjudul “Tedung Jagat” yang merupkan kiasan kata untuk seorang pemimpin yang memiliki kebijaksanaan dan kewajiban memberikan kenyaman kepada rakyatnya.

Sebagai informasi, tari kreasi ini diciptakan pada ajang PKB ke-40 tahun 2018. “Tedung Jagat ini bagaimana pemimpin bisa mengayomi seluruh masyarakat yang tercermin dalam konsep Asta Brata,” terang Suada.

Sebagai pamungkas, Sekaa Gong Kebyar Wanita Karang Asti Komala menyajikan Sandyagita dengan judul “Jagat Hita” yang menyiratkan kesadaran dalam pencapaian Moksartam Jagadhita, konsepsi holistik dunia sekala niskala.

Dengan konsep garap paduan suara Bali mengedepankan harmoni dan accord dengan ornamentasi tembang Bali, mengajak kita menjaga keharmonisan diantara sesama sebagai wujud saling hormat-menghormati dalam interaksi kemasyarakatan mengedepankan toleransi.

Baca Juga:  Realita Tiga Masa, Tiga Generasi Penari Kebyar Duduk Peliatan Dipertemukan Dalam Satu Panggung

Suada melanjutkan, untuk tampil di PKB ke-47, Sekaa Gong Kebyar Wanita Karang Asti Komala mendapat kepercayaan dari Pemkab Badung dan disambut dengan dukungan penuh dari Desa Adat Ungasan. Kali ini, melibatkan puluhan seniman berasal dari 15 banjar se-Desa Adat Ungasan.

“Kelian banjar adat kami sebagai ujung tombak sudah menggerakkan anak-anak muda dari 15 banjar yang ada di Desa Ungasan. Tentunya masing-masing banjar sudah ada perwakilan, kita gabungkan menjadi satu sekaa gong kebyar,” jelasnya.

Suada optimis, anak-anak muda Ungasan bisa tampil maksimal. Mengenai keberadaan Sekaa Gong Kebyar Wanita Karang Asti Komala, kata Suada, merupakan binaan Desa Adat Ungasan yang berproses sejak tahun 200-an.

Dalam perjalanannya, sekaa gong kebyar wanita ini terus berproses dan regenerasi. “Penampilan pada hari ini merupakan penampilan kedua kalinya kami mewakili Pemkab Badung. Dan sebagai regenerasi, hari ini kita akan melihat potensi anak-anak muda,” ucapnya. [B/darma]

Related post