Made Somadita Pamerkan ‘The Soft Wild’ Angkat Objek Binatang Penggabungan Antara Kelembutan dan Keliaran
Seniman dan pecinta seni tampak akrab pada pembukaan pemeran tunggal seniman Made Somadita di Gajah Mas Gallery Purana Suite Ubud, Jumat 20 Desember 2024. Walau mereka sesungguhnya tak saling akrab, namun pameran karya seni lukis itu membuat suasana cair.
Mereka tampak akrab. Ada yang ngobrol tentang lukisan, ada yang saling mengapresiasi ide, bentuk ataupun warna, dan ada pula yang berusaha mengupas makna yang ada dalam setiap lukisan itu. Malam itu menjadi sebuah diskusi senyap tanpa sebuah kesimpulan.
Pameran Made Somadita kali ini bertajuk ‘The Soft Wild’ itu menampilkan sebanyak 22 karya di atas kanvas dan beberapa yang digores di atas kertas. “The Soft Wild ini pameran tunggal saya yang ke-6,” kata Somadita disela-sela pembukaan pameran itu.
Perupa asal Tabanan itu menjelaskan, melalui tema The Soft Wild itu, ia mengangkat lukisan dengan objek binatang yang merupakan penggabungan antara kelembutan dan keliaran. “Hewan biasanya disimbolkan sebagai karakter yang kasar dan keras, padahal ada yang lembut,” ujarnya.
Somadita mengaku, belajar banyak hal dari dunia hewan itu sendiri. Hewan yang sering dikategorikan sebagai heran serakah, sesungguhnya tak serakah. “Saya tak melihat keserakahan itu pada hewan. Justru, saya melihat ada pada manusia,” katanya.
Kalau hewan sudah merasa cukup kenyang, mereka tidak ada niat untuk menimbun lagi. “Begitu hewan sudah kenyang, mereka tidak memikirkan yang lain. Apalagi, berniat untuk menimbun makan lagi. Itulah dasar pemikiran saya yang dituangkan dalam karya seni ini,” akunya polos.
Dengan wajah heran, Sobadita kemudian mengatakan, hewan saja bisa harmoni, kenapa manusia yang punya akal dan budi itu tidak bisa. “Mestinya, manusia lebih menjadi harmoni terhadap sesama karena memiliki kelebihan pada pikiran,” lanjutnya.
Somadita lalu menjelaskan, dirinya ingin melakukan otokritik terhadap dirinya sendiri sebagai manusia yang selalu menonjol dengan sifat-sifat serakah. “Mudah-mudahan apa yang saya sajikan ini dapat menginspirasi yang lainnya,” harapnya.
Memang seseorang tidak akan bisa memaksakan kehendak kepada orang untuk menjadi baik. Tetapi, setidaknya melalui karya seni ini bisa berbuat untuk orang lain. “Saya berharap karya ini disukasi dan bisa menginspirasi lingkungan terdekat, melalui penawaran konsep dan gagasan,” harapnya.
General Manager Purana Suite Ubud, I Ketut Warasana mengatakan, sejak dulu, Purana Suite Ubud telah menyiapkan wadah bagi para seniman untuk berpameran. Saat ini, menampilkan seniman muda Made Somadita yang memajang karya-karya terbaiknya saat ini.
Somadita pelukis muda yang memiliki karakter dan mengangkat tema binatang yang memiliki nilai halus dari binatang itu. Artinya tak semua binatang itu memiliki jiwa keras, seperti yang ditampilkan pada pameran kali ini. Ada yang berbentuk gajah, kucing, anjing, dan ikan-ikan.
“Ini sebuah gambaran, bahwa hewan itu memang harus kita lindungi. Salah satunya caranya dengan menerapkan konsep Ti Hita Karana, dimana pada bagian palemahan yakni lingkungan salah satunya ada binatang,” ungkap Warasana.
Tema ini bagus diangkat, karena bagaimanapun alam harus dilindungi oleh semua kalangan. Tak hanya orang Bali, tetapi orang luar daerah ataupun orang asing harus ikut menjaga alam, sehingga berkelanjutan.
Gajah Mas Gallery menyiapkan tempat buat seniman muda ataupun yang sudah senior untuk memamerkan karya-karyanya di sini. “Kami berharap para seniman mampu membangkitkan Ubud kembali sebagai maskot kota seni, sehingga semuanya bisa bangkit seperti semula,” ajaknya.
Warasana mengatakan, kita mesti tidak boleh lupa, bahwa Ubud ini besar karena karya seni lukis, seperi ada Antonio Blanco, Arie Smit, Walter Spies dan Rudolf Bonnet yang membesarkan Ubud itu sendiri.
Gajah Mas Gallery ini adalah tempat yang diberikan buat para seniman untuk tetap semangat dalam berkarya dan tidak pernah menyerah walau digerus jaman. Orang akan terhibur dan merasa senang kalau melihat seni, termasuk seni lukis.
Sementara Marlowe Bandem yang mengkurasi karya-karya Somadita itu menyatakan, spirit harmoni itu tampak dalam karya-karya yang dipamerkan, seperti Life in Harmony, Interconnection, Wisdom Legacy, Meeting, Circle, Carry Each Other, dan Walking Together.
Marlowe Bandem mengawali tulisan kurasinya tentang cerita Tantri yang sangat terkenal di Bali. Dalam cerita ini terdapat dualisme antara baik dan buruk yang cenderung menggunakan binatang sebagai simbol-simbol.
Tetapi, Marlowe melihat sesuatu yang berbeda ketika mangamati lukisannya. Karya-karya Somadita telah melampaui dualisme itu. Karya itu. tidak lagi berbicara soal baik dan buruk, tapi bagaimana menyatunya antara keliaran dan kelembutan.
Segala sesuatu berjalan beriringan, mendambakan suatu kondisi yang harmonis. Menariknya, Marlowe melihat dunia yang serba sejalan itu justru diungkapkan melalui figur-figur hewan dalam karya Somadita.
Somadita telah banyak berkarya sejak kuliah di ISI Denpasar. Ia sering mengikuti pameran, baik tunggal maupun bersama. “Pameran ini seperti sebuah otokritik terhadap kelakuan manusia. Binatang saja bisa menjaga keharmonisan itu, kenapa kita tidak,” tutup Marlowe Bandem. [B/darma]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali