Duta Karangasem dan Bangli Bertemu: Sekaa Gong Wana Giri Asri Sajikan ‘Tetamian’ dan Sanggar Seni Siman Art Pentaskan ‘Barong Ngambyar’

 Duta Karangasem dan Bangli Bertemu: Sekaa Gong Wana Giri Asri Sajikan ‘Tetamian’ dan Sanggar Seni Siman Art Pentaskan ‘Barong Ngambyar’

Duta seni Karangasem pentaskan ‘Tetamian’/Foto: dok.Tim Kreatif PKB

UTSAWA (Parade) Gong Kebyar Dewasa dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 yang berlangsung pada, Sabtu 12 Juli 2025 tampil mempesona. Malam itu, dua duta yakni Kabupten Karangasem dan Bangli masing-masing menampilkan garapan seni yang sangat memang unggul.

Sanggar Seni Siman Art dari Banjar Lumbuan, Desa Sulahan, Kecamatan Susut sebagai Duta Kabupaten Bangli dan Sekaa Gong Wana Giri Asri, Banjar Dinas Siig, Desa Manggis, Kecamatan Manggis sebagai Duta Kabupaten Karangasem.

Kedua duta ini tampil bersama di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali. sajian kedua sekaa gong ini mendapat sambutan hangat dari penonon. Panggung berkapasitas sekitar 8.000 penonton itu tak menyisakan tempat duduk. Penonton rela berdiri.

Sebuah mahakarya seni pertunjukan bertajuk “Fragmentari Tetamian” sukses memukau penonton malam itu. Garapan ini dipentaskan oleh Sekaa Gong Wana Giri Asri dalam parade gong kebyar Duta Kabupten Karangsem pentas bersama dengan Duta Kabupaten Bangli.

Baca Juga:  Matah Gede, Janda Jantan Ni Calonarang

Tetamian, bukan sekadar pertunjukan, melainkan sebuah pengingat mendalam akan pentingnya menjaga identitas budaya leluhur. Tetamian sendiri dimaknai sebagai warisan berwujud dan tak berwujud, sarat akan makna tersurat dan tersirat yang tertanam dalam keyakinan.

Ia adalah cerminan kecerdasan leluhur dalam merawat peradaban. Fragmentari ini, sosok Ibu Pertiwi tampil sebagai simbol Kertaning Jagat, mengingatkan dan menguatkan audiens untuk senantiasa menjaga warisan budaya ini sebagai landasan perilaku manusia yang berbudaya.

Karya yang digarap selama dua bulan sejak pertengahan Mei ini melibatkan 23 penari dan 7 kru panggung. Tetamian salah satu dari tiga materi yang ditampilkan Sekaa Gong Wana Giri Asri. Pertunjukan ini merupakan buah karya dari I Gede Gusman Adhi Gunawan, S.Sn., M.Sn.

Wawan Gumiart – sapaan akrabnya itu tidak hanya bertindak sebagai koreografer, juga sebagai Konseptor dan Artistic Director. “Tetamian adalah bentuk kecerdasan leluhur yang sarat akan makna. Sebagai generasi penerus, kewajiban kita adalah merawatnya,” tutur Wawan Gumiart.

Baca Juga:  Bermaian Lepas, Gong Kebyar Anak-anak Duta Kabupaten Badung Sampaikan Pesan Menjaga Alam

Dosen dan Ketua Program Studi Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas PGRI Mahadewa Indonesia mengatakan, tetamian akan bisa dijaga dan dilestarikan, ketika pengetahuan dan keyakinan menjadi pijakan.

Pertunjukan ini juga didukung oleh tim kreatif yang tak kalah mumpuni: Angga Wijaya, S.Sn sebagai Komposer; Ida Made Ukir sebagai Penata Dalang dan Vocal Palawakya; Gumiart, Sama Kaki, dan Miniarthis sebagai Kostum Designer; serta Eka Laksana sebagai Lighting Designer.

Selain menampilkan Fragmentari Tetamian, Duta Kabupaten Karangsem itu juga menampilkan Tabuh Nem Lelambatan Wanagiri karyaGentuh Gede Gandiwa dan Tari Kekbayaran Sambadha digarap oleh Ni kadek Ayu Devy Yanti.

Semantara Sekaa Gong Wana Giri Asri, Banjar Dinas Siig menampilkan tabuh nem lelambatan klasik berjudul “Sajining”. Tabuh yang digarap oleh Anak Agung Gede Dalem Kardinata sebagai sebuah persembahan yang sarat makna dan tradisi, tak terpisahkan dari budaya hindu di Bali,.

Baca Juga:  Tampil di PKB Ke-44, Tim Kesenian Indramayu Sajikan Topeng Mimi Rasinah, Rudat, Sintren dan Berokan

Sajining artinya persembahan yang tulus ning Nirmala memberikan sebuah ide dasar dalam penggarapan tabuh nem periring sebagai ungkapan rasa syuhur persembahan yang tulus terhadap dunia alam semesta dan dunia seni karawitan khususnya.

Tabuh ini masih berpijak pada pakem dan ugur-uger komposisi tabuh nem lelambatan klasik. Penggarap tampaknya memekarkan ide musikalitas dimana bagian periring dan pengawak dieksplorasi artistik dengan sentuhan pola angkep-angkepan, kekotekan untuk musical kekinian.

Tari Mabuang, berasal dari kata Nabuhan yang berarti mempersembahkan, yang bertujuan untuk meminta keselamatan dan menetralisir hal hal negatif. Ritual ini dilaksanakan di desa lumbun dan sulahan yang di lakukan oleh para pemuda di desa tersebut.

Agus Jento selaku penata, terinspirasi dan mengambil esensi dari ritual Mabuang tersebut dituangkan kedalam karya tari kreasi kekebyaran yang menonjolkan ritual, semangat dan rasa syukur pemuda dalam melakukan ritual memadukan gerak gerak unik yang berada di dua desa itu.

Baca Juga:  ‘Puan dan Bumi: Detak yang Seirama’: Ekspresi 15 Perupa Mengenai Isu Perempuan, Alam dan Keterkaitannya di TAT Art Space

Persembahan terakhir, yakni Fragmentari Barong Ngambyar. Barong adalah salah satu tokoh mîtologis penting dalam budaya Bali yang melambangkan kebaikan, pelîndung, dan keseimbangan kosmis.

Dewa Pekak Ngambyar adalah salah satu sangging barong yang tersohor dan terkenal. Saking terkenalnya banyak desa-desa yang ingin dibuatkan barong oleh beliau Desa Kikian salah satunya.

Mekel Kikian yang sebagai pemucuk desa pada saat itu nangkil ke Puri Dangin Kulkul di Bhumi Sandat melihat Dewa Pekak Ngambyar membuat punggalan barong dengan tangan sangat lihai seperti orang menari.

Kisah ini menjadi ispirasi penata yang dituangkan dalam garapan Fragmen Tari tanpa mengurangi esensi dan makna itu sendiri sehingga terciptalah Barong Ngambyar oleh Dewa Nyoman Sedana Arta selaku penata tari dan Sang Komang Martahadi penata iringan. [B/darma]

Related post