Pentas di Pesta Seni, Arja RRI Masih Digemari
Arja RRI Reborn tampil di PKB ke-47: dok.tim kreatif PKB
RAKYAT Kerajaan Jenggala meminta Putra Jenggala agar secepatnya dinobatkan menjadi Raja, dana menikahi Diah Komala Sari dari kerajaa Daha. Tapi sayang, Diah Komala Sari tiba-tiba jatuh sakit, menyebabkan penobatan Raja tertunda.
Diah Mahesti dari kerajaan Pejarakan datang melayani Diah komala Sari yang sedang sakit. Rakyat kembali meminta agar jangan menunda lagi penobatan Raja, dengan menikahi Diah Mahesti, mengingat Diah Komala Sari tidak kunjung sembuh.
Saat hari penobatan Raja tiba, sesuai tradisi di Kerajaan Jenggala yang diawali dengan membunyikan Sungu menandakan penobatan Raja yang baru. Saat Sungu dibunyikan, suaranya menggelegar, membuat Diah Mahesti (Calon Ratu) berteriak histeris.
Diah Mahesti tidak mampu menahan sakit dan panas karena suara sungu. Bersamaan Diah Mahesti tanpa sadar, terbangun dan datang ke tempat upacara penobatan raja dalam keadaan sehat. Akhirnnya terbongkar, penyebab sakitnya Diah Komala Sari adalah Ibu Suri Kerajaan Pejarakan.
Itulah kisah rekasadana (pergelaran) Arja RRI Reborn berjudul “Sungu Mawungu” dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Kalangan Ayodya Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa 15 Juli 2025. Penonton tak hanya larut dalam kisahnya, juga terharu dengan kepiawaian para penari.
Pegelaran Arja yang sangat terkenal di tahun 1970-an itu bisa jadi sebagai tontonan istimewa malam itu. Para orang tua, juga remaja memenuhi tempat duduk yang ada. Bahkan, sebagain dari mereka ada yang berdiri dan bersandar di tembok pagar areal panggung itu.
“Sekaa Arja Sundara Citta RRI Denpasar malam itu menampilkan pertunjukan arja bertajuk “Sungu Mawungu”,” kata Sutradara sekaligus penggagas pertunjukan, I Gusti Made Sumadi disela-sela pementasan itu.
Bisa saja, orang-orang yang hadir itu memang penggemar arja atau penganggum Arja RRI yang sudah terkenal sejak dulu itu. Ada yang melepas rindu dengan kesenian arja itu, dan mungkin pula ingin bernostalgia. Namun, yang past dari awal hingga akhir pertunjukan, penonton tetap ramai.
Orang-orang yang hadir, memang sudah mengetahui kalau yang tampil malam itu adalah penari-penari baru, sehingga membuatnya penasaran. Bagamana tarinya, tembangnya, vokalnya serta alur cerita yang disampiakan, semua itu diharapkan tak beda jauh dengan Arja RRI yang dulu itu.
Benar saja, Komunitas Seni Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar yang berada di Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar memiliki ruh yang tak jauh beda dengan penari-penari arja sebelumnya.
Setiap tohoh yang ngelembar (masuk stage dengan menari dan menyanyi) selalu mendapat tepuk tangan dari penonton. Para pemain atas panduan sang sutradara berhasil menyajikan kemasan seni pertunjukan yang penuh pesan, disamping menghibur.
“Penampilan Arja RRI di PKB XLVII ini menjadi bukti masyarakat bali memiliki komitmen kuat terhadap pelestarian seni arja di tengah masyarakat modern,” imbuhnya.
Kisah yang diangkat menggambarkan intrik dalam Kerajaan Jenggala menjelang penobatan raja baru yang penuh lika-liku. Dengan alur yang padat dan sarat makna, pertunjukan ini membawa pesan spiritual tentang keselarasan dan pembersihan unsur negatif dari alam semesta.
Pertunjukan ini bagian dari upaya menjaga eksistensi seni arja, yang sudah menjadi ikon siaran budaya RRI Denpasar setiap Minggu pukul 10.00–12.00 di Pro 4 Budaya RRI Denpasar.
Lalu, pemilihan judul “Sungu Mawungu” selaras dengan tema PKB tahun ini Jagat Kerthi Lokahita Samudaya. “Sungu itu adalah salah satu alat dalam ritual keagamaan yang dipercaya mampu menetralisir pengaruh negatif di alam semesta,” jelasnya.
Pementasan ini diperkuat oleh 12 penari dan 12 penabuh, yang telah berlatih sejak Januari 2025. Untuk menjaga kepercayaan masyaralat pecinta seni, komunitas seni ini melakukan latihan dengan intensif. “Latihan secara intensip baru bisa kami lakukan sekitar sebulan penuh karena sebagian pemain juga terlibat dalam produksi kesenian lain,” ucapnya.
Sumadi berharap agar PKB terus menjadi ruang penting untuk menggali potensi budaya yang mungkin selama ini tersembunyi. “PKB ini tempat membangkitkan kembali seni-seni yang jadi mutiara terpendam. Harapannya, ke depan lebih banyak lagi kreativitas baru muncul dari akar tradisi kita sendiri,” pungkasnya. [B/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali