Angklung dalam Gelaran CHANDI 2025: Alunkan Irama Musik Bambu Tradisional untuk Dunia

 Angklung dalam Gelaran CHANDI 2025: Alunkan Irama Musik Bambu Tradisional untuk Dunia

Lokakarya Angklung dalam Gelaran CHANDI 2025/Foto: ist

LOKAKARYA Angklung menjadi salah satu rangkaian acara Culture, Heritage, Art, Narrative, Diplomacy, Innovation (CHANDI) 2025. Lokakarya dipandu langsung oleh Ika Yunus, penggerak aktif yang selalu menyuarakan angklung sebagai budaya dan identitas Indonesia di kancah dunia.

Bagi mata Ika, Angklung menjadi warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan sebagai identitas bangsa di mata dunia.

“Angklung ini dulunya bukan sebagai musik, karena menjadi instrumen sakral dalam tradisi pertanian khususnya penanaman padi. Angklung ini bukan berasal dari konser musik, tapi dari masyarakat, dari doa, serta dari rasa syukur,” ungkap Ika.

Ika menjelaskan sejarah singkat hingga proses pemilihan jenis bambu yang akan dipakai untuk membuat angklung. Dijelaskan bahwa angklung pertama ditemukan oleh mendiang Daeng Soetigna dalam tangga nada diatonis-kromatis.

Baca Juga:  ‘Sandikala - Full Moon Party’: Merayakan Keindahan dan Kekayaan Budaya di Bulan Purnama

Angklung menjadi hal yang unik sebagai warisan budaya turun-temurun ketika pertama kalinya ditampilkan dalam acara Konferensi Asia Afrika, Bandung pada tahun 1955, sebagai bentuk diplomasi budaya.

Soal pemilihan bambu yang digunakan untuk membuat angklung, mesti memilih bambu yang ideal dipakainya, yakni bambu hitam atau disebut awi hideung. Usia bamboo hitam itu harus berada pada usia tiga hingga lima tahun demi menjaga kualitas suara yang dihasilkan dari bambu tersebut.

“Bambu yang ada di usia 3 hingga 5 tahun itu disebut usia emas, karena masih lentur untuk bisa menghasilkan getaran indah. Kurang dari usia itu nantinya mempengaruhi suara yang mendem atau istilah sundanya ngabebek, sementara ketuaan suara yang dihasilkan akan mati,” paparnya.

Lokakarya dilanjutkan dengan pembuatan angklung secara langsung. Para peserta diberi masing-masing satu angklung dan satu rotan untuk kemudian diajarkan cara melilitkan rotan di sisi angklung, kemudian bersama-sama belajar cara membunyikan angklung sesuai kode tangga nada masingmasing not.

Baca Juga:  Semarak ‘Lighting Festival’: Merayakan Akhir Tahun 2024 di Living World Denpasar

“Angklung saat ini bukan hanya sebagai diplomasi budaya, tetapi juga jembatan persahabatan antarbangsa. Angklung sendiri punya filosofi abadi bahwa persatuan dan kerjasama dapat melahirkan keindahan yang mendunia,” tutup Ika. [B/darma]

Related post