Parade Gong Kebyar Wanita PKB XLIII Duta Kabupaten Tabanan Sajikan “Curik Metangi” dan Kota Denpasar “Labuh Tiga”
Penampilan Sekaa Gong Kebyar Wanita Duta Kabupaten Tabanan tidak mampu mengimbangi teknik permainan gamelan Duta Kota Denpasar pada Utsawa (Parade) Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIII. Maklum, saat itu Sekaa Gong “Sidha Gita Karya” Banjar Dukuh Mertajati, Desa Sidakarya sebagai Duta Kota Denpasar didukung penabuh remaja putri yang memang cekatan dalam memainkan gamelan. Enerjik, kuat, ceria bahkan menari-nari sambal memainkan gamelan. Walau demikian, Sekaa Gong “Giri Swari Kencana” Desa Batanyuh, Kecamatan Marga duta Kabupaten Tabanan bukannya mati kutu. Penabuh yang didominasi ibu-ibu PKK ini juga tampil menarik. Meski tak sekuat remaja putri, ibu-ibu ini tetap menyelesaikan tiga materi dengan baik.
Dalam penampilannya di Channel YouTube Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan TVRI Bali, Jumat 25 Juni 2021, kedua sekaa ini tampil secata bergiliran. Masing-masing duta mengeluarkan tabuh dan karya tari handalannya. Mereka tak hanya memainkan gamelan secara baik dan benar, tetapi juga diikuti dengan gaya dan penjiwaan dari setiap tabuh, sehingga terdengar sangat manis. Apalagi, ketika Duta Denpasar yang mendapat giliran tampil, semua syarat di dalam seni pertunjukan seakan lengkap. Dengan balutan busana pentas, rias wajah yang dibarengi dengan senyum dari semua penabuh menjadikan penampilan sekaa gong ini selalu memikat. Menonton sekali rasanya tak cukup.
Saat itu, Duta Kabupaten Tabanan mengawali parade dengan menampilkan Tabuh Kreasi Baru berjudul “Curik Metangi”. Tabuh ini terinspirasi dari Burung Curik yang dikenal dengan Jalak Bali. Curik dengan kicauan yang merdu dengan variasi suara yang berubah-ubah. Burung ini hanya bisa ditemukan di hutan salah satunya di Taman Nasional Bali Barat. Tabuh ini mengisahkan kehidupan dan kicauan burung Curik di tengah hutan. Melompat, terbang dan bermain-main diatas dahan dilukiskan dalam pernainan nada laras pelog dalam barungan kebyar. Tabuh ditatat oleh I wayan Suendra.
Pada bagian kedua menampilkan Tari Kebyar Duduk, sebuah tari populer yang diciptakan oleh Alm. I Ketut Maria. Dua penari pria energik membawakan tari itu diatas panggung terbuka Arda Candra yang luas. Tari ini sangat mempesona yang betul-betul mengolah rasa, bergerak dengan menampilkan ekspresi kuat. Tari Kebyar Duduk menggambarkan seorang pemuda saat menari dengan lincahnya sambil bejinjit-jinjit, setenggah duduk mengikuti irama gambelan. Pada bagian akhir, penari berimprovisasi dengan penabuh dalam melakukan gerakan tari
Sedangkan persembahan terakhir menampilkan Tari Putri Angasuh yang diciptakan oleh I Nyoman Suarsa dan I Made Arnawa sebagai penata penabuh. Tari ini menceritakan kehidupan para gadis desa tempo dulu, saat mengambil air di pancuran menjelang sore. Senda gurau, canda tawa, dan ceria selalu menghiasi wajah mereka. Garapan tari ini memainkan pola pukulan gangsa, reong, dan kendang dengan mengolah irama, melodi dan tenpo sehingga menjadi suatu garapan yang melodis serta dipadukan dengan gerakan penari yang lemah lembut. Sebanyak 8 penari wanita sebagai pendukung tari tampak enerjik, sehingga menjadi suatu garapan tari yang indah dan menarik.
Sementara Sekaa Gong “Sidha Gita Karya” mengawali penampilannya dengan menyajikan Tabuh Kreasi “Labuh Tiga”. Tabuh ini terinspirasi dari pertemuan dari tiga unsur energy alam dari kausal waktu yang tidak pernah berhenti. Tabuh ini sebuah tabuh kreasi yang ditata secara apik dengan tidak meninggalkan uger-uger tabuh dalam karawitan Bali, dan diciptakan pada tahun 1998 di Banjar Dukuh Mertajati Desa Sidakarya. Tabuh kreasi ini pertama kali ditampilkan pada Festival Gong Kebyar Dewasa dalam PKB 1998 sebagai Duta Kota Denpasar dan dibawakan oleh Sekaa Gong Sida Gita Karya, Banjar Dukuh Mertajati Desa Sidakarya.
Selanjutnya menampilkan Tari Prawireng Putri sebagai tari kepahlawanan. Tari ini diciptakan oleh I Nyoman Suarsa dan penata tabuh oleh Ketut Gede Asnawa. Karya tari ini menggambarkan sekelompok prajurit putri yang sedang berlatih dan mempersiapkan ketangkasannya dalam hal bela diri untuk menghadang musuh di medan perang. Tari ini dibawakan oleh 8 penari wanita dengan busana laki-laki. Masing-masing penari membawa property kipas yang tak hanya untuk memperkaya gerak, tetapi juga berfungsi sebaga senjata dalam berperang.
Pada penampilan pamungkas, Duta Kota Denpasar menyajikan Tari Kreasi Baru “Langya Singala Ala”. Tari ini menggambarkan penyatuan unsur-unsur kehidupan yang berbeda menjadi pergolakan yang ditimbulkan oleh Sapta Timira. Saat manusia diliputi oleh ego dan nafsu yang tinggi, maka pada akhirnya semua hanya akan berwujud semu. Untuk dapat memperbaikinya, satu-satunya dengan jalan penyatuan jiwa sebagai penyeimbang pikiran dan raga, sehingga tercapailah Kalimosada, sebagai nafas dari kehidupan yang harmoni. Tari ini ditata Putu Parama Kesawa Ananda Putra dan Wayan Reza Putra sebagai Pembina tabuh. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali
1 Comment
Visualizar o conteúdo da área de trabalho e o histórico do navegador do computador de outra pessoa é mais fácil do que nunca, basta instalar o software keylogger.