I Ketut Suteja Rekonstruksi Kesenian yang Hampir Punah
Diusianya yang semakin uzur, seniman I Ketut Suteja memiliki kepedulian yang begitu besar terhadap kesenian-kesenian yang hampir punah. Pria kelahiran, 11 Juni 1961 ini lebih banyak fokus untuk merekonstruksi kesenian-kesenian klasik, sehingga tetap lestari. Beberapa diantaranya, berhasil merevitalisasi Legong Dedari di Desa Adat Peguyangan, Denpasar pada 2018, dan merevitalisasi kesenian Wayang Wong di Desa Adat Bualu, Kabupaten Badung tahun 2014.
Semua yang dilakukan Ketut Suteja itu, sebagai bentuk implementasi pengabdiannya dalam membangun seni-seni klasik di daerah. Karena itu, ia menerima berbagai penghargaan selama kiprahnya di dunia seni, seperti Penghargaan Seni Kerti Budaya oleh Pemerintah Kota Denpasar tahun 2018, penghargaan sebagai pembicara dalam Bali Dwipantara Waskita (Seminar Nasional Republik Seni Nusantara) oleh ISI Denpasar tahun 2021, dan banyak penghargaan lainnya.
Pada perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 tahun 2022, pria asal Banjar Tanjung Bungkak Kaja, Denpasar Timur ini menerima tanda Penghargaan Adi Sewaka Nugraha dari Pemerintah Provinsi Bali dari Pemerintah Provinsi Bali. Penghargaan itu diberikan sebagai apresiasi karena telah melakukan pengabdian, kegigihan, dan keteguhan dalam membina, melestarikan dan mengembangkan seni budaya Bal.
Seperti yang dikutif dari Profil Penerima Adi Sewaka Nugraha Pemerintah Provinsi Bali Dinas Kebudayaan 2022, I Ketut Suteja telah banyak memberikan kontribusinya di dunia seni tari. Kiprahnya di dunia seni telah diawali sejak tahun 1980 dengan melatih tari, tabuh, janger di desa-desa. Pada tahun 1982, Ketut Suteja mengikuti Pesta Kesenian Bali mewakili Kabupaten Badung (sebelum pemekaran menjadi Kota Denpasar). Kontribusi Ketut Suteja dalam dunia seni membuatnya selalu dipercaya menjadi pembina untuk gelaran PKB tiap tahunnya.
I Ketut Suteja
Suami dari Ni ketut Yuliasih juga berkiprah di tingkat nasional dengan menjadi bagian dalam karya “Lahirnya Boma” ketika mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) di tahun 1989 mewakili STSI Denpasar di Surabaya. Di Tahun 1991 menjadi koreografer karya “Grubug” dalam mengikuti Peskiminas di Padang Panjang-Sumatera Barat. Ia juga berperan aktiff dalam karya tari kontemporer “Ngelawang” di tahun 1993 dalam rangka Indonesian Dance Festival di Jakarta, serta masih banyak lagi pengalaman lainnya.
Tak hanya berkarir disini, Ketut Suteja juga mendapatkan pengalaman berkiprah di luar negeri melalui seni. Ia tercatat pernah mengikuti rombongan kesenian ke Korea pada tahun 1991, bersama rombongan Dharma Santi ke England di tahun 1992, dan terakhir di tahun 2011 mengikuti Sandwich Program di Tokyo-Jepang.
Sebagai seorang seniman, Ayah dari 2 orang putra ini memiliki segudang pementasan karya di berbagai perhelatan sejak tahun 1986 hingga saat ini. Beberapa diantaranya seperti karya tari “Nayakarsani” (1986), Wija Manggala (1989), Fragmentari Arya Pinatih (1994), Tari Duet Pegat Asih (1996), Fragmentari Nyapa Kadi Aku (1999), Dalang Tiga Generasi (2008), dan masih banyak lagi.
Selain sebagai seorang seniman, Ketut Suteja juga aktiff sebagai akademisi dibidang seni. Saat ini Suteja aktiff menjadi tenaga pengajar di Program Studi Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Selain itu ia tercatat sebagai Ketua Program Studi Seni S3 Program Doktor di Pascasarjana ISI Denpasar, menjadi tim Pembina kesenian/ Gong Kebyar Provinsi Bali dalam rangka PKB, dan Tim Penilai Sertifikasi Kesenian di Provinsi Bali tahun 2021. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali