Pura Luhur Natar Sari Apuan Tempat “Nunas Pasupati”

 Pura Luhur Natar Sari Apuan Tempat “Nunas Pasupati”

Unik, menarik dan sebuah pemandangan yang sangat langka. Ketika “nangkil” bersembahyang di Pura Natar Sari Apuan, bertepatan dengan pujawali (upacara), Saniscara Kliwon Wuku Krulut Tumpek Krulut, Sabtu 18 Pebruari 2023 ada puluhan barong. Wujud dan bentuknya sama, tetapi masing-masing memiliki kekhasan pada hiasannya. Ada berupa barong ket berwujud macan (harimau), barong bangkung (babi tua), rangda dan berwujud tokoh-tokoh dalam pewayangan.

Barong itu ditempatkan di bale panjang (bangunan Bali yang bentuknya memanjang), baik di sebelah barat atau di sebalah timur pura. Bangunan ini penuh dengan barong. Masing-masing barong ada seorang mangku (sulinggih) yang menjaganya. Mangku ini juga akan memimpin upacara, jika ada warga yang ingin ngaturang sesajen atau bersembahyang. Barong ini, datang dari berbagai daerah di Bali yang hadir itu “nunas pasupati” (kekuatan) di pura yang berstana Sang Hyang Siwa Pasupati itu.

Kehadiran barong itu sering disebut dengan ”Paruman” Barong. Pura Kahyangan Jagat Luhur Natar Sari yang terletak di Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan itu memang dikenal sebagai kahyangan tempat nunas pasupati tapakan barong. Maka ketika berlangsung pujawali yang jatuh pada setiap Saniscara Kliwon Wuku Krulut Tumpek Krulut (setahun sekali) itu, puluhan tapakan barong “lunga” (hadir) ke pura tersebut. Barong itu dari lima kabupaten di Bali itu mengikuti prosesi “katuran” tengah malam, dan sebagian di antaranya masolah (menari).

Masyarakat Hindu yang ingin menyaksikan keunikan itu, biasanya melakukan penangkilan (sembahyang) pada saat upacara, pada malam hari dalam setiap harinya dan pada saat “nyineb” akhir piodalan. Pada saat-saat itu, pasti ada penyajian tari-tarian yang terkait dengan barong yang disungsung masyarakat Hindu di Bali itu. Pada saat pujawali, Ida Sesuwunan berwujud barong melaksanakan kebeji. Pada malam hari, barong dari berbagai daerah itu ngaturang sesolahan (menyajikan tari barong). Saat “nyineb” akhir pujawali disajikan tari barong lengkap dengan cerita calonarang.

Baca Juga:  Pentas di Ajang PKB, Tari ‘Janger Maborbor’ Banjar Bukti Bangli Simbol ‘Melebur Mala’

Pura Natar Sari memiliki pelawatan Ida Batara sejenis wayang wong yang memakai figur dan topeng wayang, seperti Rahwana, Hanoman, Sugriwa, Anila dan dua punakawan Sangut dan Delem. Figur-figur pelawatan itu berjumlah sembilan. Dalam Purana Pura Luhur Natar Sari yang ditulis K. Sudarsana dan I Wayan Widarsana, S.Sos. disebutkan, tapakan berjumlah sembilan itu disebut Nawa Sangga atau Gunung Sia adalah perwujudan, manifestasi Tuhan dalam bentuk Dewata Nawa Sangga yang disimbolkan dengan tokoh pewayangan.

Nunas Pasupati
Pelawatan Ida Bhatara Pura Natar Sari dalam prosesi kebeji.

Anoman, warnanya putih merupakan perlambang Dewa Iswara bersenjata bajra, Anggada, warnanya dadu merupakan perwujudan Sang Hyang Maheswara, Singajnana warnanya merah lambang Dewa Brahma, Sugriwa warnanya jingga perlambang Dewa Rudra, Sangut atau Ratu Ngurah Ketut warnanya kuning perlambang Dewa Mahadewa, Anila warnanya hijau perlambang Dewa Sangkara, Delem atau Ratu Ngurah Made warnanya kehitam-hitaman perwujudan Dewa Wisnu, Sempati warnanya abu-abu perlambang Dewa Sambu dan Rahwana atau Ratu Ngurah Sakti Ngawa Rat dengan warna mancawarna perwujudan Dewa Siwa.

Berdasarkan sumber setempat, pewayangan Ida Batara tersebut merupakan manifestasi Sang Hyang Siwa Pasupati, Tuhan Yang Mahakuasa. Di pura yang satu areal dengan Pura Puseh Desa Adat Apuan dan Jelantik ini terdapat sejumlah pelinggih. Pelinggih yang digunakan untuk memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widi Wasa adalah Padmasana (Padma Lingga). Padmasana tinggi besar itu berdiri menghadap ke selatan, berdampingan dengan Padma Tiga dan Gedong Simpen. Di atas Padmasana ditempatkan sebuah batu hitam berisi “kara tala” (tapak tangan).

Di utamaning mandala pura juga terdapat pelinggih Padma Tiga, pesimpangan Pura Dalem Peed, pesimpangan Pura Batu Bolong, Pesimpangan Pura Pucak Padang Dawa, Pura Ulun Danu, Pesimpangan Pura Jati dan sebagainya. Pelingih lainnya berupa Papelik, Gedong Simpen, Bale Pawedan, Bale Pemayasan, Meru Tumpang Tiga, Panglurah, dan sejumlah Bale Paruman.

Pura Luhur Natar Sari memiliki keterkaitan dengan Pura Pucak Padang Dawa (juga di wilayah Kecamatan Baturiti). Pura Pucak Padang Dawa merupakan payogan Ida Batara yang distanakan di Pura Luhur Natar Sari. Atau, Pura Natar Sari merupakan penataran dari Pura Pucak Padang Dawa. Hal itu dikuatkan oleh uger-uger atau bukti-bukti di antaranya, jika tapakan Ida Batara Pura Natar Sari akan melancaran, lunga, ngunya (datang) ke jaba kuta, pertama-tama mesti makolem — napak pertiwi, mayasa di payogan Ida Batara di Pura Luhur Pucak Padang Dawa.

Baca Juga:  Raih Sertifikat KIK, Permainan “Megandu” Milik Desa Adat Ole

Bukti lainnya, pemangku Pura Penataran Agung Pucak Padang Dawa dan pemangku Pura Dalem Purwa Pucak Padang Dawa berasal dari Apuan. Apit lawang pada kebanyakan pura di Bali berupa pelinggih, namun di Pura Pucak Padang Dawa berupa manusia hidup yang berasal dari Desa Apuan — yang pratisentana-nya masih ada sampai sekarang.

Nunas Pasupati
Paruman’ Barong, kehadiran barong di. Pura Kahyangan Jagat Luhur Natar Sari Apuan.

Bukti lainnya, pada saat pujawali ageng di Pura Luhur Natar Sari, wajib ngunggahang banten (upakara) di Pura Penataran Agung Pucak Padang Dawa. Selain memiliki keterkaitan dengan Pura Pucak Padang Dawa, Pura Luhur Natar Sari juga terkait dengan Pura-pura lain, seperti Pura Pucak Peninjauan di Banjar Tampakkarang Apuan, Pura Bakungan di Banjar Uma Poh, Desa Bangli-Baturiti, Pura Pucak Sari Nadi-Baturiti, Pura Batu Lumbang di Desa Sandan-Baturiti, Pura Bukit Sari Baturiti, Pura Gunung Lebah di Banjar Tegeh-Angseri, Pura Paruman di Belayu-Marga, Pura Puser Tasik-Marga, Pura Batu Bolong Canggu-Badung, Pura Pucak Sangkur di Candi Kuning, dan Pura Dalem Peed-Klungkung.

Pura Natar Sari terkait pula dengan Pura Pucak Anyar–Pesimpangan Pura Pucak Pengungangan-Baturiti, Pura Taman Sari di Banjar Apit Yeh-Baturiti, Pura Jemeng di Banjar Pinge-Marga, Pura Purusadha (Pura Sada) Kapal-Badung, Pura Bukit Gede Poyan Luwus-Baturiti, Pura Panti Apuan, Pura Bencuing-Kukub-Perean, Pura Pucak Tinggan-Angseri Tabanan, Pura Penataran di Banjar Sandan-Baturiti, Pura Taman Ayun-Mengwi Badung, Pura Tri Kahyangan Desa Adat Apuan-Jelantik Baturiti Tabanan, Pura Bukit Sari Apuan Tabanan, Pura Puseh Desa Adat Tua-Marga Tabanan, Pura Pucak Rinjani-Baturiti Tabanan, Pura Jati, Batur, Kintamani-Bangli, Pura Campuan Ubud-Gianyar, Pura Kekeran Manik Gunung, Pura Katik Lantang Ubud Gianyar, dan Pura Puseh Gelagah-Marga Tabanan.

Sumber itu menambahkan, pada tahun 2004, di Pura ini sempat digelar Karya Agung Mamungkah lan Ngenteg Linggih mengambil tingkatan utamaning utama. Pujawali di Kahyangan Jagat yang bertepatan dengan rerahinan Tumpek Krulut ini, selalu ngerawuhin barong dalam jumlah yang banyak. Pada pujawali Sabtu (8 maret 2008) lalu, 27 tapakan barong yang menjadi sungsungan ribuan umat Hindu di lima kabupaten — Tabanan, Gianyar, Badung, Bangli dan Jembrana hadir mengikuti prosesi upacara yang dalam bahasa umat setempat disebut katuran.

Baca Juga:  Pura Ulun Danu Beratan, Memuja Tuhan Sebagai Pencipta dan Penjaga Sumber Mata Air

Dalam prosesi katuran, seluruh Tapakan Ratu Gede napak pertiwi. Sesuhunan di Pura Luhur Natar Sari, Ida Batara Nawa Sanga dan semua Tapakan Ratu Gede diturunkan dari Bale Paruman, Bale Tiang Sanga dan Bale Pemayasan guna napak pertiwi. Para penyungsung mundut Ida Batara selama upacara katuran yang berlangsung sekitar dua jam. Para pamedek saling bergantian mundut Ida Batara, menambah eratnya upakara penyamabrayan (rasa persaudaraan). Para pemangku dari berbagai desa pakraman bahu-membahu ngaturang ayah. Mereka mengantarkan umat ngaturang bakti ke hadapan Hyang Widi, guna memohon kerahayuan jagat.

Setelah katuran selesai Ida Tapakan Ratu Gede kembali distanakan di Bale Paruman. Beberapa di antaranya lalu dipentaskan (masolah). Para pamedek sama-sama menyaksikan pergelaran tari wali tersebut. Prosesi ritual seperti itu sesungguhnya berdimensi religius sekaligus sosial-budaya. Artinya, masyarakat Hindu dari berbagai daerah selain terlibat dalam proses ritual dalam rangka memohon kerahayuan jagat, juga menyatu dalam kebersamaan, mempererat tali kekerabatan, berinteraksi membangun kesadaran beragama dan melestarikan budaya. [B/*]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post