Penyuluh Bahasa Bali Menemukan Kalender Kuno di Gryia Rai Kaba-Kaba
Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Tabanan menemukan “Tika”, kalender tradisional kuno di Griya Rai, Banjar Pilisan, Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali. Tika umumnya terbuat dari kayu digunakan oleh umat Hindu di Bali.
Saat itu, Penyuluh Bahasa Bali merupakan partner dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali melakukan konservasi lontar pada, Selasa 6 Pebruari 2024. Lontar itu dibersihkan kemudian dikonservasi, sehingga bisa dibaca kembali.
Kalender kuno itu untuk melihat hari, rerahinan dan menentukan dewasa ayu atau mencari hari baik. Kalender kuno atau perhitungan astronomi Bali di Griya Rai KabakKaba ini terbuat dari kertas ulantaga atau kertas dari serat kayu.
“Selain menemukan Tika, Penyuluh Bahasa Bali berhasil juga berhasil melakukan konservasi sebanyak 34 lontar dari sebanyak 49 cakep lontar yang ada. Sisanya, lagi 15 cakep lontar tidak bisa teridentifikasi,” kata Koordinator Penyuluh Bahasa Bali KabupatenTabanan I Nyoman Budi Partawan, S.Pd.
Sebanyak 15 lontar yang tidak dapat teridentifikasi itu, karena dalam keadaan sudah rusak, termakan ngengat dan tikus. Satu lontar dengan lontar lainnya, terkadang tidak nyambung, sehingga susah melakukan identifikasi.
Pemilik lontar, Drs. Ida Bagus Ketut Yusalana ini selaku memiliki berbagai jenis lontar yang merupakan warisan leluhurnya sejak jaman dulu. Lontar-lontar tersebut, memang telah dirawat, terbukti dengan adanya tempat penyimpanan lontar yang cukup rapi.
Penyuluh Bahasa Bali yang telah melakukan identifikasi itu berhasil mencatat jenis-jenis lontar yang ada, meliputi lontar jenis usada, tutur, puja Weda, sastra, tenung wariga, kekawin dan tatwa.
Melihat dari tampilannya, lontar-lontar tersebut memang sudah tua, bahkan ada yang lontar berangka tahun 1937. “Syukurnya, lontar yang merupakan warisan leluhur selalu dirawat untuk menjaga kelestariannya,” imbuh Budi Partawan.
Ida Bagus Ketut Yusalana mengatakan, lontar-lontar miliknya biasa dibersihkan secara rutin sebelum Hari Raya Saraswati. Berbagai jenis lontar itu “katedunang” (dikeluarkan) untuk dibersihkan, selanjutnya diupacarai.
Lontar-lontar itu sebagai sumber ilmu pengetahuan, sehingga dalam upacara tersebut memuja Ida Sang Hyang Aji Saraswati. “Kami memang selalu merawat lontar-lontar yang diwariaskan oleh para leluhur kami, juga membacanya,” ungkapnya.
Ida Bagus Ketut Yusalana memang biasa membaca lontar-lontar yang ada. Itu karena didukung dengan lingkungan Griya yang mana masih eksis dalam melayani masyarakat di sekitarnya, sehingga menjadi terbiasa dalam membaca lontar.
“Kami akan berupaya membaca dan memahami isi dari teks lontar druen (milik) griya ini. Kami juga akan berusaha menciptakan generasi-generasi yang mempu membaca lontar, sehingga lontar warisan leluhur kami tetap ajeg dan lestari untuk selamanya,” harapnya. [B/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali