Koster: Orang Bali, Harusnya Bangga Mempunyai Aksara Bali

 Koster: Orang Bali, Harusnya Bangga Mempunyai Aksara Bali

Seminar Bulan Bahasa Bali VII bertajuk “Aksara Bali ring Dunia Digital: Font Aksara Bali Panglimbak miwah Pawigunan ring Makudang-kudang Platform Media”/Foto: darma

Masyarakat Bali mesti bersyukur memiliki warisan berupa aksara sendiri. Tidak semua bangsa di dunia memiliki warisan aksara sebagai sebuah identitas unik. Hal tersebut menandakan peradaban orang Bali terbilang tinggi karena mampu mewariskan budaya berupa aksara.

“Kalau kita sudah diberikan, bikin tidak bisa, menggunakan juga tidak bisa, itu kebangetan, dosa kepada leluhur. Harusnya kita bangga punya aksara Bali,” kata Gubernur Bali terpilih periode 2025-2030, Wayan Koster saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Bulan Bahasa Bali VII di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Sabtu 15 Pebruari 2025.

Setelah kembali dilantik menjadi gubernur pada 20 Februari 2025 nanti, Koster mengaku akan tancap gas. Salah satu gebrakannya, mewajibkan seluruh produk industri maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang beredar menggunakan aksara Bali dalam nama produk di kemasannya.

Penggunaan aksara Bali dalam kemasan produk sudah dilakukan oleh produsen arak Bali. Saat memimpin Bali kembali, Koster akan segera mengeluarkan regulasi berupa peraturan gubernur atau surat edaran yang mewajibkan produsen menyertakan aksara Bali dalam nama jenama yang ditampilkan dalam kemasan.

Baca Juga:  Bulan Bahasa Bali Ke-6 Angkat Tema “Jana Kerthi Dharma Sadhu Nuraga”

Koster menegaskan komitmen menjaga dan melestarikan bahasa, aksara, dan sastra Bali sangat penting untuk dilakukan. Aksara Bali merupakan salah satu unsur kebudayaan dan identitas utama yang dimiliki masyarakat Bali.

“Kalau ada standar nasional kita di Bali bikin saja standar di Bali. Nanti akan dipikirkan lembaga untuk (melakukan) sertifikasi,” jelas politikus asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng.

Satu kekhawatiran dalam dirinya saat ini, yakni merosotnya pertumbuhan jumlah penduduk asli Bali. Nama orang Bali Nyoman (anak ketiga) dan Ketut (anak keempat) sudah semakin langka ditemui saat ini. Menurunnya jumlah populasi Bali akan mengancam keberlangsungan budaya Bali yang tentu saja pengusung utamanya adalah orang Bali itu sendiri.

Koster mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali tidak akan tinggal diam melihat tren yang terjadi di hampir seluruh dunia ini. “Saya sudah membuat tim perumus untuk memberikan insentif kepada Nyoman dan Ketut,” janji Koster.

Seminar Bulan Bahasa Bali VII bertajuk “Aksara Bali ring Dunia Digital: Font Aksara Bali Panglimbak miwah Pawigunan ring Makudang-kudang Platform Media” itu menghadirkan dua narasumber yang berperan besar dalam digitalisasi aksara Bali.

Baca Juga:  UHA Gelar Ubud Chef Competition Gunakan Unsur Tradisional Tingkatkan Potensi SDM

Narasumber itu adalah Dipl Ing I Made Suatjana dikenal sebagai tokoh yang mengembangkan aplikasi font aksara Bali Simbar. Melalui font aksara Bali Simbar, masyarakat Bali dan dunia secara umum dapat menulis aksara Bali secara digital.

“Aksara Bali dalam perjalanannya selalu bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Setelah ditulis dalam lembar daun lontar, tembaga, kini aksara Bali telah mampu muncul di layar-layar computer,” papar penerima Anugerah Bali Kerthi Nugraha Mahotama ini.

Berkat kerja keras Suatjana yang jatuh bangun mengembangkan font aksara Bali Simbar, generasi muda Bali kini dapat dengan mudah menerjemahkan aksara latin menjadi aksara Bali dan sebaliknya.

Sementara itu Cokorda Rai Adi Paramartha, PhD dikenal sebagai akademisi yang berperan besar mengembangkan keyboard aksara Bali. Dengan penemuan ini aksara Bali dapat melangkah lebih jauh lagi di kancah global.

Menurut mantan atlet basket profesional ini, database terkait aksara Bali di dunia maya (internet) saat ini semakin mudah ditemui dengan adanya konten-konten yang dibuat menggunakan keyboard aksara Bali.

Baca Juga:  Ratusan Cakepan Lontar di Bumi Makepung Dirawat dan Dikonservasi

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha dalam laporannya mengatakan bahasa, aksara, dan sastra Bali memang harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Digitalisasi aksara Bali merupakan salah satu cara agar aksara Bali tidak ditinggalkan generasi muda Bali.

“Kebudayaan perlu dikembangkan dengan teknologi yang dekat dengan generasi muda. Teknologi dan industri kreatif perkembangannya sangat pesat saat ini,” ujar Mantan Rektor ISI Denpasar.

Arya Sugiartha mengungkapkan, masyarakat Bali patut berbangga karena saat ini aksara Bali menjadi satu-satunya aksara daerah di Nusantara yang berhasil ditetapkan sebagai ‘nama domain tingkat dua’. Dengan pencapaian itu penamaan nama website atau email kini bisa menggunakan aksara Bali. [BB/darma]

Related post