Festival Air Suwat, “Siat Yeh” Bentuk Penyucian “Sekala Niskala”

 Festival Air Suwat, “Siat Yeh” Bentuk Penyucian “Sekala Niskala”

Aktivitas “Siat Yeh” (Perang Air) di Desa Suwat, Kabupaten Gianyar menjadi atraksi budaya yang sangat menarik. Senang, gembira dan suka cita, tak hanya dirasakan oleh para pemain yang sedang berperang air, tetapi juga dirasakan oleh para penonton yang sedang menyaksikan kearipan local yang mulai digalakan oleh masyarakat setempat ini. Setelah pada tahun 2021 lalu pelaksanaan Siat Yeh digelar terbatas akibat pandemi Covid-19, maka pada Sabtu 1 Januari 2022 ini, pelaksanaan Siat Yeh dilaksanakan dengan melibatkan ratusan warga. Namun, tetap dibarengi dengan penerapan Protokol Kesehatan (Prokes).

Siat Yeh menjadi yang pertama kali digelar sejak pandemic mulai melanda Bali dan Indoensia, pada 2020 lalu. Pada pelaksanaan tahun ini, boleh dibilang sangat special, sebab bertepatan dengan Hari Raya Siwaratri merupakan momen bagi umat Hindu di Bali berkontemplasi, merenungi laku diri untuk menapak langkah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Maka itu, Siat Yeh dengan tema “Bangkit Bersama Air” menjadi momentum untuk bangkit dari pandemi yang telah melanda hampir dua tahun lamanya. Siat Yeh dipusatkan di Catus Pata, perempatan desa setempat dengan tujuan untuk penyucian secara sekala (alam nyata) dan niskala (alam tak nyata).

Setelah jarum jam menunjukan pukul 14.00 Wita, dan setelah Kulkul desa dibunyikan, warga Desa Suwat mulai berdatangan menuju Catus Pata. Mereka berkumpul di perempatan desa, lalu siap-spa melaksankan persembahyangan. Ratusan warga yang hadir mengikuti prosesi ritual yang dipimpin sejumlah Jro Mangku. Warga itu yang dating tak hanya orang dewasa, tetapi juga ada anak-anak dan remaja yang penuh semangat. Mereka lalu duduk tersebar di empat penjuru arah mata angin. Busananya sangat sederhana, artinya tidak sama, namun tetap menggunakan busana ada madya yang rapi.

Baca Juga:  Kreasi Seniman Muda dalam Lomba Baleganjur Bertema Kepahlawanan di Kota Denpasar

Siat Yeh

Setelah prosesi persembahyangan usai, warga yang hadir lalu mempersiapkan diri untuk berperang air. Siat Yeh lalu dimulai diiringi gamelan tradisonal yang memberi semangat begitu kuat. Satu sama lain kemudian saling menyiram lawan seolah-olah sedang “berperang” menggunakan air. Guyuran air, terdengar di antara hiruk gamelan yang suaranya saling tindi, kemudian selaras mengikuti suasana perang. Saling gayung warna-warni bak pelangi seakan menyiratkan, walau ada berbeda pandangan dalam berbagai hal, namun kebersamaan akan selalu ada untuk membangun desa. Dalam perang ini tidak ada yang kalah ataupun menang, semuanya gembira ria.

Siat Yeh diawal tahun baru 2022 ini menjadi acara penutup dalam rangkain Festival Air Suwat 2021. Krama, warga Desa Adat Suwat kembali menggelar Festival Air Suwat (FAS) yang dijadikan momentum untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. FAS ke-7 dibuka mulai 28 Desember 2021 dengan agenda perang lumpur, tanggal 30 Desember 2021 dengan kegiatan Mendak Tirta dan Siat Yeh di awal tahun baru menjadi acara penutup dalam rangkaian Festival Air Suwat 2021.

FAS tahun ini benar-benar dimaknai sebagai momentum bangkitnya Bali setelah nyaris dua tahun bumi dilanda pandemi. Kegiatan budaya ini diharapkan mampu mendorong pulihnya pariwisata, sehingga akyivitas kembali seperti sediakala. “Kami mengangkat spirit sebagai festival. Sudah saatnya kita keluar dari kungkungan dan ketakutan berlebihan, namun tanpa mengabaikan kewaspadaan,” ujar Bendesa Adat Suwat, Ngakan Putu Sudibya.

Festival ke-7 ini juga bertujuan sebagai momentum membangun Visi Desa Adat 2024 menuju destinasi wisata air. Sejumlah tahapan sudah dilalui, baik dari perencanaan, penataan, hingga terwujudnya desa yang memiliki objek wisata. Sejatinya setiap desa adat pasti memiliki potensi yang bisa digali, karena ada peluang besar yang belum tergarap secara maksimal. Bila masing-masing desa mampu menggarap sektor tersebut, maka akan ada pemerataan pariwisata untuk kesejahteraan bersama. “Sejatinya desa adat saling punya potensi. Ini peluang besar namun belum tergarap. Kalau mampu digarap maka, saya yakin kita bisa mandiri secara ekonomi,” ujar pria enerjik ini.

Baca Juga:  Kalimosada: Usadha Bali Pinaka Panepas Pangradban Kaliyuga

Desa Suwat sudah memiliki objek wisata Suwat Waterfall, wisata spiritual penglukatan Siwa Melahangge. Bahkan, kedepannya, akan ada rencana merealisasikan semua potensi itu untuk membangun kemandirian ekonomi desa. Desa Adat Suwat berusaha membangun kekuatan ekonomi berbasis desa adat. “Kami telah membuat usaha yang berkaitan dengan air. Pertama Suwat Waterfall dan kedua pengelukan Siwa Melahangge. Kemudian kami mengarah ke usaha kuliner. Kami berharap bisa kami wujudkan dan tentu atas dukungan semua,” harap pria yang juga penulis itu. [B/*]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post