Tari Trunajaya Karang Kubu “Khas Lombok” Sudah Lama Terkubur di Bali

 Tari Trunajaya Karang Kubu “Khas Lombok” Sudah Lama Terkubur di Bali

Pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 dikejutkan dengan penampilan Tari Trunajaya yang disajikan Duta Kesenian Nusa Tenggara Barat (NTB) di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Jumat 8 Juli 2022 malam lalu. Bukan karena ada yang salah, tetapi beberapa motif gerak dan komposisinya berbeda dari Tari Trunajaya yang ada di Bali. Enerjik dan penuh ekspresif. Beberapa motif gertaknya mungkin ada yang sama, tetapi gaya pengungkapannya memang beda, dan sangat khas. Itulah Tari Trunajaya Karang Kubu khas Lombok yang sudah tak pernah ditarikan di Bali.

Tari Trunajaya Karang Kubu itu disajikan oleh Sanggar Karawitan dan Tari Darma Gita Shanti mewakili duta kesenian Provinsi NTB. Tari Trunajaya sebagai salah satu tari kekebyaran yang merepresentasikan gerak-gerak seorang pemuda yang menginjak dewasa, sangat energik, dinamis, serta memikat. Sayangnya, Tari Trunajaya Karang Kubu itu sudah tidak pernah lagi ditarikan di Bali. “Kami ingin menampilkan yang khas, tidak yang biasa-biasa saja. Tari yang sudah lama terkubur, kami bangkitkan kembali,” kata pembina Sanggar Karawitan dan Tari Darma Gita Shanti, I Gede Yudarta.

Tari Trunajaya Karang Kubu, terakhir dibawakan oleh Sekaa Gong Pangkung, Tabanan, Bali ketika dipentaskan tahun 1962 di Los Angeles. Masyarakat di NTB mengatakan Tari Trunajaya khas Lombok ini berasal dari Bali, namun dilestarikan di Lombok. Tari Trunajaya Karang Kubu dikembangkan di wilayah Karang Kubu oleh I Likes (dari Bali) pada tahun 1960-an dan sempat mengalami kevakuman dalam kurun waktu yang lama. “Tahu-tahunya sudah ada di Lombok pada tahun 1960-an dikembangkan di daerah Karang Kubu. Tetapi di Bali, tarian ini sudah tidak dibawakan lagi,” ujar dosen Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu.

Baca Juga:  Ekspresi "Peed Aya" di DTW Air Terjun Kantolampo Gianyar

Pada 2012 di bawah bimbingan seniman tari Ni Kadek Wirthi dan Mangku Made Musti (karawitan), tarian tersebut berhasil direkonstruksi oleh mahasiswa ISI Denpasar ketika melaksanakan kuliah kerja nyata di Kota Mataram. “Saya merasa bangga bisa membawakan tari Trunajaya hasil rekonstruksi tersebut. Saya senang bisa belajar kembali tari Bali, mengenai pengetahuannya, geraknya, pakem-pakemnya,” ujar penari Tari Trunajaya Karang Kubu, I Dewa Putu Kresna Ariawan.

Untuk tampil di PKB, Dewa Kresna yang juga merupakan alumnus ISI Denpasar ini berlatih selama tiga bulan, mulai dari mempelajari gerak tari hingga memadukan dengan para penabuh. Selain membawakan Tari Trunajaya Karang Kubu, dengan didukung 8 penari dan 33 penabuh, duta kesenian dari Lingkungan Tohpati, Kelurahan Cakranegara, Provinsi NTB itu juga membawakan tari Gadung Kasturi. Tari ini merupakan salah satu tari kreasi baru yang diciptakan tahun 2003 oleh seniman Bali Suasthi Widjaja Bandem. Tari yang dibawakan oleh penari wanita itu mengekspresikan keindahan perasaannya lewat taburan gerak-gerak tari yang gemulai dan ekspresif.

Duta Kesenian NTB ini juga metampilkan Tari Kebyar Duduk, ciptaan I Ketut Mario asal Tabanan, Bali. Tari ini menggambarkan kemahiran seorang pemuda yang menari dengan lincahnya dengan posisi duduk mengikuti irama gamelan. Selanjutnya menyajikan tabuh kreasi pepanggulan berjudul Segara Anak. Segara anak adalah danau berada di kawah Gunung Rinjani, NTB yang sesuai deengan tema PKB ke-44.

Nama Segara Anak memiliki arti “anak laut” dalam bahasa Sasak. Danau tersebut terdapat dua sumber mata air panas yaitu Aik Kalak dan Goa Susu. Sumber air panas ini yang dipercayai mampu mengobati berbagai penyakit kulit. Selain mampu sebagai pengobatan penyakit kulit, banyak pula kegunaan air panas yang sudah dipercayai sebagai sarana upacara oleh masyarakat setempat. Fenomena di atas menjadi salah satu sumber inspirasi yang akan diaktualisasikan menjadi sebuah wujud karya seni tabuh kreasi pepanggulan Segara Anak. [B/*]

Related post