Tari Legong Kuntul dan Legong Tri Sakti Persembahan Sekaa Legong Pemalukan
Meski Sekaa Semara Pegulingan “Dharma Winangun” tergolong masih muda, karena terbentuk pada 2017, namun ketika tampil selalu totalitas. Lihat saja, penampilan mereka pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44, sekaa Semara Pegulingan yang didukung anak-anak muda ini sungguh menganggumkan. Mereka menyajikan empat seni pelegongan, dua karya karawitan dan dua tarian. Penabuh-penabu dari kalangan generasi muda ini tampil elegan dengan teknik permainan yang tinggi berhasil memukau pnonton yang memadati Kalangan Ayodya, Taman Budaya, Selasa 5 Juli 2022.
Saat itu, seniman-seniman muda ini tampil cekatan memainkan bilah-bilah gamelan Saih Pitu (daun tujuh). Mereka membuka pementasan dengan garapan Tabuh Sumambang Bali, merupakan tabuh klasik yang berawal dari gending pegambuhan yang kemudian ditransfer ke dalam Semara Pegulingan. Speksifikasi tabuh ini sebagai tabuh petegak atau bersifat instrumentalis, karena itu jajar pageh komposisinya tidak jauh beda dengan gending-gending Semara Pegulingan lainnya.
Tari Legong Kuntul menjadi persembahan berikutnya. Tari ini menggambarkan karakteristik keanggunan sekelompok burung bangau atau kokokan putih yang melakukan kebiasaan sehari-hari dalam bercengkrama mencari makan, terbang dengan formasi yang begitu indah. Lalu, menyajikan sebuah tabuh kreasi berjudul “Membah”. Tabuh ini disajikan secara apik, dengan mengambil inspirasi Air yang mengalir “Membah”. Air mengalir itu diolah dengan nada dimbumbui melodi lalu disesuaikan dengan komposisi karawitan serta memanfaatkan seluruh unsur musikalitas, sehingga menjadi susunan nada yang harmonis.
Sekaa Semara Pegulingan Dharma Winangun Banjar Pemalukan, Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara, Duta Kota Denpasar itu lalu memungkasi penampilannya dengan Tari Legong Tri Sakti yang mreatif. Tari Legong Tri Sakti dicetuskan oleh Ibu Bintang Puspayoga dengan pencipta tari I Nyoman Suarsa. Tarian ini menggambarkan tentang pemahaman Agama Hindu terkait dengan Tri Sakti Brahma, Wisnu dan Siwa. Ditarikan oleh 3 orang penari putri dengan mengenakan warna kostum, gelungan dan kipas yang berbeda, yakni merah melambangkan Brahma, putih melambangkan Siwa dan warna hitam melambangkan Wisnu.
Suguhan perdananya itu memang dipersiapkan dengan serius dan matang. Panggung ditata dengan posisi barungan gamelan berlevel. Di bberapa titik, lalu dipasangi patung tarian ikonik berupa sosok penari legong. Di sisi kanan dan kiri panggung dibuat suasana yang sangat cantik. “Kami sangat bangga dan senang mendapat kesempatan tampil dalam ajang PKB tahun ini mewakili duta Kota Denpasar. Kami ingin tampil menghibur, dan tak ingin unjuk kebolehan hanya sekadarnya. Kami berusaha tampil totalitas menciptakan suasana berbeda dengan menata Kalangan Ayodya ini sedemikian rupa,” ujar pembina sekaa, I Made Suwendra. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali