Kembara Seni I Wayan Dibia dari Tradisi ke Kontemporer “Tribute to Maestro”

 Kembara Seni I Wayan Dibia dari Tradisi ke Kontemporer “Tribute to Maestro”

Karya-karya tari ini tergolong lama, tetapi masih relepan dengan kondisi di masa sekarang. Terutama pesan-pesan yang disampaikan sangat pas dengan fenomena yang terjadi belakangan ini. Itulah Adilango (pergelaran) bertajuk “Kembara Seni I Wayan Dibia dari Tradisi ke Kontemporer “Tribute to Maestro” pada perhelatan Festival Seni bali jani (FSBJ) IV di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis 20 Oktober 2022. Karya tari kontemporer itu, bukan dipergelarkan dalam bentuk karya tari saja, tetapi dipadu dengan audio visual, sehingga lebih lengkap dan lebih mudah untuk dimengerti oleh penonton.

Saat itu, I Wayan Dibia yang didukung Sanggar Geoks mengawali dengan penyajian garapan “Setan Bercanda”. Tari ini mengisahkan sekelompok setan yang menari-nari kegirangan sambil bercanda di tengah kegelapan malam. Tari kelompok dengan lima orang penari itu diciptakan pada 1978 dan pernah disiarkan secara nasional oleh TVRI Denpasar dalam acara Taman Bhineka Tunggal Ika, 6 November 1978.

Kemudian karya Dwi Rupa “Two Spirit” yang merupakan garapan modern berbasis tari Bali. Dwi rupa dapat dimaknai sebagai dua sosok ‘manusa’ (manusia) dan ‘denawa’ (setan), kebaikan dan keburukan yang bersemayam dalam diri setiap manusia. Tari ini diciptakan pada 1980 di Martha Graham Studio, New York (USA) dalam acara persiapan I Wayan Dibia setelah hampir empat bulan mengambil kelas tari modern dari Martha Graham di studio itu.

Lalu, karya “Kendang Sangkep”, (pertemuan kendang), merupakan karya seni yang memadukan seni karawitan (permainan kendang) dan seni tari. Karya ini menggambarkan pertemuan masyarakat yang diwujudkan dengan 9 buah kendang di Bali, mulai dari kendang gong gede, gong kebyar, arja hingga kendang angklung ditambah satu kendang robek dalam suasana damai dan harmonis. Pertemuan ini kemudian dikacaukan oleh seseorang yang tidak tahu aturan dan tata krama yang diwujudkan dengan kendang robek. Karya ini diciptakan pada 1982 pada hari ulang tahun II Sanggar Waturenggong.

Baca Juga:  Cara Memperkenalkan Gender Wayang Style Tunjuk

Tribute to Maestro

Pergelaran Kembara Seni I Wayan Dibia dari Tradisi ke Kontemporer “Tribute to Maestro” pada FSBJ IV

Tangan-tangan “The Hand”, karya ini merupakan garapan tari modern berbasis Bali bergaya minimalis. Bentuk garapan kelopomok yang dibawakan oleh penari wanita. Tari ini menyajikan gerak-gerak tangan dalam tari Bali, yang mendapat inspirasi dari adanya hantu malam berupa tangan-tangan yang melayang layang di tengah kegelapan. Karya ini diciptakan pada 1984 di Departemen Tari University of California Los Angeles sebagai bagian dari karya tugas akhir untuk memperoleh gelar Master of Art dibidang tari.

Selanjutnya “Lontang Lantung”, karya tari ini melambangkan kehidupan rakyat kecil di ruang sempit dan terhimpit, diantara bangunan pencakar langit. Mereka tinggal berpindah-pindah bertualang dan menggelandang, lontang lantung. Tari ini diciptakan pada 1987 dibawakan oleh dua penari dan diiringi puisi berilustrasi biola.

Teater tari “The Cry of Sita”, merupakan visualisasi dari puisi-puisi dalam buku Pengakuan dan Kesaksian Hanuman buah karya I Wayan Dibia. Garapan ini memadukan tari Bali dengan Odisi (India) yang didukung dengan permainan wayang dan pembacaan puisi. Garapan ini menggambarkan kesedihan Dewi Sita yang mendalam di Taman Angsoka, Alengka, sambil menanti pembebasan dirinya oleh Sri Rama. Tiba tiba ia dikejutkan jatuhnya 10 buah kepala Rahwana sebagai tanda kematian Prabu Dasamuka. Tak lama kemudian Hanuman datang menjemput Dewi Sita untuk dipertemukan dengan Sri Rama. Karya ini diciptakan pada 2021 dalam rangka hari jadi ke-17 Geria Olah Kreativitas Seni (Geoks) Singapadu.

Pergelaran ini kemudian dipungkasi “Body Tjak” karya yang menampilkan beberapa bagian dari karya body tjak yang diciptakan pada 1990 di Oakland-California melalui sebuah kolaborasi antara I Wayan Dibia (Bali Indonesia) dengan Keith Terry (California-USA). Body Tjak merupakan pertemuan dan perpaduan antara unsur budaya barat (body musik) dengan budaya timur (kecak).

Baca Juga:  Merayakan Earth Hour dengan Melukis Menyala dalam Gelap

Tribute to Maestro

Pergelaran Kembara Seni I Wayan Dibia dari Tradisi ke Kontemporer “Tribute to Maestro” pada FSBJ IV

Dalam hajatan FSBJ IV ini, I Wayan Dibia sengaja memilih sejumlah karya-karyanya yang mengandung nilai sejarah dan pengembaraan artistik. Penyajian terhadap karya-karya ini dipadukan atau dijalin dengan tayangan video untuk menampilkan kilasan latar belakang serta proses penciptaan karya-karyanya. Dalam tayangan itu, mengutarakan secara singkat bagaimana reaksi masyarakat terhadap karya-karya tersebut. “Karya video ini sebagai benang merahnya atau penghubung, sehingga penonton itu mengetahui proses tari itu diciptakan, untuk apa tari itu diciptakan, sehingga penonton mengetahuinya,” papar Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu.

I Wayan Dibia mengatakan, karya tari kontemporer kalau ditarik benang merahnya, semua itu ada unsur tradisinya. Bahkan, sangat kental, tetapi diolah. Artinya, dalam berkesenian I Wayan Dibia tidak pernah beranjak dari tradisi, hanya cara penggarapan dan cara pandang yang berubah. “Kalau toh mengambil gaya minimalis, namun elemen yang saya olah itu tetap Bali. Artinya, ketika ingin berkontemporer, tradisi itu tak akan pernah habis-habisnya untuk digali. Dan yang terpenting, sudah mempunyai bekal yang banyak. Oleh karena itu, isi lah diri dengan kemampuan tradisi,” ajaknya.

Dengan berbekal pengetahuan dan pemahaman tari tradisi Bali, sejak tahun 1971 I Wayan Dibia sudah mulai terjun ke dalam seni kontemporer. Sendratari Ramayana, ketika ia dipercaya untuk berperan sebagai Hanuman (1969), kemudian Kecak Ramayana dimana ia juga berperan sebagai Hanuman (1971), menjadi penari Jauk (1970) di bawah asuhan I Made Jimat, dan menjadi penari barong ket (1970) di bawah asuhan I Ketut Kembur, I Wayan Dibia mendapat cukup banyak bekal gerak, suara, dan cerita untuk di olah ke dalam karya-karya modern.

Baca Juga:  ‘Bali Street Carnival’ Mempesona Delegasi World Water Forum Ke-10

Karya-karya baru yang dihasilkan pada dasarnya merupakan pemikiran, pemaknaan, pengolahan, pemaknaan ulang terhadap unsur-unsur seni tradisi Bali yang dikuasainya. Oleh sebab itu Sejak tahun 1972 sejumlah karya-karya kontemporer dengan identitas diri yang kuat telah berhasil diciptakannya. [B/*]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post