“Ngelawang” Barong Bangkung Menari, Bermain hingga Hiburan Leluhur

Citah barong bangkung….! Ketika suara itu terdengar, barong bangkung lalu memburu sumber suara itu dengan berlari sekuat tenaga. Anak-anak yang merasa mengeluarkan kata-kata itu, lalu berlari menghindar dari tangkapan barong bangkung. Anak-anak berlari sekencang-kencangnya, sesekali ngeledek agar barong bangkung terus mengejarnya. Ada yang menuju semak-semak, ada pula yang melompat tembok pagar, ada pula yang naik pohon. Merasa tak mungkin mengejarnya, barong bangkung yang ditarikan dua penari itu menari indah mengikuti irama lagu.
Begitu suasana kegiatan “Ngelawang Barong Bangkung” pada Umanis Galungan, 5 Januari 2023. Barong bangkung yang berwujud babi besar itu terus mengejar anak-anak yang memanggilnya. Bahkan, barong bangkung dan anak-anak berkejar-kejaran hingga membuat meriah suasana hari kemenangan Dhrama melawan Adharma itu. Walau demikian, tidak semua sekaa barong bangkung yang mau susah payah mengajar anak-anak yang memanggilnya. Ada pula barong yang cuek, walau dipanggil berkali-kali dengan suara kencang.
Karena itu, walau dipanggil berkali-kali penari barong bangkung yang menghibur ini hanya mendongak saja, tidak mau mengejar pemanggilnya. Maka terkesan, sekeha barong itu semata-mata mengejar target setoran, sehingga waktu betul-betul diperhitungkan. Kalau pun menari, mereka melakukan dengan durasi yang ketat yang biasanya disesuaikan dengan besar kecilnya upah (nanggap). Kalau ngupah hanya 30.000 durasinya akan lebih pendek dari yang ngupah Rp 50. 000.
Pemandangan yang sangat lucu, ketika penari barong itu anak-anak setingkat SD atau SMP, namun yang memanggilnya anak-anak setingkat SMA, maka mereka kalah cepat adu lari. Saat ini, sekaa barong yang ngelawang itu memang dari berbagai umur, sehingga membuat semarak. Maklum saja, sekitar 2.5 tahun sekaa barong bangkung tidak dapat berekspresi di jalanan karena terdampak pandemic Covid-19 juga. Saat kasus melandai dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat juga dilonggarkan, sehingga menjadi kesempatan seniman anak-anak ini beraktivitas.
Memang, saat ini tujuan ngelawang dari masing-masing sekaa tidak sama. Ada yang murni ingin melampiaskan hobi berkeseniannya, ada yang hanya ingin mendapatkan keuntungan atau memanfaatkan sebagai ajang untuk penggalian dana. Baik sebagai modal untuk mendirikan seni atau untuk membangun fasilitas umum. Ada pula yang sengaja ngelawang untuk ekonomis, sehingga sehabis ngelawang hasilnya dibagikan. “Kami membagi hasil ngelawang itu untuk bekal hari raya Galungan,” ungkap Igan, salah satu sekaa barong bangkung asal Marga, Tabanan itu.
Sekaa Barong Bangkung saat ngelawang pada Umanis Galungan, Kamis 5 Januari 2023.
Berbeda dengan suasana ngelawang di desa-desa sekitar tahun 1970 – 1980. Barong yang diiringi gamelan batel ini terus mengejar bahkan sampai jaraknya puluhan meter. Ketika mangsanya melompat tembok, barong itu hanya memamerkan gaya tarinya. Karena barong ini ditarikan oleh dua orang yang harus memiliki rasa dan ekspresi yang sama, sehingga tidak mungkin melompat tembok dalam waktu bersamaan.
Jika anak-anak memanjat pohon, barong bangkung hanya menunggui di bawah sambil menari dengan gerakan seolah-olah akan menumbangkan pohon itu. Anak diatas pohon itu bisa menjerit antara senang dan tegang, bahkan sampai terkencing saking takutnya. Tidak sedikit pula anak-anak yang mengumpat di kolong rumah. Barong bangkung, anak-anak dan masyarakat penonton betul-betul menunjukan interaksi yang kental.
Memang, sekitar tahun 1980-an sekeha barong bangkung, sebuah barong menyerupai babi besar yang ditarikan dua orang penari laki-laki ini betul-betul menari, bahkan tidak pernah memikirkan durasinya. Mereka betul-betul menghibur. Semakin antosias masyarakat menyaksikan, mereka akan menari lama. Bahkan, dalam tarian ini mereka tidak hanya menghadirkan barong bangkung, tetapi juga penari topeng dengan wajah-wajah yang unik.
Kini, ketika jaman mulai berubah suasana akrab itu seakan berkurang.
Meskipun tidak ada suasana bermain, seperti dulu, namun masyarakat tetap ngupah barong bangkung setiap datang Galungan itu. Mereka percaya dengan menampilkan barong bangkung di jaba sanggah atau di angkul-angkul rumahnya, leluhurnya akan merasa terhibur. “Saya ingin memberikan hiburan kepada pitara-pitara yang melinggih di kemulan dengan cara ngupah barong bangkung. Itu sudah biasa dilakukan,” kata Mbah Tari, salah seorang warga desa di daerah Tabanan. [B/*].

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi seni budaya di Bali