Mencari Formulasi “Uger-uger” Lomba Musikalisasi Puisi Bali di Bulan Bahasa Bali Ke-5
Musikalisasi puisi telah berkembang jauh sampai saat ini, baik secara garapan ataupun pemilihan genre musik. Namun, dalam lomba Musikalisasi Puisi kali ini kenapa harus lagi balik dibatasi, yang harus dengan akustik. Seharusnya esensi musik yang dibicarakan, bukan alatnya. Itulah sederet pertanyaan yang disampaikan Heri Windi Anggara saat menjadi peserta Kriyaloka (Workshop) Musikalisasi Puisi Bali serangkaian pelaksanaan Bulan Bahasa Bali ke-5 di Kalangan Ayodra, Taman Budaua Provinsi Bali, Jumat 3 Pebruari 2023.
Workshop yang dibuka Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali, Drs. AA Ngurah Bagawinata,MM menghadirkan Dua narasumber, yakni I Komang Darmayuda, S,Sn dan Drs. I Made Suarsa. Masing-masing narasumber memberikan pemaparan terkait dengan musik, puisi ataupun musikalisasi puisi itu sendiri. Setelah kedua narasumber memberikan pemaparan, para peserta yang merupakan masyarakat pecinta seni, utamanya dari kalangan siswa ataupun mahasiswa itu diberikan kesempatan bertanya atau memberi masukan.
Heri mengatakan, kalau umpama masih memaksakan alat akustik, justru mempersempit ruang kreativitas. Sedangkan unsur-undur akustik itu belum dimiliki, seperti gedung atau alat yang benar-benar akustik sudah rancu. Disamping itu, penonton yang memahami akustik juga belum jelas, akhirnya rancu dan tidak imbang. “Dalam kreteria, gitar akustik semi elektrik dibolehkan, tetapi bunyi piano dengan membawa keyboard tidak dibolehkan. Kalau memaksakan membawa piano, perlu dana besar, grand piano dipindah butuh disetem (tuning) ulang, dan harga grand piano mahal banget, sehingga memberatkan peserta, bukan memudahkan. Hasilnya, peserta justru sibuk mikiran alat bukan proses penciptaan itu,” sebutnya.
Sementara peserta lainnya, ada yang menanyakan aturan yang membatasi alat, cara berproses dalam mengolah puisi menjadi musikalisasi puisi, menanyakan cara merasakan puisi dalam pentas tersebut dan banyak lagi lainnya. Antosias para peserta dalam menyampaikan pendapat begitu tinggi. Hal ini, menujukan Musikalisasi Puisi dalam pelaksanaan Bulan Bahasa Bali semakin diminati.
Darmayuda yang menanggapi pertanyaan itu mengatakan, musikalisasi puisi merupakan dua perkawinan antara puisi dan musik yang ditafsirkan secara bebas, tidak ada aturan yang mengatur. Tetapi, dalam lomba ini, memakai aturan yang umum, baik ditingkat daerah dan nasional dengan menggunakam alat akustik. “Memang ada kebebasan dalam mengolah puisi menjadi musikalisasi puisi, tertapi untuk lomba nanti dibatasi dengan kreateria yang memakai alat akustik. Artinya, alat musik itu mengeluarkan suara akustik,” paparnya.
Sementara Suarsa memaparkan, musikalisasi puisi itu ada, karena adanya proses dari fine art (seni murni) kepada performing art (seni pertunjukan). Puisi itu termasuk seni murni yang tidak terikat pada ruang dan waktu. Sedangkan musikalisasi puisi itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga ada tempat untuk berproses. “Dalam musikalisasi itu, semua unsur (puisi dengan musik) penting, tetapi bagaimana cara mengolah agar seimbang dan tidak saling menggungguli,” ucapnya.
Bagawinata mengatakan, evalusiai dari Bulan Bahasa Bali sebelumnya, selalu memunculkan Wimbakara Musikalisasi Puisi. Kegiatan ini untuk menggali potensi masyarakat berkaitan dengan paduan antara musik dan puisi dengan penggunaan aksara, bahasa dan sastra Bali. “Hal ini perlu diberikan penekanan kepada masyarakat, bagaimana kita mencari bibit-bibit unggul yang berkaitan keluaran lomba Musikalisasi Puisi yang akan digelar pada tanggal 10-11 Pebruari 2023 bertempat di Gedung Ksirarnawa.ini nantinya,” sembutnya.
Melalui workshop ini, diharapkan menghasilkan kesepakatam yang betul betul menjadi rambu-rambu atau uger-uger yang dipersiapkan di dalam lomba nantinya. Dengan begitu, masyarakat betul-betul mengetahui aturan yang diberlakukan, sehingga lomba menjadi fer. “Dengan begitu, kopetensi lomba betul-betul kelihatan, dan kita tidak salah memberikan jayanti (juara) kepada mereka yang memang sudah diberikan uger-uger yang baik,” jelasnya.
Sekarang ini, antosias peserta lomba Musikalisasi Puisi cukup tinggi, dan pertanyanya betul-betul menyentuh. Dengan begitu kedepan, mereka betul-betul bisa mempersiapkan lomba ini. Apalagi sekarang lomba Musikalisasi Puisi dilaksanakan dibelakang atau setelah workshop ini. Dengan begitu masyarakat bisa mengubah keinginannya sesuai dengan uger-uger yang berlaku. “Anak-anak sekarang sudah mempersiapkan diri, sehingga masyarakat kita khususnya di Provinsi Bali ini memang betul-betul menyiapkan diri tentu dengan menggunakan aksara, bahasa dan sastra Bali yang baik dan benar,” pungkasnya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali