Anak-anak Setingkat SD “Nyurat” Aksara Bali di Bulan Bahasa Bali Ke-5

 Anak-anak Setingkat SD “Nyurat” Aksara Bali di Bulan Bahasa Bali Ke-5

Anak-anak ini patut dipuji, dan terus didorong untuk mencintai budayanya sendiri. Bagaimana tidak, anak-anak setingkat SD ini begitu lihai dalam ‘nyurat’ (menulis) Aksara Bali. Meski itu dilakukan di atas kerta, bukan di atas daun lontar, tetapi semangat mereka patut diacungi jempol. Wajah mereka tenang, tanpa beban. Satu demi satu aksara itu ditulis, hingga selesai sebelum waktunya. Aksara yang ditulis begitu indah, bentuknya juga sangat menarik, sehingga enak dan nyaman dibaca.

Lomba Nyurat Aksara Bali yang pesertanya anak-anak ini belum memakai lontar, namun menulis di atas kertas dengan menggunakan alat tulis pensil. Bentuk dan pasang aksara yang dibuat sangat menarik, dan semakin mendekati sempurna. Lomba yang durasi waktu sekitar 2 jam, namun para peserta sudah ada yang menyelesaikan di jam pertama, walau masih ada komposisi bentuk yang bisa diperbaiki. “Lomba nyurat aksara Bali ini dari segi kualitas sudah ada peningkatan. Baik dari bentuk dan pasang aksara,” kata Dewan Juri I Ketut Sudarsana.

Menurutnya, hal tersebut tak terlepas dari program pemerintah provinsi Bali yang konsisten melaksanakan bulan bahasa dengan memasukan materi nyurat aksara Bali. Kegiatan ini bertujuan untuk menjalankan kiat-kita orang Bali, terutama pengambil kebijakan untuk tetap ngajegang, melestarikan aksara Bali yang sangat berkaitan dengan pelaksanan upacara yadnya di Bali. “Semua petunjuk-petunjuk, juklak keagamaan dan adat bersumber dari ajaran Hindu yang ditulis oleh para leluhur dalam aksara Bali. Program ini mesti dilanjutkan dan berkesinambungan,” harapnya.

Jika disadari, jelas Sudarsana, semua petunjuk-petunjuk, juklak keagamaan dan adat di Bali bersumber dari ajaran Hindu yang ditulis oleh leluhur dalam bentuk aksara Bali. Karena itu, program ini mesti harus dilanjutkan dan berkesinambungan. “Semua masyarakat Bali, terutama pengambil kebijakan di desa adat, mesti meningkatkan dan memperbanyak jumlah anak-anak yang ikut serta. Bagaimana pun teorinya, agar anak-anak di desa mencintai warisan budaya leluhur ini,” harapnya bersemangat.

Baca Juga:  Menulis Aksara Bali di Ruang Public dengan “Pasang Jajar Palas”

Dengan demikian sumber-sumber ajaran kehinduan, khususnya di Bali tidak menjadi barang yang begitu usang karena tak bisa dibaca. Melalui kegiatan ini, maka kedepan ajaran Hindu yang tertuang di dalam tulisan aksara Bali, termasuk ceritera bisa dibaca dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat Hindu di Bali. Aksara ini ada di Nusantara karena sudah merupakan huruf warisan leluhur yang masih dilestarikan di Bali. Aksara itu berkaitan dengan kegiatan aktivitas sosial masyarakat Bali. “Tamu mancanegara datang ke Bali karena budaya Bali yang unik, dan didukung dengan keindahan alamnya,” ujarnya.

Karena itu, Sudarsana mengaku kagum dengan kemampuan anak-anak setingkat SD ini menulis aksara Bali. Hal ini sebagai gambaran terjadinya peningkatan dari segi kualitas dan teknik tulisan dari tahun sebelumnya. “Kendala di lapangan, anak-anak di sekolah dari factor penyajian mungkin menganggap bahasa Bali momok yang menakutkan. Sesungguhnya, ini menjadi mengasyikan karena menulis sastra Bali itu juga tergolong sebagai seniman. Teori dan tekniknya seorang penyajian, sehingga menarik,” sebutnya. [B/*]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post