Mantra Ardhana Pamerkan “Kissing The Poetry” Mengingatkan Dialog Tubuh Sangat Penting
Karya seni rupa ini tak hanya menawarkan keindahan dan kreativitas seni yang tinggi, tetapi juga memilki makna dan syarat pesan. Kesadaran pelaku seni dan masyarakat digugah kembali untuk lebih banyak melakukan kontak langsung pada objek ataupun dengan sesama. Belakangan ini, kecendrungan kesadaran atas fisik dan rialitas dikesampingkan. Artinya komunitasi, kontak langsung dengan manusia itu sangat kurang. Itu, karena menganggungkan komunikasi melalui teknologi canggih.
Menurunnya kesadaran kontak langsung itu, Mantra Ardhana seorang seniman visual, kelahiran Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, 22 Agustus 1971 menggelar pameran tunggal bertajuk “Kissing The Poetry” di Santrian Gallery Sanur. Pameran ini menampilkan sebanyak 27 karya yang digarap di tahun 2023 ini untuk mengajak kembali untuk membiasakan melakukan kontak fisik lebih banyak, dari pada berhadapan dengan layar. “Kontak fisik itu menyangkut roh. Objek akan tertangkap dengan roh dari karya itu. Saya mengingatkan dialog tubuh itu sangat penting,” kata Mantra Ardhana sebelum pembukaan pameran, Jumat 9 Juni 2023
Karya seni yang disajikan lebih banyak mengandung pesan moral dalam sekala niskala. Dalam posisi horizontal, pentingnya menjaga perbedaan, rasa benci, senang, cinta. Selanjutnya Saat menjadi vertikal, maka manusia perlu culture, karena dinamika culture itu yang menguatlan manusia sebagai mahluk sosial. Lalu, pesan moral yang disampaikan bahwa seniman itu bisa belajar dari seni yang dibua, demikian pula masyatakat bisa belajar dari seni itu sendiri. “Estetika itu berpengaruh pada fisik itu semdiri. Kita seing berdialog dengan estetika tanpa merugikan orang lain,” ungkap jebolan Fakultas Seni Rupa – Seni Murni, Institut Seni Indonesia (ISI) Jogyakarta 1999.
Sebut saja pada karya yang berjudul Secret Garden, sebagai kerinduan Mantra Ardhana dengan nilai-nilai kenakalan masa kecil. Dalam karya itu, sangat dirasakan sekali hubungan bathin yang ditunjukan pada fariabel marah, sebuah kemarahan terus-nenerus seperti setan. Karya ini menyimpan rahahasia. Artinya orang yang memiliki hubungan dekat, tidak bisa disamakan kepada orang lain. Disitu, ada pengalaman masing-masing beda, “Saya menangkap semua orang merasakan Secret Garden ini,” imbuhnya.
Mantra Ardhana melihat internet bukan hanya berfungsi sebagai media distribusi karya-karya digital, namun capaian termutakhir dari teknologi informasi yaitu; Artificial Intelligence (AI). Ia memanfaatkan hal itu yang terwujud pada satu karya new media berjudul “The Brayut”. Karya ini terinspirasi oleh cerita klasik masyarakat Bali tentang kegigihan seorang ibu bernama Men Brayut, yang melahirkan 18 anak hingga membesarkannya. Atas keteguhan, ketabahan dan kesucian hatinya, masyarakat Bali menjadikan Men Brayut sebagai ikon kebajikan dan kebijaksanaan.
The Brayut ini dipresentasikan dalam bentuk trilogi, yang materinya dibangun dari olahan digital serta AI kemudian dipersinggungkan dengan prinsip grafika dan rangkaian elektronik. Karya ini pada dasarnya berupa gambar diam (still image), namun atas saling silang medium dan disiplin ilmu tersebut terciptalah ilusi yang menggerakkan(kinetic), serta memperdalam dimensi hingga nampak bervolume (3D). “Saya harap karya ini bisa menjadi media dialog tentang warisan masa lampau, yaitu nilai serta filosofi dari sosok Men Brayut, khususnya untuk generasi muda masa kini yang hidup dalam peradaban dengan percepatan dan kecanggihan teknologi informasi,” harapnya.
Menariknya, dalam penciptaan karya, Mantra Ardhana tak terbatas pada medium konvensional (seni lukis), namun riset dan eksperimentasinya menyasar ke rana musik, elektronika, teknologi digital (audio, visual, video) beserta internet hingga yang termutakhir, yaitu Artificial Intelligence (AI). Ia memperlakukan aneka ragam medium tersebut sebagai perangkat (tools) sekaligus bahan material guna perluasan ekspresi dari gagasan. Oleh karena itu, selain lukisan, praktik seni lintas mediumnya juga mewujud pada karya digital art, sound art, song album, music score (film, tari, teater), media art performance dan new media art.
Dari sebanyak 27 karya itu, terdiri dari; oil color on canvas, watercolor on paper, dan new media. Pameran ini digelar selama satu bulan lebih atau dari tanggal 9 Juni hingga ditutup pada 31 Juli 2023. Pameran ini merupakan gelaran karya Mantra Ardhana, baik pameran tunggal, bersama, maupun art performance yang ke50. Mantra Ardhana berharap dengan pameran ini masyarakat atau publik bisa melihat karyakaryanya serta mengalaminya secara fisik, setelah dirinya vakum selama 4 tahun dengan presentasi karya secara virtual.
Seorang penulis, Miekke Susanto, mengulas “Kissing The Poetry” sebagai pengenalan, pemahaman, dan penanda terhadap “ketidaktahuan” manusia tentang banyak hal yang kerap beroposisi. Adalah sains-mitologi, spiritualitas-profanitas, seen-unseen, fisikal-virtual, nyatamaya, hitam-putih dan berbagai kenyataan yang saling bertentangan lainnya itu ibarat teks yang berkelindan di setiap individu.
Bagi seniman seperti Mantra Ardhana, teknologi digital dan internet sebagai perangkat (tools) guna memproduksi karya seni visual bukanlah hal baru. Tak bisa dihindari, tak mudah untuk memutuskan dan memilihnya. Uniknya, oposisi tersebut saling dan selalu dibutuhkan oleh manusia. “Pesan-pesan Mantra pada setiap karya padat akan problematika keseimbangan hidup manusia. Lukisan, instalasi, maupun karya-karya digitalnya menyimpan rasa penasaran yang berbasis pada konsep sekala-niskala,” ujar Miekke. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali