Kesadaran Mencintai Alam dalam “Mahasegara Pertiwi”
Ini bukan upacara atau sulap. Adegan bernafas spiritual itu merupakan bagian dari rekasadana (pergelaran) Tarian Nusantara, Kala Laku, Manastapah Jiwatman yang disajikan Sanggar Padepokan Sekar Djagad, Mutihan, Madurejo, Prambanan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sajian seni oleh Mahasiswa Jurusan Seni Tari Angkatan 2021 (SERASA) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV itu, sarat pesan tentang alam.
Ketika tampil di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali, Minggu 2 Juli 2023 itu, para penari menyajikan kesenian berbalut spiritualitas penyadaran akan harmonisasi kehidupan alam dan manusia.
Garapan berdurasi 30 menit tersebut mengangkat tema ‘Mahasegara Pertiwi’ yang dibawakan para seniman kampus ISI Yogya itu, tampil mempesona dan sukses menyedot perhatian penonton. Walau hujan deras menguyur Denpasar malam itu, penonton enggan beranjak.
Sajian pentas seni yang mengabungkan beberapa elemen budaya nusantara itu, menggaungkan Bumi Nuswantara nan indah. Semua yang dimiliki Indonesia atas kekuasaan Sang Hyang Pencipta, baik dan buruk sifat manusia adalah keseimbangan.
“Garapan ini mengambil konsep Empat Papat Kalimo Pancer, yang bermakna keharmonisan hubungan manusia dengan alam, manusia dengan manusia maupun manusia dengan Tuhan,” papar koodinator sekaligus Guru Besar Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta Prof. Dr. I Wayan Dana.
Empat Papat Kalimo Pancer intinya hubungan kebaikan keseimbangan antara manusia dengan Tuhanya, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. “Sesuai dengan tema PKB “Segara Kerthi”. Apabila manusia menhormati alam, maka alam ini bisa seimbang antara makrokosmos dan mikrokosmos, bhuana agung maupun bhuana alit. Nah, itulah inti dari garapan ini,” sebut Prof. Dana.
Sajian seni itu sungguh indah dan menginspirasi. Penggarap atau penata begitu jeli dengan menambahkan stilisasi dan distorsi, tetapi intinya empat papat kalimo pancer itu masih tampak kuat.
Apalgi, iringanya mix dengan berbagai musik, seperti musik tradisional berbau Bali, Jawa, Kalimantan dan daerah lain. Namun, garapan tersebut tetap lebih dengan warna mayoritas ke Jawa, terutama Yogyakarta.
Garapan ini, tak cukup dengan gerakan tari dengan iringan musik manis, tetapi dilengkapi dengan narator untuk memberi kesan serta pemahaman kepada penonton. Narasi ini menterjemahkan makna atau pesan yang ingin disampaikan kepada penoton.
“Narasi ini untuk menterjemahan Empat Papat Kalimo Pancer, dari gerak mirip ke sendratari. Inikan garapan berbau spiritual agar lebih komunikatif,” ucap Prof Dana.
Garapan tari ini murni karyanya Mahasiswa Semetser lima Fakultas Seni Pertunjukan jurusan Seni Tari ISI Yogyakarta. Kali ini, rombongan ISI Yogyakarta ini menyertakan penari 28 penari dan total keseluruhan 35 pendukung.
“Pesan yang ada dalam garapan ini, lebih pada menyadarkan penonton untuk mencintai alam,” tegas Prof Dana diakhir pembicaraannya. [B/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali