“Kembali ke Asal”, Kisah Maestro Lukis I Dewa Nyoman Batuan dalam Buku Biografi Visual dan Film Dokumenter

 “Kembali ke Asal”, Kisah Maestro Lukis I Dewa Nyoman Batuan dalam Buku Biografi Visual dan Film Dokumenter

Penyerahan Buku Biografi Visual I Dewa Nyoman Batuan Tjokorda Raka Kerthyasa, Mangku Made Gina dan Anak Agung Rai/Foto: ist

Dosen Film dan Televisi (FTV) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Desak Putu Yogi Antari Tirta Yasa tampak ceria malam itu. Maklum, dua karya terbaiknya sebagai bentuk apresiasi terhadap Maestro Lukis Alm. I Dewa Nyoman Batuan diluncurkan di Museum Arma Ubud, Kamis 24 Agustus 2023.

“Bangga rasanya pada malam ini, saya bisa berdiri di sini, di hadapan hadirin sekalian untuk mempersembahkan dua karya, yakni Buku Biografi Visual dan Film Dokumenter I Dewa Nyoman Batuan,” kata Desak Putu Yogi Antari Tirta Yasa mengawali acara tersebut.

Wanita yang akrab disapa Desak Yogi ini mengatakan, kedua karya ini bisa terwujud berkat dukungan dari Dana Abadi Kebudayaan atau yang dikenal juga dengan sebutan Dana Indonesiana.

Dana Indonesiana disediakan pemerintah untuk mendukung perkembangan, prestasi, dan menyalurkan ekspresi bagi para budayawan. “Saya salah satu penerima manfaat Dana Indonesiana tahun 2022 pada Program Dokumentasi Karya/Pengetahuan Maestro,” ujarnya.

Ketika mendapat informasi mengenai Dana Indonesiana dari seorang kawannya, ia mengajukan program dokumentasi karya pengetahuan maestro I Dewa Nyoman Batuan yang tak lain adalah kakeknya sendiri.

“Saat itu saya berpikir, bila proposal saya lolos, maka saya bisa menghadirkan sesuatu untuk kakek saya, I Dewa Nyoman Batuan di tahun 2023 ini yang merupakan 10 tahun peringatan kepergian Beliau,” ucapnya bersyukur.

Setelah proposal disetujui, maka mulai berproses selama satu tahun. “Hari ini saya bisa menghadirkan kedua karya ini ke hadapan khalayak. Produksi buku dan film dokumenter ini berkat dukungan banyak pihak,” akunya polos.

Dukungan dari Keluarga Besar I Dewa Nyoman Batuan, Keluarga di Banjar Sigaran-Sedang, dan para narasumber, seperti Tjokorda Raka Kerthyasa, Mangku Made Gina dan Anak Agung Rai yang merupakan para sahabat I Dewa Nyoman Batuan, serta manajemen ARMA.

Baca Juga:  Made Kaek Gelar “Creatures Emerge” di Chiang Mai, Thailand

Desak Yogi Saya lalu mempercayakan Adi Siput, penari kontemporer yang menerjemahkan lukisan kakeknya dalam bentuk gerak tari yang apik. Lalu, mempercayakan Selonding Rasasvadana dalam performance untuk membuka acara tersebut.

Sememtara tim fotografer dipercayakan pada suaminya, I Putu Dudyk Arya Putra bersama kawan-kawanya, seperti Agung Wijaya, Made Roberto, Bayu Pramana, Putu Kadiana dan Dewa Purnamayasa yang memotret kembali lukisan-lukisan kakeknya untuk dihadirkan di buku.

Sedangkan Tim Produksi Film, Mahatma Pictures, Herda Martin, Ahmad, Novia, Ngacul, Tjok Bagus, Cho, Nadi, Upik, Omang, dan lainnya. Juga, Sedulur F4 yang berproses bersama, I Kadek Puriartha, Gede Basuyoga Prabhawita dan I Gusti Ngurah Wirawan.

Sebanyak 19 karya lukis I Dewa Nyoman Batuan dipajang di Museum Arma/Foto: ist.

Bagi Desak Yogi, mengangkat Maestro I Dewa Nyoman Batuan bukan karena sebagai cucunya, tetapi karena dikenal dengan ragam karya yang unik, khas dan monumental. “I Dewa Nyoman Batuan begitu besar kontribusinya terhadap sisi budaya,” paparnya.

Seniman asal Desa Pengosekan, Ubud, Kabupaten Gianyar itu memiliki branding tersendiri dengan lukisan khas berkonsep mandala, sehingga namanya harum tidak saja Bali dan nasional tetapi juga ditingkat internasional. “Saya berharap, dua karya ini bisa menginspirasi generai muda dalam berkarya,” harapnya.

Di saat peluncuran buku biografi visual dan pemuteran film dokumenter bertajuk “Kembali ke Asal” itu juga dibuka pameran lukis yang menyajikan karya-karya I Dewa Nyoman Batuan. “Saya juga memajang sebanyak 19 karya lukis I Dewa Nyoman Batuan,” imbuhnya.

Katya lukisan itu dipilih dari tahun 1975 hingga karya sebelum meninggal tahun 2013. “Lukisan itu, ada yang berjudul mandala aku kecil (cerita kecil) hingga cerita terakhir sebelum meninggal. Setiap lukisannya selalu ada tulisan pusisi-puisi deskripsi tentang cerita karya itu,” jelasnya.

Dalam tulisan yang ada dalam setiap karya itu kemudian dijadikan cara untuk mengkurasi bersama teman-temannya. Selain sebagai pelukis, I Dewa Nyoman Batuan juga seorang penulis, karena latar bekalangnya seorang guru, namun ditinggalkan dan memilih sebagai pedagang acung.

Baca Juga:  Ubud Village Jazz Festival 2024, Dibuka dengan Penuh Sukacita

“I Dewa Nyoman Batuan meninggalkan banyak catatan. Ada buku tulis dan cetak secara independen, sehingga saya bersama teman-teman meneliti dengan membaca kembali semua tulisan itu, sehingga menemukan lukisan-lukisan ini yang sesungguhnya menceritakan hidup Beliau sendiri,” paparnya.

Buku biografi itu memuat tentang profil I Dewa Nyoman Batuan, kisah perjalanan hidupnya dan utamanya konsep dari lukisannya serta foto-foto lukisannya. Kalau film merupakan dokumenter dari sudut pandang orang-orang terdekat dari I Dewa Nyoman Batuan menceritakan sosok Dewa Nyoman Batuan.

“Pariwisata masuk, juga ada campur tangan I Dewa Nyoman Batuan bersama Anak Agung Rai (Arma), Mangku Made Gina yang berperan pada waktu kedatangan Ratu Elisabeth tahun 1974. Saat itu, Ratu Elisabeth berkunjung ke rumah Mangku Made Gina, setelah itu Pengosekan bumming. Jadi lukisan Pengosekan banyak dibeli,” akunya polos.

Lukisan I Dewa Nyoman Batuan masih ada ratusan lebih di rumahnya. Lukisan itu masih ada, karena keluarga tidak berniat untuk menjual, namun menyimpan di gallery sendiri. Selain itu, lukisannya banyak ada di museum-museum di Bali, dan beberapa dibeli oleh kolektor dan beberapa diberikan secara cuma-cuma kepada koleganya. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post