BBB Gelar Workshop Dokumentasi Teater dan Produksi Film Teater Remaja “Lautan Bernyanyi” karya Putu Wijaya
Para remaja ini tampak serius mengikuti Workshop Dokumentasi Teater dan Produksi Film Teater Remaja “Lautan Bernyanyi” karya Putu Wijaya. Kegiatan yang digelar Sanggar Komunitas Budang Bading Badung (BBB) itu berlangsung di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Sabtu dan Minggu, 18 dan 19 November 2023.
Kegiatan sebagai upaya membangun kreativitas para remaja melalui bidang seni itu diawali dengan workshop dokumentasi teater dengan menghadirkan narasumber Heri Windi Anggara dan I Wayan Amrita Dharma Darsanam. Sementara pembedah film menghadirkan narasumber Made Adnyana Ole dan Kardian Narayana.
“Workshop Dokumentasi Teater dan Produksi Film Teater Remaja “Lautan Bernyanyi” karya Putu Wijaya ini sebagai upaya membangun semangat literasi sastra dan teater khususnya pada bidang naskah drama. Kegiatan ini juga untuk membuka pratek pengarsipan pertunjukan teater dalam bentuk film oleh kalangan remaja khususnya di Pulau Dewata,” kata Amrita Dharma.
Amrita Dharma yang juga Ketua Sanggar Komunitas BBB itu menegaskan, kreativitas sebagai salah satu hal yang penting bagi anak remaja. Melalui kreativitas diharapkan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
“Kreativitas itu penting terus dilatih, karena dapat membentuk pola pikir dan karakter seseorang. Itu semua bisa dilatih melalui aktivitas berkesenian, termasuk film ini,” ujar Mahasiswa semester V Prodi FTV ISI Denpasar itu.
Keesokan harinya, banyak penonton dari berbagai kalangan, seperti siswa, wartawan, seniman dan sastrawan menyaksikan pemutaran film dan diskusi pada keesokan harinya. Film teater Lautan Bernyanyi (Putu Wijaya) yang diproduksi Komunitas Budang Bading Badung (BBB) itu menyajikan jenis film teater remaja yang tentu tak gampang dalam memproduksinya.
Salah satu peserta remaja yang hadir itu mengagumi para actor yang melalui kekuatan actingnya mampu menciptakan suasana sesuai dengan kisah yang diangkat. Ia melihat karya anak-anak remaja itu sangat kreatif, terutama dalam acting, vocal ataupun setting film itu sendiri.
“Jujur penampilan mereka sungguh terkesan. Mereka telah mendapatkan karakter dari setiap tokoh yang dimainkan, sehingga penampilannya terkesan sangat kuat,” ujar salah satu peserta remaja mewakili kelompoknya.
Sementara Kardian Narayana, memberi catatat secara teksni pengambilan gambar yang terkadang tak tepat. Artinya, seharusnya pengambilan gambar dari samping, namun diambil dari depan, sehingga adegan memukul kelihatan seperti main-main.
Selain itu, permainan kamera mesti lebih kreatif, sehingga gambar menjadi lebih hidup. Kalau gambar ini lebih banyak pengambilannya dari depan, sehingga tampak kurang hidup. Walau demikian, Kardian mengakui kemampuan anak-anak muda dalam memproduksi film sudah lumayan bagus.
Sementara Made Adnyana Ole mengagumi kemampuan para remaja itu bermain di atas pentas. Semua pendukung dalam pertunjukan teater itu betul-betul tertata, sehingga tak tampak mereka adalah pemain remaja, bahkan pemain pemula. Karakter dari para pemain itu tampak kuat, sehingga seperti penampilan teater yang memiliki jam terbang.
Jika menyaksikan penampilan mereka, tak tampak kalau teater itu didukung anak-anak setingkat SMA. Mereka mampu memerankan tokoh-tokoh yang ada dalam kisah tersebut. Namun, sangat sayang kekuatan garapan itu kemudian meredup ketika Dayu Sanur itu masuk.
“Dayu Sanur masih membawa symbol-simbol dalam seni pertunjukan tradisi, sehingga teater ini tampak sebagai pertunjukan teater anak-anak SMA. Penampilan Dayu Sanur mestinya digarap secara modern, bukan rambut terurai, membawa “rerajahan” dengan gaya yang sering ditemukan dalam pertunjukan calonarang,” paparnya. [B/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali