‘Wake Up Ubud’: Dimeriahkan Grup Band Lokal Ternama, Menghibur dan Syarat Pesan

 ‘Wake Up Ubud’: Dimeriahkan Grup Band Lokal Ternama, Menghibur dan Syarat Pesan

Konser musik amal bertajuk “Wake Up Ubud” di Open Stage ARMA Museum and Resort/Foto: ist

Layaknya sebuah hipnotis. Setiap tamu yang hadir seakan tak kuasa menahan diri untuk tidak bergoyang, menari-nari mengikuti irama musik. Paling tidak, degup irama itu membuat tamu menggerakan kepala ke atas dan ke bawah atau memukul paha dengan tempo gembira.

Apalagi, setiap grup band yang tampil menampilkan ciri khas masing-masing yang selalu riang dan memikat. Itulah suasana konser musik amal bertajuk “Wake Up Ubud” yang penuh semangat dan harapan di Open Stage ARMA Museum and Resort, Minggu, 12 Januari 2025.

Event musik kolaborasi antara ARMA Museum & Resort dengan Why Not Café Ubud itu disajikan dengan meriah. Suasana panggung, tata cahaya, sound sistem dan lokasi para penonton ditata secara apik yang mampu memberikan sajian seni yang penuh makna.

Artinya, konser musik ini tak hanya memberikan hiburan kepada penonton yang hadir, namun ada pesan yang ingin disampaikan, khususnya kepada generasi muda. “Kami mengajak generasi muda peduli lingkungan,” kata General Manager ARMA Museum & Resort, Made Suhartana.

Baca Juga:  Menebar, Menggali, dan Berkreasi dengan Bli Ciaaattt

Konser amal itu menampilkan 7 grup band lokal berbakat yang silih berganti beraksi di atas panggung yang elegan dan klasik itu. Mulai dari Aboe & Friend, Cooltunes, Griya Faria, D’kay, Unb’rocken, Suicidal Sinatra dan The Hydrant.

Grup band yang tampil menawarkan beragam genre musik menarik. Mulai dari alunan musik yang mendalam hingga irama modern yang enerjik. Bahkan, ajang musik ini menggabungkan dengan seni tari dan semangat gotong royong berdampak positif pada Ubud dan sekitarnya.

Alunan musik yang mendalam hingga irama modern yang enerjik itu, dalam setiap nada yang dimainkan dapat menginspirasi perubahan yang lebih baik melalui penggalangan dana untuk lingkungan, pendidikan, dan kesehatan di Ubud.

Suhartana mengatakan, menggelar Wake Up Ubud ini setidaknya ARMA Museum & Resort telah mengambil moment awal tahun bersama Why Not Café Ubud menggerakan isu-isu sosial yang ada saat ini.

Baca Juga:  Made Duatmika dan I Wayan Suastama Pamerkan ‘Path of Time, a Returning’ di Santrian Art Gallery

“Ini moment awal tahun 2025 sebagai motivasi untuk melangkah dengan konsep museum yang art dan culture serta dilandasi dengan Tri Hita Karana, dan itu sangat sinergis dengan latar belakang dari event ini,” papar Suhartana serius.

Acara konser musik ini dipadu dengan grup musik dan food station yang semuanya di support dari teman-teman lokal yang tergabung dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Semua antusias, karena setiap company memiliki kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR).

Kerjasama dengan Why Not Café Ubud ini untuk ikut menggerakan cara berpikir atau main seat orang-orang di Ubud agaimana menghadapi isu sosial kedepannya. “Kegiatan ini untuk sounding, karena sekarang sedikit prihatin terhadap lingkungan yang sudah berubah,” imbuhnya.

Peruahan itu telah dirasakannya, seperti dulu hampir disetiap rumah ada kegiatan seni dan budaya. Ada kegiatan mematung, melukis, menari, matemang atau memankan gamelan. Namun, hal itu sangat jarang ditemukan, sehingga udaya ini mesti diingatkan kepada generasi muda.

Baca Juga:  8 Tahun Komunitas Manubada Masih Berkarya dan Berkegiatan Sosial

Event Wake Up Ubud ini untuk mengembalikan Ubud dan Bali keasal mulanya, yaitu Bali menjadi wisata budaya untuk diperkenalkan ke dunia. “Ini realitas. Jangan hanya berteori di forum-forum atau dalam tulisan, tetapi perlu ada realitas yang harus digerakan,” harapnya.

Event ini sengaja menampilkan musik modern untuk memikat anak-anak muda. Musik ini digandrungi anak-anak muda, sehingga melakukan pendekatan budaya kepada anak-anak muda melalui musik. Dengan begitu, mereka datang dan otomatis menonton.

Setelah itu, mereka kemudian diberikan pesan-pesan untuk menjaga udaya dan lingkungan, menginformasikan hungan ali dengan Eropa, ARMA yang menjaga seni budaya. Artinya, pesan-pesan itu disampaikan melalui ajang musik. “MC yang akan menyelipkan pesan positif itu saat memandu konser amal itu,” tegasnya.

Owner Why Not Café Ubud, Gus Nata mengatakan, event ini sesungguhnya sudah pernah digelar sebelumnya, yaitu pada pandemic Covid-19. Hanya saja, saat itu digelar bertujaun untuk mengajak orang-orang Ubud dan yang mempunyai usaha untuk bangkit buka.

Baca Juga:  I Wayan Suweca Seniman Karawitan Pencetus Penabuh Wanita dan Penggagas Lomba Gender Wayang

Memuka usahanya, seperti saat normal lagi. “Hal itu bukan untuk melawan Covid-9 atau aturan yang ada, tetapi karena stabling (masalah) tidak ada penghasilan. “Bisa dibayangkan, orang Bali sebagian besar bekerja dari pariwisata tak ada penghasilan, maka buka untuk back up community ini,” ucapnya.

Setelah membuat event itu, maka bisa mendapatkan lima 5 restoran dan 5 café di Ubud yang mau medukung untuk mengumpulkan donasi untuk memberikan sembako kepada masyarakat yang memerlukan.

“Sekarang Wake Up Ubud ini beda, kita ingin mengajak generasi muda kedepannya leih peduli kepada budaya dan lingkungan. Saat ini, sawah menjadi tembok tinggi, perubahan di jaman global budaya agraris dan seni yang menjadi warisan jangan sampai hilang,” jelasnya.

Karena itu, melalui Wake Up Ubud ini untuk mengajak generasi muda khususnya di Ubud untuk lebih peduli. Jangan membuat keributan di jalan dan lebih pada pengendalian diri. “Sebagai orang Bali tirulah para leluhur jaman dulu sopan, beretika dan selalu peduli pada sesame dan lingkungan,” pungkas Gus Nata. [B]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post