Ketut Putrayasa: Garap Candi Lingga Belah Percantik Pintu Masuk Bendungan Sidan Badung

 Ketut Putrayasa: Garap Candi Lingga Belah Percantik Pintu Masuk Bendungan Sidan Badung

Candi Lingga Belah karya pematung Ketit Putrayasa di pintu masuk bendungan Sidan/Foto: ist

Penah jalan-jalan ke Bendungan Sidan? Bendungan besar yang terletak di Desa Belok Sidan, Kecamatan Petang, Kabupetan Badung, Bali itu, kini semakin cantik saja. Bendungan yang biasa dijadikan tempat wisata oleh masyarakat local itu dihiasi Candi Lingga Belah.

Candi Lingga Belah itu berdiri di pintu masuk Mine Gate Bendungan Sidan yang berada di tiga wilayah kabupaten di Bali, yakni Badung, Bangli, dan Gianyar. Gapura dengan gaya klasik itu dibuat oleh Ketut Putrayasa, seorang seniman patung asal Kabupaten Badung.

Pembangunan Candi Lingga Belah di Bendungan Sidan ini bukan sekadar ornamen estetika, tetapi juga menjadi pengingat akan kesakralan air,” ungkap Ketut Putrayasa kepada awak media, Sabtu 8 Pebruari 2025.

Candi Lingga Belah itu diselesaikan dalam waktu satu bulan. Konsepnya berasal dari simbolisme Lingga, yang melambangkan Siwa sebagai pencipta, pemelihara, dan pemusnah.

Baca Juga:  City of Aventus Hotel - Denpasar Tempat Tinggal Nyaman dengan Fasilitas Mewah

Lingga juga diidentikkan dengan meru atau gunung, yang dalam ajaran Hindu disebut “lingga acala”, bermakna abadi dan tak tergoyahkan.

Menurutnya pria yang selalu tampil nyentri ini, dalam konteks bendungan, lingga ini ditampilkan dalam bentuk terbelah, menandakan pintu masuk ke wilayah yoni, simbol air atau tirta yang menjadi aspek feminin dalam keseimbangan Purusha-Pradana.

“Air dalam kepercayaan Hindu Bali bukan sekadar elemen fisik, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Selain sebagai sumber kehidupan, air juga menjadi simbol pengetahuan yang dalam ajaran Hindu disebut banyu pinaweruh,” jelasnya santai.

Dua hal yang selalu mengalir dan abadi di dunia ini adalah air dan ilmu pengetahuan. Dalam tradisi Bali, Dewi Saraswati, dewi ilmu pengetahuan, memiliki hubungan erat dengan air. “Di berbagai kisah Hindu, air sering disebut sebagai amerta berarti kehidupan abadi,” ujarnya.

Baca Juga:  ‘Mother & Child’: Karya Patung Ketut Putrayasa Berdiri Megah di Mandai Wildlife Singapura

Hal ini terlihat dalam kisah Kidung Nawaruci, di mana Bhima mencari “tirta amerta” serta dalam Adiparwa, bagian pertama Mahabharata yang menceritakan pengadukan lautan susu untuk mendapatkan tirta sanjiwani, air kehidupan yang diperebutkan oleh para dewa dan raksasa.

Di dalam tradisi Bali, jelas Putrayasa mencemari air dianggap sebagai tindakan yang menghilangkan berkah kehidupan.

“Oleh karena itu, gapura ini diharapkan dapat menjadi simbol kesadaran dan penghormatan terhadap air, baik sebagai sumber kehidupan fisik maupun sebagai pencerahan rohani,” harapnya. [BB/darma]

Related post