Press Call Bali Berkisah di ARTOTEL Sanur: Tiga Pemenang Baca Puisi, Empat Penulis Muda Bagi Pengalaman

 Press Call Bali Berkisah di ARTOTEL Sanur: Tiga Pemenang Baca Puisi, Empat Penulis Muda Bagi Pengalaman

Press Call Bali Berkisah hadirkan empat penulis muda sebagai narasumber/Foto: puspa

PENAMPILAN tiga pemenang dengan tiga kategori dalam lomba Menulis Puisi Bali Berkisah seakan menjawab kekhawartiran banyak orang terhadap rendahnya minat generasi muda terhadap seni sastra Bali modern. Mereka membawakan karya puisi sendiri yang ditetapkan sebagai pemenang.

Masing-masing dari mereka tampil secara bergiliran. Bahasa, intonasi, gaya serta penjiwaan seakan menggetarkan hati para pengunjung yang didominasi anak-anak muda itu. Lukisan yang menghiasi Lobby ARTOTEL Sanur, tempat mereka tampil pun menambah suasana lebih menarik.

Itulah pembacaan puisi dalam acara Press Call Bali Berkisah pada Kamis, 20 Maret 2025. Mereka adalah Ni Made Agustini Ayu Candri Pratiwi siswi SMA N 1 Kubu yang membaca karya puisinya yang berjudul ”Blabar”. Anak ini tampil, seperti penyair yang sudah berpengalaman.

Ida Ayu Saira Suamba siswi SMP Taman Rama Jimbaran untuk kategori tingkat SMP membaca puisisnya berjudul “Luka di Tanah Surga, dan Luh Putu Ira Vinaya Putri merupakan siswi SDN 2 Dangin Puri sebagai pemenang menulis puisi kategori tingkat SD membaca puisi “Baliku Jayalah”.

Baca Juga:  Rasa Nusantara ‘Masakan Jawa’ di Lidah Lokal Restoran

Namun, sebelum itu acara Press Call Bali Berkisah juga menampilkan para penulis yang akan mengisi Festival Berkisah yang akan berlangsung pada Sabtu dan Minggu, 22-23 Maret 2025 di Graha Yowana Suci sebagai venue utama.

Program Manager Bali Berkisah, Gustra Adnyana menyerahkan hadiah bagi pemenang menulis puisi/Foto: puspa

Narasumber yang hadir tampak bersemangat memaparkan pengalaman mereka, bahkan menginspirasi peserta yang hadir. Mereka adalah Made Chandra seorang perupa muda yang mengeksplorasi wayang Kamasan.

Ada Putu Tiwi seorang penulis dan akademisi dengan fokus pada sosiologi gender dan budaya, Wangsa Loka seorang Travel Content Creator yang menuangkan pengalaman perjalanannya dalam buku “Kelana, Paths Will Guide You toFind the Soul” yang segera terbit.

Termasuk menampilkan Carma Mira, penulis dan dosen Sastra Jawa Kuno di Universitas Udayana, yang akan meluncurkan kumpulan cerpen berbahasa Bali berjudul “Blabur ring Pasisi Sanur” di Bali Berkisah.

Baca Juga:  ‘Nyepi Breakout Package’, Paket Special di ARTOTEL Sanur

Kehadiran anak-anak muda ini menjadi gelombang penguatan sastra dan budaya Bali. Mereka memaparkan pengalamannya dalam menulis buku atau kegiatan lain yang berhubungan dengan menulis, membaca dan menggali budaya.

Mendengarkan pengalaman dan keseriusan mereka dalam menjaga sastra tentu menjadi angin segar bagi Bali, terkait dengan pelestarian sastra dan budaya Bali di daerah sendiri. Sebab, mereka tak hanya bicara, tetai ada action yang dilakukan untuk menggapai hasil.

Made Chandra seorang perupa muda yang mengeksplorasi wayang Kamasan. Pemuda Bali yang lahir dan besar di Palembang yang kini sudah tiga tahun menetap di Bali memaparkan tentang Wayang Kamasan sebagai objek eksplorasi.

Luh Putu Ira Vinaya Putri/Foto: puspa

Ia menjadikan budaya seni rupa, utamanya cerita Wayang Kamasan menjadi medium untuk berkarya. “Saya menjadikan Wayang Kamasan sebagai medium berkarya dan menjadikan aktivitas berkesenian saat ini,” papar anak muda yang kini berstatus sebagai mahasiswa ISI Bali.

Baca Juga:  Umat Hindu Merayakan Hari Saraswati untuk Memuliakan Ilmu Pengetahuan

Lalu, Putu Tiwi memaparkan karya bukunya yang melawan bahasa patriaki yang telah terbit tahun lalu. Buku ini, merupakan adaptasi dari sekripsi S1 saat ia kuliah di Unud. Ia lebih banyak memaparkan keputusan lenbih banyak diampil oleh kaum laki-laki.

“Aku tumbuh dalam lingkungan yang semua keputusan diambil oleh laki-laki. Aku berpikir, aku hidup dan besar, tetapi tidak bisa mengambil keputusan. Kenapa lagi-laki selalu mejadi yang utama?” tanyanya.

Putu Tiwi menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Ia memiliki ketertarikan pada bidang sosiologi gender dan sosiologi budaya. Buku terakhirnya, Melawan Bahasa Patriarki terbit pada 2023 oleh Penerbit Semut Api.

Kemudian, Wangsa Loka seorangTravel Content Creator yang menuangkan pengalaman perjalanannya dalam buku “Kelana, Paths Will Guide You toFind the Soul” yang segera terbit. Ia memiliki hobi mengunjungi tempat-tempat baru dan menemukan banyak orang menjadi.

Baca Juga:  “Men Tiwas Men Sugih” Sesolahan Seni Sastra Virtual Sekdut dan UHN Dalam Bulan Bahasa Bali 2021

Wangsa Loka kemudian menegaskan, sebagai perempuan mesti memiliki hati merdeka. Jangan terkungkung pada satu tempat, jangan pula menganggap kenaran itu mutlak sebagai kebenaran. “Jangan-jangan kenenaran itu berdasarkan kesepakatan bersama,” ungkapnya.

Ida Ayu Saira Suamba/Foto: puspa

Menurutnya, ini momen yang berharga, bukan hanya untuk mempelajari sastra atau mengetahui agenda yang telah dijadwalkan, tetapi juga kesempatan terbaik untuk membangun koneksi. “Saya yakin orang-orang yang datang ke Bali Berkisah bukanlah sembarang orang,” ujarnya.

Wangsa Loka, seorang perempuan asal Bali yang berkarir sebagai Travel Content Creator selama tiga tahun terakhir, ia berkelana mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu banyak orang yang mengubah hidupnya.

Seluruh pengalaman berkesan itu ia tuangkan dalam sebuah buku yang akan segera terbit berjudul Kelana, Paths Will Guide You to Find the Soul. “Acara ini wadah dan ruang untuk bertumbuh dan membangun jaringan yang mungkin akan menentukan siapa kita di masa depan,” ujarnya.

Baca Juga:  ARTOTEL Sanur Bali Meriahkan Momen Natal dan Tahun Baru dengan Promo Kamar dan F&B

Selanjutnya, Carma Mira, penulis dan dosen Sastra Jawa Kuno di Universitas Udayana, yang akan meluncurkan kumpulan cerpen berbahasa Bali berjudul “Blabur ring Pasisi Sanur” di Bali Berkisah.

Carma Mira yang dosen Ilmu Budaya di Unud memaparkan buku “Ngatosang Ulungan Bulan”, dan kumpulan cerpen yang akan diluncurkan di Bali Berkisah. Di tengah globalisasi menjadi tantangan mempertahankan sastra Bali modern.

Sastra Bali begitu luas, dan setiap individu dapat berkontribusi sesuai minatnya—menjadi pencipta, penikmat, mendukung lewat media digital, atau membangun komunitas literasi. Yang terpenting, sastra Bali terus hidup dan berkembang melalui berbagai cara,” ujar Carma Mira.

Ni Made Agustini Ayu Candri Pratiwi/Foto: puspa

Bukunya yang berjudul Ngantosang Ulungan Bulan meraih hadiah Sastra Rancage untuk sastra Bali modern tahun 2024. Kumpulan cerpen berbahasa Balinya, Blabur ring Pasisi Sanur akan diluncurkan di Bali Berkisah.

Baca Juga:  Pameran Seni Rupa ‘Refined: Dinamika Simbolisme Keseharian’ di ARTspace ARTOTEL Sanur

Acara Press Call Bali Berkisah kali ini memang lebih hangat. Para peserta bisa minum kopi atau teh serta mencicipi kue yang disuguhkan pengelola hotel. Moderator yang juga sebagai MC memandu acara ini dengan penuh keceriaan, namun tetap mengepakan makna.

Hadirnya para narasumber ini merupakan suara-suara baru dalam dunia literasi, seni, dan budaya Bali. Hal itu membuktikan, Bali Berkisah tidak hanya merawat kisah-kisah lama, tetapi juga membuka ruang bagi generasi muda untuk menginterpretasikan ulang warisan budaya mereka.

Ruang perjumpaan bagi anak muda

Program Manager Bali Berkisah, Gustra Adnyana mengatakan, Festival Bali Berkisah ini sebagai sister festival dari Ubud Writers & Readers Festival yang hadir sebagai ruang perjumpaan bagi anak muda untuk menyelami kekayaan sastra dan budaya Bali.

Festival ini lahir dari keinginan untuk menciptakan ruang bagi penulis, seniman, dan masyarakat untuk terus menggali, mendokumentasikan, serta menghidupkan kembali cerita-cerita ini,” kata Gustra disela-sela acara Press Call itu.

Baca Juga:  I Kadek Dedy Sumantra Yasa Resurrection - Kebangkitan

Festival ini tidak sekadar merayakan literasi, tetapi juga menjadi wadah eksplorasi isu sosial-budaya melalui diskusi, karya kreatif, serta pertemuan lintas disiplin seni. Festival ini berupaya menyebarkan kecintaan pada sastra, budaya, dan kearifan lokal Bali kepada generasi penerus.

Bali Berkisah akan menghadirkan 37 penulis, seniman, dan budayawan muda Bali yang akan berbagi kisah dan wawasan dalam berbagai format acara, termasuk mendongeng, bincang-bincang inspiratif, lokakarya kreatif, tur sejarah, peluncuran buku, diskusi sastra, hingga pertunjukan seni.

Festival ini juga menjadi kesempatan istimewa bagi para penikmat sastra untuk bertemu dengan penulis senior Bali, seperti Wayan Jengki Sunarta, Tan Lio Ie, dan Mas Ruscita Dewi. Festival ini juga mengundang Dee Lestari dan Henry Manampiring akan turut dalam percakapan lintas budaya.

“Ada begitu banyak kisah berharga dari Bali, baik yang berasal dari tradisi maupun yang muncul dalam realitas sosial saat ini, yang perlu dirawat dan dibagikan ke generasi berikutnya. Festival ini lahir dari keinginan untuk menciptakan ruang bagi penulis, seniman, dan masyarakat untuk terus menggali, mendokumentasikan, serta menghidupkan kembali cerita-cerita ini,” tambah Gustra.

Baca Juga:  Astra Roma Ballet Pergelarkan “BALLOON! (Komik)” di Festival Internasional Bali Padma Bhuwana II ISI Denpasar

Acara ini mencakup pameran seni, piknik sastra, pembacaan puisi, serta klub buku yang tersebar di beberapa titik di Denpasar, Kuta, dan Seminyak. Selain itu, Bali Berkisah turut menyelenggarakan lomba menulis puisi yang mendapat antusiasme tinggi dari puluhan siswa-siswi tingkat SD, SMP, dan SMA se-Bali.

Inisiatif ini bertujuan untuk merangkul komunitas di luar lingkaran sastra konvensional, membuka ruang dialog baru, serta menemukan lebih banyak pencerita yang siap berbagi kisahnya tentang Bali. “Bali Berkisah lahir dari kecintaan kami terhadap sastra dan budaya Bali,” sebutnya.

Di samping itu, adanya semangat untuk menghadirkan ruang bagi generasi muda dalam merayakan dan mengembangkan warisan mereka. Festival ini bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang membangun komunitas, berbagi cerita, dan menginspirasi satu sama lain.

“Kami berharap Bali Berkisah menjadi tempat di mana tradisi dan inovasi bertemu, melahirkan kisah-kisah baru yang akan terus hidup di masa depan,” Janet DeNeefe, Pendiri Yayasan Mudra Swari Saraswati dan Ubud Writers & Readers Festival.

Baca Juga:  I Ketut Manggi Meniup Suling ke Berbagai Belahan Dunia

Festival ini terselenggara berkat dukungan dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2024.

Festibal ini dipersembahkan oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati dan Ubud Writers & Readers Festival, festival ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam merawat dan mengembangkan ekosistem sastra serta kebudayaan Bali di tengah arus perubahan zaman. [B/puspa]

Related post