Permainan ‘Penting’ dari Sanggar Seni Semara Geyadi PKB Ke-47

 Permainan ‘Penting’ dari Sanggar Seni Semara Geyadi PKB Ke-47

Pentas kesenian di ajang Pesta Kesenian Bali/Foto: dok.balihbalihan

Gamelan penting juga bisa dipadukan dengan jenis gamelan lain, termasuk dikolaborasikan dengan musik diatonis.  Nah, dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 ini, Sanggar Seni Gamelan Penting Semara Geya Banjar Pasek, Desa Muncan, Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem menyajikan gamelan penting yang dimainkan bersama gamelan lain yang menghasilkan pertunjukan seni bernuansa baru.

Dalam Rekasadana (Pergelaran) Gamelan Penting yang berlangsung di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Provinsi Bali itu, Minggu 29 Juni 2025, Sanggar Seni Semara Geya menyajikan lima jenis garapan baru, terdiri dari tiga harapan musik murni, dan 2 garapan tari. Ke lima sajian seni ini memang berbeda dari sajian penting sebelumnya atau yang biasa digunakan dalam upacara piodalan di Bali, khususnya di Karangasem.

Penting merupakan instrumen khas Karangasem menyerupai gitar, namun memiliki tuts seperti piano, dan dimainkan dengan cara digesek menggunakan alat “pengocet”. Kali ini alat musik tradisional ini dimainkan oleh sekitar 20 penabuh dengan memadukan gong, kempur, reong, jublag, tawa-tawa dan kendang jedugan (ukuran besar) dan kendang krumpungan (ukuran kecil). “Kami mencoba mengembangkan gamelan tua di era modernisasi ini, melalui ajang PKB ini,” kata Ketua Sanggar Seni Semara Geya, Kadek Agus Pandu Putra.

Jujur, banyak masyarakat Bali awam, bahkan tidak mengetahui gemelan penting sebagai gamelan tua. Maka itu, sanggar seni ini mencoba memperkenalkan kembali utamanya kepada Generation Z. “Kami mengajukan proposal ke Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dan ternyata disetujui, sehingga kami berusaha menampilkan gamelan penting lebih enerjik dan bisa diterima oleh kalangan anak-anak muda,” papar pria yang mencintai seni tradisi ini.

Dalam penyajiannya, Sanggar Seni Semara Geya menyajikan beberapa garapan yang masih lumrah dan tidak asing di telinga masyarakat pecinta seni, yaitu “sekatian”. Jenis tabuh ini khusus ada dalam gamelan penting. “Ini jenis gending lawas yang biasa dimainkan ketika mengiringi upacara jaman dulu. Kali ini, kami mengembangkan dengan pola modern, seperti pola kotekan yang kemudian diimplementasikan lewat garapan Tari Tunas Ambara,” paparnya.

Baca Juga:  Duta Kabupaten Gianyar Sajikan Garapan Seni 100% Otentik Rasa Desa Batuan

Jenis gending sekatian yang disajikan berjudul “Penggalang” yang diambil dari kata Galang yang dimana merupakan waktu pada saat Bintang Tenggala muncul di ufuk Timur, kisaran waktu pukul 04.15 wita. Waktu yang diyakini dan dinilai tepat untuk memulai kehidupan bekerja, belajar dan berdoa. Belakangan Galang Kangin disebut sebagai waktu Satvika, jika merujuk Bhagavad Gita.

Garapan ini di ambil dengan konsep penggalang untuk membuka sebuah proses kegiatan bahwa kehidupan awal telah dimulai khususnya dalam berkesenian awal atau petanda tetabuhan itu dimulai dengan perpaduan gending-gending Sekatian. Garapan ini dibina oleh Kadek Agus Pandu Wibawa Putra.

Sementara Tari Tunas Ambara menggambarkan sekelompok pemudi yang memiliki berbagai sifat watak, dan karakter berbeda-beda yang dimana disatukan dalam suatu wadah guna berbakti kepada Yadnya yang tulus ikhlas dan bijaksanaan dalam kehidupan ini, sebagaimana Tunas yang berarti suatu bibit atau sebuah penerus kepemudaan dan kepemudian dan Ambara yang berarti sebuah tempat atau wadah kehidupan untuk menempatkan pemuda pemudi mengembangkan ssebuah bakat kesenian khususnya yang ada di Desa Muncan.

Tarian ini di bentuk sedemikan rupa dengan pola pola sederhana hingga tercapainya sebuah tarian dengan konsep gerak tari yang dinamis, ritmis, dan harmonis. Dalam sebuah tarian, estimasi waktu sangat bergantung pada bentuk gerak yang akan dibawakannya. Tari ditata oleh I Wayan Wira Aimbawa dan Kadek Agus Pandu Wibawa Putra sebagai penata iringan.

Beda lagu dengan sajia yang ketiga, yakni Tabuh Pepanggulan “Giriwara” yang memggambarkan panorama indah pedesaan layaknya lukisan surga yang elok, terlihat di salah satu desa di Bali Timur, tempat tersebut bernama Desa Muncan, desa yang masih alami dengan selimut alam hijau, di tempat inilah Terlihat pegunungan menjulang tinggi, sangat indah dengan aura sucinya sebagai Lingga Pulau Bali.

Baca Juga:  Made Taro: Kebangkitan Mendongeng di Indonesia Ketika Dongeng Diagungkan di Barat

Suasana indah ini yang juga di dalamnya terkandung nilai nilai spiritual kedalam komposisi Tabuh Kreasi Pepanggulan Giriwara. Giri bermakna Gunung sedangkan Wara bermakna agung, mulia ataupun suci. Maka, Giriwara untuk memberikan penghormatan kepada Gunung Agung atau Gunung Tohlangkir sebagai sumber kehidupan semua makhluk, baik memberi sumber oksigen, sumber air, sumber material serta sebagai pusat media spiritual.

Komposisi tabuh ini merupakan tabuh kreasi yang mengambil Nada Diatonis, dengan memadukan kreasi patet atau kelompok nada dasar, mencerminkan ciri khas Gamelan Penting Karangasem serta mengikuti perkembangan Seni Karawitan era kekinian. Tabuh yang ditata oleh I Putu Ade Januarta ini, merupakan tabuh pepanggulan yang rasanya seperti gong kebyar, tetapi memasukan ke dalam gamelab penting.

Lalu menampilkan tari baris mabuang, yang mencoba menawarkan garapan baru sebagai bentuk pelestarian. Gerak tarinya lucu dan unik. Karena ada gerak klejang-klejing, dengklang-dengkleng seperti tarian orang Papua. “Disini, permainan gamelan penting tidak lagi seperti biasanya halus, tetapi mencoba dengan isntrimen keras dan menggelar. Ini memang jarang terjadi dalam pementasannya. Gamelan penting disini dimainkan lebih keras berbeda dari baiasnya yang selalu halus untuk mengiringi upacara dewa yadnya atau manusa yadnya.

Sedangkan sajian terakhir, takni “Padu Rasa” yang merupakan tabuh genjek membawakan rasa senang. Sehabis minum-minum, kumpul-kumpul lalu mencoba menuanhkan ke dalam garapan seni karawitan, sehinga memasukan gamelan lain, namun lebih pada menonjolkan rasa. Iringannya, memadukan dua elemen musik yang memiliki karakter yang berbeda. Padu yang berarti bersatu padu, dan Rasa berarti ungkapan ekspresi diri yang disampaikan melalui nada-nada atau suara-suara yang harmonis yang berasal dari pikiran atau perasaan manusia.

Musiknya adalah gamelan golongan tua dipadu dengan golongan madya yang dijadikan satu dengan esambel-esambel yang cenderung atraktif dan keras. Lalu, dikolaborasikan dengan olah vocal, harmoni, irama, melodi tempo, dan ritme yang memiliki karakter lirih, lembut, gembira dengan olahan bersaut-sautan antara penabuh dan gerong yang diharapkan bisa membuat nuansa baru dalam perkembangan gamelan untuk kedepannya dengan tidak menghilangkan esensi dari pakem yang sudah ada. Sebagai penata adalah I Gede Ari Sugiartana Putra. (*)

Related post