‘Beruk Sakti’: Pentas Drama Gong Kanti Budaya Memikat Pengunjung PKB Ke-47

 ‘Beruk Sakti’: Pentas Drama Gong Kanti Budaya Memikat Pengunjung PKB Ke-47

Sekaa Drama Gong Kanti Budaya memikat pengunjung PKB ke-47/Foto: ist

GENDING “Gambang Suling” karya maestro Wayan Beratha mengawali pementasan Drama Gong Kanti Budaya asal Kabupaten Bangli ini. Lirik lagu yang familiar itu seakan menjadi cara untuk mengajak penonton larut ke dalam kesenian tradisi yang masih menjadi primadona di jaman ini.

Wajar saja, panggung Kalangan Ayodya Taman Budaya Provinsi Bali menjadi lebih hidup, ketika sekaa drama ini naik pentas membawakan lakon “Beruk Sakti”. Pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tampak senang. Sajian drama itu, seakan menjadi obat rindu.

Tontonan berdurasi tiga jam itu menyuguhkan bukan hanya kisah klasik berlatar kerajaan, tetapi juga kepiawaian dalam memadukan humor, gamelan, dan drama yang segar—seakan membawa semangat baru dalam genre drama gong yang populer sejak era 1980-an.

Drama Gong Kanti Budaya yang dikomandoi Nengah Dwi Madyayani, S.Sos., dan ide cerita dari Sang Ayu Ganti, S.Sos., M.Pd.H., itu membuat pertunjukan semakin memikat penonton. Drama gong ini dimainkan oleh 27 penabuh muda dan 22 penari.

Baca Juga:  Ketika “Nyatua”, Ibu-ibu Ini Tampil Total

Para pemain yang memiliki jam terbang itu, mampu menjalin adegan demi adegan dengan ritme lincah dan dramatis. Salah satu kekuatan utama malam itu adalah komedi segar dari karakter Topok, Dolir, dan Golek yang dimainkan penuh totalitas oleh para aktor.

Gelak tawa penonton pun kerap pecah, menjadi jeda alami dari ketegangan drama yang berkembang di panggung presenium itu. Malam itu tampak ramai, walau saat itu bersamaan dengan acara parade gong kebyar wanita yang selalu menarik banyak penonton.

Kali ini, Drama Gong Kanti Budaya mengangkat lakon Beruk Sakti yang tetap berakar dari cerita klasik yang penuh intrik politik dan pencarian jati diri. Dikisahkan, Raja Koripan yang telah uzur ingin turun tahta.

Namun sang Putra Mahkota menolak naik takhta karena belum memiliki pendamping hidup. Di balik keputusan ini, tersembunyi ambisi licik Patih Agung, yang ingin menjodohkan sang putra dengan Putri Pejarakan—anak asuhnya sendiri.

Baca Juga:  Jantra Tradisi Bali Digelar 11 Juni – 9 Juli 2022

Putra Mahkota lalu pergi berburu dan menyamar untuk mengenal rakyatnya. Di perjalanan, ia bertemu dengan gadis misterius yang ternyata anak dari Ki Dukuh Sakti. Cinta pun tumbuh, namun takdir berkata lain—Patih Agung muncul membawa pesan agar sang putra segera datang ke Pejarakan.

Konflik memuncak saat sang gadis diserang oleh liku dan anak buah Patih, namun diselamatkan Ki Dukuh. Dari sinilah terungkap bahwa sang gadis adalah Putri Raja Daha, kerajaan yang hancur akibat serangan Raja Pejarakan dan Patih Agung.

Puncak cerita terjadi ketika diadakan uji identitas: siapa yang mampu masuk ke dalam beruk sakti adalah sang putri sejati. Tanpa pikir panjang, sang liku masuk lebih dulu, terperangkap, dan tak bisa keluar. Akhirnya, kebenaran terungkap—dan keadilan berpihak pada yang benar.

Penampilan Kanti Budaya malam itu menjadi penegasan bahwa drama gong tidak hanya bisa bertahan di tengah gempuran hiburan modern, tetapi juga bisa berkembang dengan gaya baru yang lebih segar dan relevan.

Baca Juga:  "Jeg Ojog" Warung Banjar Lebah, Ada Tipat Cantok, Rujak dan Es Pelangi

Cerita klasik berpadu kekuatan akting, musik tradisi, dan sentuhan humor menjadikan “Beruk Sakti” sebagai sajian yang tak hanya memikat, tapi juga menghidupkan kembali semangat lama dengan nyawa baru. [B/darma]

Related post