Dari Warung Kopi ke Dunia Digital: Kisah UMKM yang Naik Kelas bersama CIMB Niaga

 Dari Warung Kopi ke Dunia Digital: Kisah UMKM yang Naik Kelas bersama CIMB Niaga

Digital Banking CIMB Niaga/Foto: ist

PAGI itu, aroma kopi robusta Bali menyeruak dari sebuah warung kecil di Denpasar. Di balik meja kayu sederhana, Wayan Arini (42) sibuk melayani pelanggan yang datang silih berganti. Warung yang dirintisnya sejak 2015 itu dulu hanya menjadi tempat nongkrong anak-anak kampung.

Namun kini, berkat teknologi digital yang diadopsinya lewat perbankan CIMB Niaga, warung kopi tersebut menjelma menjadi usaha kecil yang menembus pasar lebih luas.

“Dulu saya tidak pernah membayangkan ada orang dari Jakarta atau Surabaya yang bisa memesan kopi bubuk langsung dari warung saya,” kata Arini, tersenyum sambil menunjukkan notifikasi transaksi di ponselnya.

Dari Buku Catatan ke Layar Digital

Perubahan drastis usaha Arini bermula saat pandemi melanda. Sebagian besar pelanggan setianya menghilang, warung sepi. Pendapatannya terjun bebas.

Baca Juga:  Digital Branch CIMB Niaga Denpasar-Thamrin Perkuat Pertumbuhan Ekonomi dan Keberlanjutan di Bali

Arini bahkan sempat berpikir untuk menutup usahanya. Namun, anak sulungnya yang kuliah di Yogyakarta mendorongnya mencoba membuka jalur penjualan daring.

Masalahnya, Arini tidak terbiasa dengan pembayaran digital. “Semua dicatat manual, uangnya tunai. Kalau ada yang pesan lewat Instagram, bingung bayarnya bagaimana,” ujarnya.

Situasi berubah ketika ia diperkenalkan pada aplikasi OCTO Mobile dari CIMB Niaga. Melalui aplikasi itu, Arini bisa menerima transfer dengan cepat, bahkan menggunakan QRIS.

Ia juga bisa memisahkan rekening tabungan pribadinya dari rekening bisnis warung kopi. “Saya jadi tahu mana uang rumah tangga, mana uang usaha,” katanya.

Baca Juga:  Feral Stripes Rilis Single ‘Simon Fraud’: Seorang Pria yang Ambisius

Lebih jauh, Arini kemudian memanfaatkan fitur tabungan berjangka untuk menyiapkan dana renovasi warung. “Dulu saya hanya menabung di celengan bambu. Sekarang, setiap bulan otomatis terpotong untuk tabungan. Rasanya lebih aman,” tuturnya.

UMKM: Tulang Punggung Ekonomi

Kisah Arini hanyalah secuil dari realitas lebih besar. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, per 2024 ada lebih dari 65 juta UMKM yang menyumbang 61% PDB nasional. Namun, hanya sekitar 30% yang memiliki akses ke layanan perbankan formal.

Digitalisasi perbankan menjadi pintu masuk penting agar UMKM naik kelas. “Tanpa akses keuangan yang inklusif, UMKM sulit berkembang,” ujar Prof. Rudi Hartono, ekonom Universitas Udayana, ketika diwawancarai.

Menurutnya, bank-bank yang mampu menyediakan layanan digital yang ramah UMKM akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Baca Juga:  Ini Single Terbaru Tjok Bagus

CIMB Niaga membaca peluang ini sejak dini. Dalam 70 tahun perjalanan mereka, transformasi digital bukan sekadar strategi, tetapi kebutuhan. Bank ini berkomitmen menghadirkan layanan keuangan yang mudah diakses siapa pun, dari kota besar hingga desa.

OCTO: Bank di Genggaman

Salah satu lompatan terbesar CIMB Niaga adalah pengembangan OCTO Mobile dan OCTO Clicks. Kedua platform ini memungkinkan nasabah melakukan hampir semua transaksi tanpa harus ke cabang.

Melalui OCTO Mobile, nasabah bisa menabung, membayar tagihan, membeli pulsa, investasi reksa dana, hingga mengajukan pinjaman. Sementara OCTO Clicks dirancang bagi pengguna yang terbiasa dengan akses melalui desktop dengan fitur lebih detail untuk manajemen keuangan.

“Digital banking adalah cara kami menjangkau nasabah di mana pun mereka berada. Filosofinya sederhana: semua layanan perbankan harus ada di genggaman,” ujar Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga, dalam sebuah konferensi pers pada awal 2025.

Baca Juga:  Metamorfosis Soul And Kith dalam ‘A Journey Unseen’, Sebuah Album Mini

Data internal CIMB Niaga mencatat, pada 2024 pengguna OCTO Mobile tumbuh lebih dari 30%, dengan lebih dari 10 juta pengguna aktif. Volume transaksi digital pun meningkat pesat, melampaui transaksi di cabang fisik.

Literasi dan Inklusi Keuangan

Namun, transformasi digital tidak hanya soal aplikasi. Tantangan terbesar adalah literasi keuangan. Banyak UMKM seperti Arini yang awalnya gagap menggunakan layanan digital.

Untuk itu, CIMB Niaga menggelar berbagai program literasi keuangan, mulai dari pelatihan UMKM di kota-kota besar hingga edukasi di desa-desa. Salah satunya melalui program Kejar Mimpi, yang tak hanya menyasar generasi muda, tetapi juga para pelaku usaha kecil.

“Bank harus hadir sebagai pendamping, bukan sekadar penyedia layanan,” ujar Maria Handayani, Head of Digital Banking CIMB Niaga.

Baca Juga:  UNIVLOX Lite Night Vo.4 Tampil di Pulau Peninsula The Nusa Dua

Menurutnya, edukasi menjadi kunci agar masyarakat tidak hanya bisa menggunakan layanan digital, tetapi juga mengelolanya dengan bijak.

Adaptasi Gaya Hidup Digital

Transformasi digital perbankan juga erat kaitannya dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Generasi muda, terutama milenial dan Gen Z, kini lebih memilih layanan serba cepat, tanpa antrean, dan bisa dilakukan kapan saja.

CIMB Niaga menanggapi tren ini dengan memperluas ekosistem pembayaran digital, termasuk integrasi dengan marketplace, transportasi online, hingga aplikasi gaya hidup. “Kami ingin nasabah merasa bank hadir dalam keseharian mereka,” tambah Maria.

Contohnya, bagi Arini, pembayaran kopi di warungnya kini tak lagi terbatas pada uang tunai. Banyak pelanggan membayar dengan QRIS, bahkan ada yang berlangganan kopi bulanan lewat transfer otomatis. “Lebih praktis buat saya, lebih nyaman buat mereka,” ujarnya.

Baca Juga:  Warga “Kasepekang” di Bangli Tetap Bisa Memilih

Pilar Digital dalam 70 Tahun Perjalanan

Perjalanan 70 tahun CIMB Niaga menunjukkan bagaimana bank ini konsisten beradaptasi. Dari awal berdiri sebagai Bank Niaga pada 1955, hingga kini menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia, digitalisasi menjadi fondasi penting.

Transformasi bukan berarti meninggalkan cabang fisik. Sebaliknya, cabang kini berfungsi sebagai smart branch yang dilengkapi teknologi digital, tempat nasabah bisa berkonsultasi lebih dalam sementara transaksi rutin cukup dilakukan lewat ponsel.

“Nasabah tetap butuh interaksi manusia, tapi transaksinya harus seefisien mungkin. Kombinasi keduanya yang kami hadirkan,” jelas Lani.

Menatap Masa Depan

Bagi Arini, digital banking bukan sekadar aplikasi, melainkan jembatan menuju masa depan. Kini ia merencanakan membuka cabang kecil di Gianyar, dengan modal yang sebagian besar ia peroleh dari kredit UMKM CIMB Niaga.

Baca Juga:  Kantor Cabang yang Bukan Sekadar Tempat Transaksi, tapi Pengalaman yang Dirancang untuk Nasabah

“Dulu saya merasa usaha ini hanya cukup untuk makan. Sekarang saya percaya, kopi saya bisa sampai ke banyak orang,” paparnya.

Cerita Arini menjadi cermin bagaimana digital banking CIMB Niaga bukan hanya soal teknologi, tetapi soal kehidupan nyata: memberi peluang, membuka akses, dan mendorong ekonomi rakyat.

Tujuh dekade perjalanan CIMB Niaga menegaskan satu hal: kontribusi terbesar bank bukan pada gedung tinggi atau angka laba, tetapi pada dampak nyata di masyarakat. Dan di era digital ini, dampak itu kian terasa—hingga ke sebuah warung kopi sederhana di sudut Denpasar. [B/amrita dharma]

Related post