Pasamuhan Alit 2025 Akan Bahas Isu Degradasi Budaya dalam Industri Pariwisata
Pentas kesenian di ajang Pesta Kesenian Bali/Foto: dok.balihbalihan
MODERNISASI dan komersialisasi pariwisata menjadi andil menggerusnya nilai budaya Bali. Hal itu menyebabkan komersialisasi budaya yang mengikis makna asli, perubahan tata ruang desa menghilangkan lahan pertanian dan ruang publik, serta pergeseran sosial akibat overtourism.
Fenomena tersebut dapat melemahkan rasa kebersamaan komunitas lokal, meskipun di sisi lain pariwisata juga membawa kemakmuran dan lapangan kerja. Gemerlap pariwisata Bali yang mendunia, tersimpan kegelisahan mendalam tentang arah dan nasib kebudayaan Bali. Benarkah?
Untuk menemukan jabawan serta solusi, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali melalui Majelis Kebudayaan Bali (MKB) yang menggelar Pasamuhan Alit 2025 dengan mengangkat topik besar “Menjaga Tanah Bali dan Ketahanan Budaya dalam Industri Pariwisata Bali”.
“Itulah pentingnya forum tahunan ini untuk merespons isu-isu aktual yang menyentuh akar persoalan budaya Bali di tengah gempuran industri pariwisata,” kata Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, Jumat 17 Oktober 2025.
Pasamuhan Alit Majelis Kebudayaan Bali Tahun 2025 itu bakal berlangtsung pada Rabu dan Kamis, 22 – 23 Oktober 2025 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali.
“Pasamuhan Alit ini membicarakan hal-hal aktual di tahun ini. Isu ini penting disikapi. Persoalan-persoalan yang terjadi ujung-ujungnya dapat menghancurkan budaya Bali,” tegas Prof. Arya dalam rapat persiapan di Kantor Disbud Bali itu.
Hasil dari pasamuhan kali ini, tidak hanya bersifat normatif, tetapi diharapkan menjadi gerakan nyata untuk membangkitkan kesadaran kolektif dalam menjaga jati diri budaya Bali.
“MKB tidak boleh hanya menjadi forum yang berbicara tanpa aksi. Kita perlu langkah konkret untuk menyeimbangkan antara kemajuan ekonomi dan pelestarian budaya,” tegas mantan Rektor ISI Bali itu.
Untuk memperdalam pembahasan, kegiatan Pasamuhan Alit akan diisi dengan pemaparan dan diskusi yang membahas empat sub tema utama, yaitu Strategi Menjaga Tanah dan Manusia Bali untuk Generasi Mendatang, Redefinisi Indikator Pariwisata Budaya Bali.
Termasuk membahas Peran Desa Adat dalam Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan serta Menjaga Kedaulatan Bali melalui Konsep Desa Budaya.
Keempat isu tersebut akan dipaparkan oleh para akademisi dan tokoh budaya ternama diantaranya Prof. Dr. I Dewa Gde Palguna (Pakar Hukum Universitas Udayana), Prof. Dr. I Wayan Windia (ahli hukum adat).
Termasuk Prof. Dr. I Gde Pitana (Ida Pandita Mpu Brahmananda) dan Prof. Dr . I Made Bandem dan akan dimoderatori oleh Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra.
Suasana diskusi akan diperkuat dengan kehadiran peserta lintas sektor, mulai dari POKJA Percepatan Pembangunan Provinsi Bali, MDA, MKB, PHDI, pelaku industri pariwisata, akademisi, seniman, praktisi hukum, hingga tokoh pers.
Pasamuhan Alit 2025 diharapkan menjadi titik balik kesadaran kolektif masyarakat Bali, untuk tidak hanya menikmati pariwisata budaya, tetapi juga menjaga ruh dan makna budaya itu sendiri agar tetap hidup di tengah arus globalisasi.
“Kita ingin Bali tetap Bali. Bukan hanya dalam bentuk, tapi juga dalam jiwa,” lanjut Prof. Arya penuh makna.
Ketua Harian MKB, Prof. Dr. I Komang Sudirga mengatakan, di hari kedua Pasamuhan Alit akan menampilkan talkshow interaktif dengan menghadirkan tokoh-tokoh muda dan vokal yang selama ini aktif memperjuangkan kelestarian budaya dan lingkungan Bali.
Di antara narasumber tersebut ialah I K. Eriadi Ariana (Jro Penyarikan Duuran Batur), I Gusti Ari Rai Temaja (pegiat peduli sungai), I Gede Adrian Mahaputra (penggiat media sosial), dan I Kadek Wahyudita (pegiat budaya), dengan moderator I Wayan Juniarta, jurnalis budaya.
Forum ini juga akan melibatkan peserta dari berbagai lapisan, seperti Pasikian Yowana, mahasiswa perguruan tinggi se-Bali, komunitas budaya dan lingkungan, Abhinaya Basa Bali Wiki, penggiat media sosial, penulis, serta wartawan budaya. [B/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali