Abisatya Sani Nugraha #2: Menghidupkan Kembali Jejak Pengabdian Seni di Desa Peliatan
Pemerintah Desa Peliatan menganugrahkan Abisatya Sani Nugraha #2 kepada 50 seniman maestro/Foto: dok. Desa Peliatan
SENIMAN seni tari ataupun seni tabuh memiliki kontribusi terhadap pelestarian, pengembangan, dan mempromosikan budaya melalui karya seni yang diciptakannya. Mereka berdedikasi dalam menjaga warisan budaya, menciptakan karya inovatif, juga berperan sebagai perekat bangsa.
Karena itu, Pemerintah Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar menyerahkan Abisatya Sani Nugraha #2 kepada seniman, maestro yang pengabdian dan karya-karyanya memperkaya khazanah seni lokal, menembus panggung Bali, Indonesia, bahkan internasional.
“Ini komitmen desa dalam memuliakan para maestro seni—baik yang masih berkarya maupun yang telah berpulang—yang telah membentuk wajah seni Peliatan hingga dikenal dunia,” kata Ketua Panitia, I Made Sudiarta, S.Pd disela-sela acara tersebut, Minggu 30 November 2025.
Para seniman maestro itu, yang pernah menerima penghargaan tingkat kabupaten, provinsi, nasional hingga internasional. “Penghargaan ini merupakan langkah nyata Pemerintah Desa, baik Adat maupun Dinas, untuk menghadirkan sinergi dalam pelestarian seni Peliatan,” tegasnya.
Tahun ini, sebanyak 50 seniman Peliatan menerima penghargaan, meliputi lima bidang seni, yaitu Karawitan, Tari, Lukis, Kriya, dan Sastra. Penyerahan penghargaan berlangsung di Wantilan Pura Dalem Gede Peliatan, didanai APBDes 2025 dan menjadi agenda tahunan.
“Abisatya Sani Nugraha menjadi wujud penghormatan kami bagi para pengabdi seni, termasuk maestro yang telah berpulang. Warisan kecerdasan dan kehalusan budi mereka tetap hidup melalui karya-karyanya,” ujarnya.
Sudiarta menegaskan, kekayaan seni Desa Peliatan tidak hadir begitu saja, melainkan dijaga bersama oleh masyarakat.
“Peliatan memiliki habitat seni yang dijaga secara sadar oleh warganya. Melalui program pembinaan dan regenerasi, kami berupaya memastikan seni adiluhung ini tetap hidup dan lestari,” tegas Sudiarta.
Salah satu penerima penghargaan tahun ini adalah almarhum I Ketut Nesa, sosok sentral dalam perkembangan Kesenian Kecak di Banjar Tengah, Peliatan. Kecak yang benih awalnya dipetik dari Desa Bona itu tumbuh subur di Peliatan berkat ketekunan seniman seperti Ketut Nesa.
Ketut Nesa bukan hanya guru di sekolah, tetapi juga guru dalam dunia seni. Ia seorang pendidik yang dikenal tegas dan disiplin. Ketut Nesa mempelajari Kecak langsung dari sumbernya, menghayatinya, lalu membawa pulang nilai-nilai itu untuk menjadi identitas baru bagi Peliatan.
Kini, Kecak Banjar Tengah tetap eksis, lestari, dan menjadi salah satu ikon seni desa yang tak hanya lestari, tetapi juga menginspirasi. Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, masyarakat Peliatan menganugerahkan Abisatya Maha Sani Nugraha 2025 kepada almarhum.
Warisan yang ditinggalkan Ketut Nesa, memiliki suara gemuruh Kecak yang menggema hingga menembus negeri Sakura. Lestarinya kesenian Kecak itu menjadi tanda bahwa pengabdian tulus tidak pernah padam meski sang maestro telah berpulang. [B/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali