Sanggar Seni Pranawa Swaram Desa Dalung Pentaskan Karya-karya Maestro Wayan Lotring di PKB Ke-47

 Sanggar Seni Pranawa Swaram Desa Dalung Pentaskan Karya-karya Maestro Wayan Lotring di PKB Ke-47

Sanggar Seni Pranawa Swaram Desa Dalung pentaskan karya-karya Maestro Wayan Lotring di PKB Ke-47/Foto: ist

SAMA seperti dulu! Sekarang pun tari legong masih menjadi primadona. Lihat saja sajian Tari Legong Kuntul dan Legong Pelayon pada Rekasadana (Pergelaran) Kesenian Tradisional dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali, Minggu 6 Juli 2025.

Pergeralan seni yang disajikan oleh Sanggar Seni Pranawa Swaram, Banjar Kaja Dalung, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara tampil sebagai Duta Kabupaten Badung ini memikat penonton. Sanggar ini tampil menawan, membuat penpntpon memblidajk memenuhi panggung presenium itu.

Sanggar ini menyajikan empat garapan seni, dua karya tabuh dan sua tari legong, yakni Gending Kawitan karya Maestro. Alm. I Wayan Lotring, Legong Playon, lalu Tabuh Cingkrem selanjutnya Tari Legong Kuntul.

Penabuh anak dan remaja tampak bersemangat. Mereka yak hanya piawai dalam memainkan gamelan tradisional, tetapi juga menjunjung tinggi persetaran gender. Sebab, dua gadis memainkan rebab dan seorang gadis memainkan Jegog.

Baca Juga:  Tampil di PKB Ke-44, Tim Kesenian Indramayu Sajikan Topeng Mimi Rasinah, Rudat, Sintren dan Berokan

Penonton mulai dari anak-anak hingga dewasa tampak antusias menyaksikan pementasan tari dan tabuh klasik itu. Mereka tidak beranjak dari tempat duduknya. Bahkan, beberapa dari mereka ada yang berdiri untuk dapat merasakan ruh legong yang dipercaya lahir pada jaman kerajaan itu.

“Karena pergelaran ini bertajuk kesenian tradisi, maka kami pentaskan tari legong dan tabuh karya Maestro Wayan Lotring kebanggaan Badung,” kata Kordinator I Gede Eka Adi Saputra, S.Sn disela-sela pergelaran itu.

Duta Seni Kabupaten Badung ini melibatkan sebanyak 25 orang penabuh, dan 6 orang penari. Mereka kebanyakan sebagai penabuh pendatang baru, namun memiliki teknik yang lumayan dalam memainkan gamelan jenis semara pagulingan.

“Kami sengaja mengangkat palegongan sehingga dapat menginspirasi atau memberi imbas kepada generasi muda untuk mempelajari kesenian klasik yang terkenal hingga mancanegara itu,” ujarnya.

Baca Juga:  Masih Asri Tradisi Mabuug-buugan di Desa Adat Kedonganan.

Menurutnya, di Desa Dalung tak memiliki sesuwunan legong, tetapi memgangkat legong dalam pementasan kali ini murni untuk melestarikan kesenian klasik, sekaligus mengajak anak-anak muda untuk mencintai kesenian sendiri, dengan cara mempelajari dan menarikannya.

Persiapan yang dilakukan sejak empat bulan lalu. Sementara sanggar yang berdiri sejak tiga tahun lalu, lebih aktif kembali setelah memiliki barungan gamelan yang dimainkan pada ajang PKB ini.

Sekaa gong yang didukung anak-anak dan remaja itu memang mempesona. Mereka memainkan gamelan dengan tenang, tanpa emosi yang berapi-api. Wajar, mereka memainkan gending-gending yang klasik bukan kreasi baru.

Mengawali pergelaran dengan menampilkan Gending Kawitan karya Maestro. Alm. I Wayan Lotring. Gending Kawitan digarap sedemikian rupa, dengan keunikan tersendiri. Sebagai pembina I Made Murna, S.S.Kar, I Putu Oka Rudiana, S.Sn,M.Sn dan I Ketut Andre Aldi Wijaya, S.Sn.

Baca Juga:  Drama Gong ‘Kadga Maya’ di PKB Ke-47: Menghibur dan Sarat Pesan

Garapan gending Kawitan ini diawali dengan instrumen kemong, instrumen berfungsi memberikan tekanan atau aksen pada kalimat-kalimat gending gamelan Semar Pagulingan saih lima maupun saih pitu.

“Namun dalam gending Kawitan, kemong ialah instrumen penting untuk memberikan aksen awalan (pengawit),” kata Eka Adi Saputra.

Instrumen kemong ialah instrumen utama sebagai ciri khas dari gending Kawitan, serta perpaduan konsep kebyar yang bernuansa keras dan tegas. Garapan ini memberikan gambaran indahnya suasana gelombang ombak pantai kuta.

Suasana itu, lalu ditransformasikan lewat unsur – unsur musikal karawitan Bali, seperti pengolahan jalinan melodi, permainan tempo, ritme serta menyatukan unsur harmoni yang sangat penting untuk membentuk karakter dan suasana pada garapan Gending Kawitan.

Baca Juga:  Keren….! Menulis Aksara Bali di Facebook dan Instagram

Legong Pelayon sebagai persembahan kedua, mengisahkan seorang puteri raja yang bernama Ni Diah Rangkesari, sedang bermain dan bercengkrama dengan teman-teman sepermainannya.

Tarian ini memiliki koreografi yang indah dengan rangkaian gerak-gerak ritmis yang dinamis, menonjolkan keragaman gerak menyatu dengan iringan musik.

Dalam penampilan kali ini, Ni Komang Ayu Dita Lestari selaku pembina menekankan pada pakem tari yang ada. Tari Legong Pelayon ini mempunyai ciri khas agem dan gerakan “lemah gemulai” mengikuti alunan melodi gamelan palegongan yang melankolis, syahdu, dan sendu.

Pergelaran Sanggar Seni Pranawa Swaram ini kemudian dipungkasi dengan penampulan Tabuh Cingkrem. Tabuh ini, merupakan sebuah karya musik tradisional Bali yang mengangkat tema pertemuan sosial yang akrab dan penuh kehangatan.

Baca Juga:  Penari ‘Bajang’ Joged Bumbung Padma Sari Memikat Penonton di PKB Ke-47

Jika ditelisik dalam budaya Bali, cingkrem bukan hanya sekadar berkumpul, tetapi merupakan momen penting untuk mempererat tali persaudaraan dan memperkokoh rasa kebersamaan di antara anggota masyarakat.

Persembahan kedua, menampilkan Legong Kuntul yang menggambarkan karakteristik keanggunan sekelompok burung bangau atau kokoan putih yang melakukan kebiasaan sehari-hari dalam bercengkrama.

Terkadang, mencari makan dan terbang dengan formasi yang bgitu indah. Tari klasik ini dibina oleh Ni Komang Ayu Dita Lestari,S.Sn. [B/darma]

Related post