Muda Mudi Tanjung Benoa Majangeran di Pesta Seni, Ajak Orangtuanya Bernostalgia

 Muda Mudi Tanjung Benoa Majangeran di Pesta Seni, Ajak Orangtuanya Bernostalgia

Sanggar Seni Wredaya Muni Desa Adat Tanjung Benoa pentaskan Tari Janger di PKB ke-47/Foto: ist

“ARA sijang krangi janger, ara sijang krangi janger”. Itulah penggalan lirik dari lagu yang dinyanyikan oleh muda-mudi Kabupaten Badung ketika tampil dalam Utsawa (Parade) Janger Tradisi Remaja di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin 14 Juli 2025.

Para pemuda dan pemudi ini tampil sangat ceria, riang dan gembira menarikan tarian pergaulan dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 itu. Mereka menari lincah, dan selalu mengumbar senyum, sehingga pengunjung yang hadir. Mereka menari senang, penonton pun puas.

Dalam kesempatan itu, Duta Kabupaten Badung menerjunkan Sanggar Seni Wredaya Muni, Desa Adat Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan untuk menyapa masyarakat seni dengan dengan tarian pergaulan yang memikat itu.

“Dalam pegelaran Janger kali ini, kami membawakan tema mengenai heterogenitas tiga suku dan juga keyakinan yang hidup saling berdampingan di Tanjung Benoa,” kata Ketua Sanggar Seni Wredaya Muni sekaligus koordinator pementasan, I Ketut Aditya Putra.

Baca Juga:  Tampil di PKB Ke-44, Tim Kesenian Indramayu Sajikan Topeng Mimi Rasinah, Rudat, Sintren dan Berokan

Kesenian jangger ini memang digarap apik, mengedepankan teknik tari hingga tema-tema tentang anak muda yang membuat penonton terkesima. Suasana tempat pentas berbentuk presenium itu tampak sesak dibanjiri penonton jauh sebelum waktu pentas.

Gerak penari senada dan seirama dari muda-mudi yang tampil mengundang decak kagum. “Malam ini, janger kami di Tanjung Benoa mengangkat tema “Napak Tetamian”. Tema ini menggambarkan munculnya tari janger di Desa Adat Tanjung Benoa,” ungkapnya.

Munculnya tari janger di Desa Adat Tanjung Benoa itu, masyarakatnya hidup rukun berdampingan antar tiga perbedaan suku dan keyakinan, yakni Hindu Bali, Islam Bugis, dan Cina Konghucu.

Tetamian, tapakan berupa Rangda ditampilkan dalam kesenian janger/Foto: ist

Kata “Tetamian” merujuk pada warisan atau peninggalan. Di Desa Adat Tanjung Benoa, terdapat sebuah tapakan berupa Rangda yang merupakan warisan atau peninggalan dari sekelompok masyarakat Hindu hingga saat ini. Disitulah yang membuat kesenian janger ini terkesan magis.

Baca Juga:  Dari Diskusi "To I Bungan Sandat":A.A Made Cakra "Legend" Pionir Lagu Pop Bali

Ketika masolah (menari), tapakan rangda ini diiringi dengan lagu-lagu janger, menari bersama penari janger saat upacara Piodalan berlangsung. Keberlangsungan upacara yang dilakukan saat itu juga tidak terlepas dari campur tangan masyarakat Islam Bugis dan China Konghucu.

“Hal itu yang menggambarkan Jagat Kerthi, Loka Hita Samudaya. Kami mengusung tema akulturasi budaya, keberagamaan di Desa Adat Tanjung Benoa. Karena heterogenitas ini sepengetahuan saya, sejak saya lahir sudah ada,”imbuh Aditya Putra.

Kolaborasi antar suku Hindu-Bali, Islam-Bugis, dan Cina-Konghucu, lalu mencoba untuk membuat kreativitas baru. “Sanggar Seni Wredaya Muni mencoba mengkolaborasikan tiga budaya ke dalam satu kesatuan pementasan,” tegasnya.

Keberhasilan pementasan ini didukung oleh 29 penari dan 22 orang penabuh. “Proses kreatif kami berjalan selama hampir 3 bulan, karena gending-gending itu juga merupakan tetamian yang ada di Tanjung Benoa. Tiga suku ini, kami garap menjadi satu kesatuan,” ucapnya.

Baca Juga:  12 Film Peran Perempuan di ‘Perempuan Dalam Sinema’: Persembahan Sanur Cinema Creative di Amphitheatre Living World Denpasar

Mengenai keberadaan janger di Desa Adat Tanjung Benoa, Aditya menuturkan bahwa berdasarkan penelusuran dulunya janger sempat tercipta di desa adat tersebut pada tahun 1998. Janger itu lahir atas prakarsa tokoh-tokoh di Banjar Tengah, di Desa Adat Tanjung Benoa.

Para tokoh itu meminta diajarkan janger ke Banjar Bengkel, Sumerta Kelod, Denpasar. Selain karena pergaulan antar tokoh pada masa itu, dua daerah ini juga memiliki keterkaitan secara niskala. Sesuhunan di Tanjung Benoa ada kaitannya dengan yang ada di Bengkel.

Jangar itu sempat vakum, namun tidak ada informasi yang pasti mengenai kapan janger Tanjung Benoa itu mulai vakum. Adanya ajang PKB ke-47 tahun 2025, janger Tanjung Benoa kembali bangkit. “Dulu, pada tahun 1998, janger itu eksis di Tanjung Benoa,” kenangnya.

Namun, karena perkembangan zaman dan generasi pun pola pikir berbeda, kesenian ini sempat vakum. Akan tetapi kurang tahu mulai vakum tahun berapa. “Nah pada tahun 2025 ini yang kita ajak berproses adalah anak-anak dari penari janger sebelumnya,” imbuhnya.

Baca Juga:  Pesta Kesenian Bali XLVII, Akan Dibuka Menbud Fadli Zon di Taman Budaya Bali

Bangkitnya kembali Janger Tanjung Benoa ini dibawakan oleh anak-anak muda desa setempat. “Anak-anak yang menari janger, seakan membawa nostalgia kepada orang tua mereka,” ujar Aditya Putra senang. [B/darma]

Related post