Kementerian Kebudayaan RI Bahas Strategi Pelestarian Warisan Budaya Takbenda di ISI Bali

 Kementerian Kebudayaan RI Bahas Strategi Pelestarian Warisan Budaya Takbenda di ISI Bali

Kementerian Kebudayaan Bahas Strategi Pelestarian Warisan Budaya Takbenda di ISI Bali/Foto; ist

SEMINAR bertajuk “Future of Intangible Cultural Heritage” serangkaian forum internasional Culture, Heritage, Art, Narratives, Diplomacy, and Innovation (CHANDI) 2025 digelar di Gedung Citta Kelangen (Gedung Serbaguna) Institut Seni Indonesia (ISI) Bali, Jumat 5 September 2025.

 

Seminar yang digelar Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (RI) ini mempertemukan akademisi dan pemangku kebudayaan untuk membahas strategi pelestarian warisan budaya takbenda, mulai dari musik, tari, kuliner, hingga ritual, yang menjadi identitas penting bangsa.

Diskusi yang diikuti oleh para delegasi ini dimoderatori oleh Pengajar Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Bali, I Made Jodog, dan menghadirkan empat narasumber utama, serta digadiri delegasi dari negara Singapura, Armenia, Rusia, Belarusia, dan Zimbabwe, para akademisi, dan mahasiswa.

 

Prof. Dr. A.A. Gde Bagus Udayana, S.Sn., M.Hum memaparkan tentang kuliner tradisional Bali, salah satunya hidangan Betutu yang disebut di dalam Lontar Dharma Caruban. Setiap bahan masakan Betutu memiliki keterkaitan dengan arah mata angin dan manifestasi dewa dalam konsep delapan penjuru, serta panca Pandawa dalam pewayangan.

Baca Juga:  Sanggar Cresendo, Gede Mudra dan Gema Nada Payangan Tampil Memikat di Penghujung Tahun 2024
 

Dengan demikian, masakan Bali memadukan unsur rasa sekaligus nilai spiritual. “Implementasi filosofi Dharma Caruban tampak jelas dalam Betutu. Jadi Betutu sering muncul dalam upacara adat, sesajian dan pesta khusus,” ucapnya.

 

Jadi fungsi budaya, keseimbangan rasa, bahasa genap dalam Betutu melambangkan keseimbangan, ini mencerminkan filosofi hidup masyarakat Bali yang menekankan keharmonisan atau Tri Hita Karana.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama ISI Bali, Prof. Dr I Komang Sudirga, S.Sn, M.Hum, memaparkan materi tentang Sapuh Leger, Ritual Ruwatan Jiwa. “Tujuan ruwatan adalah

untuk membersihkan jiwa dari pengaruh jahat yang ada di dalam jiwa manusia. Salah satu ritual pembersihan jiwa yang ada di Bali adalah Wayang Sapuh Leger,” ujarnya.

 

Wayang Sapuh Leger berarti upacara adat untuk membersihkan jiwa dan ditujukan untuk melindungi anak-anak yang lahir pada Minggu Wayang. “Wayang Sapuh Leger adalah warisan budaya takbenda yang membutuhkan perlindungan,” ungkapnya.

Baca Juga:  Difasilitasi Disbud Bali, 50 Komunitas Siapkan Pentas Virtual

Sementara itu, Kandidat Profesor ISI Bali, Dr. I Gede Yudarta menyampaikan peran penting Gamelan Selonding sebagai sumber inspirasi estetika sekaligus peneguh identitas budaya bagi seniman muda Bali di era global.

 

“Gamelan Selonding memiliki sejarah panjang lebih dari delapan abad. Sejak dahulu, gamelan Selonding dipandang sakral dalam upacara besar dan berfungsi sebagai medium penghubung manusia dengan dimensi transendental, sekaligus memperkuat identitas komunal masyarakat,” jelasnya.

Menurut Yudarta, transformasi selonding dalam bingkai revitalisasi memastikan gamelan selonding tetap menjadi bagian integral kehidupan budaya Bali, sekaligus simbol identitas budaya yang mampu berdialog dengan dunia.

 

Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Beijing, Yudil Chatim ikut memperkaya seminar dengan gagasan menarik. Masa depan warisan budaya takbenda tidak hanya ditentukan oleh tradisi itu sendiri, melainkan kemampuan masyarakat untuk memahami.

Baca Juga:  Subak Spirit Festival 2024: Menjaga Keseimbangan Budaya Subak dan Pariwisata Berkelanjutan
 

Bagi Indonesia, warisan budaya adalah jembatan penting yang memperkuat diplomasi kebudayaan sekaligus mempererat hubungan baik antarbangsa. Masa depan diplomasi budaya di Beijing ditunjukkan dalam Rumah Budaya Indonesia (RBI) di Tianjin.

 

RBI dirancang sebagai pusat studi Indonesia di Tiongkok Utara dengan misi utama, yakni untuk mempromosikan bahasa, seni, dan warisan melalui kelas serta pertunjukan. Yudil turut memperkenalkan konsep Academy, Business, Government, Community, and Media (ABGCM).

“Konsep ini menempatkan universitas sebagai pusat akademik dan UMKM Indonesia sebagai wajah inovasi bisnis melalui e-commerce Tiongkok. Dengan lebih dari 25 universitas di Tiongkok yang telah membuka program studi Bahasa Indonesia, RBI memiliki potensi besar untuk direplikasi menjadi jaringan pusat budaya dan ekonomi yang kuat,” jelasnya.

 

Narasumber terakhir, Direktur Program Pascasarjana ISI Bali, Ni Nyoman Febriani, Ph.D memaparkan tentang kain tenun gringsing. Kain gringsing berasal dari Desa Tenganan, Karangasem, merupakan satu-satunya kain di Indonesia yang dibuat dengan teknik tenun ikat ganda.

Baca Juga:  Program Inovasi Seni Nusantara ISI Bali, untuk Antisifasi Bullying dan Kuatkan Kreativitas Anak
 

Teknik langka ini di dunia hanya ditemukan di dua tempat lain, yakni Jepang dan India. Nama Gringsing, lanjutnya berasal dari kata gring (sakit) dan sing (tidak), yang berarti “tidak sakit” atau perlindungan dari penyakit.

 

Filosofi perlindungan ini melekat dalam proses pembuatan kain, yang diwariskan turun-temurun. Masyarakat Tenganan percaya keseimbangan unsur, pola benang lungsi dan pakan, pemilihan waktu, hingga tampilan warna, menjadi kunci agar kain Gringsing memiliki kekuatan sakral.

 

Konsep perlindungan dalam proses pembuatan kain Gringsing sudah diwariskan secara turuntemurun di Desa Tenganan.

 

Masyarakat Tenganan percaya bahwa perlindungan dapat tercapai apabila unsur-unsur yang mendukung proses pembuatan kain Gringsing seimbang dan selaras, yaitu pada pola benang lungsi dan benang pakan, pemilihan waktu, serta tampilan warna,” jelasnya.

 

Rektor ISI Bali, Prof. Dr. I Wayan ‘Kun’ Adnyana, S.Sn., M.Sn. sebelum seminar dimulai meyakini

melalui forum ini, para pembicara akan memperkaya pemahaman kita dan memperkuat upaya dalam melestarikan warisan budaya, mendorong inovasi seni, serta menempatkan budaya sebagai pilar penting pembangunan masa depan.

Baca Juga:  Jorge Martin Peraih Podium Utama Pertamina Grand Prix of Indonesia 2024
 

Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, dalam sambutannya menekankan, warisan budaya takbenda bukan hanya peninggalan masa lalu, melainkan juga fondasi masa depan. Tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual, pengetahuan tradisional, hingga kerajinan tangan. Identitas dan kearifan lokal yang telah terbukti mampu bertahan dan beradaptasi berabad-abad lamanya.

Arus globalisasi, modernisasi, dan perubahan iklim menghadirkan tantangan serius terhadap keberlangsungan warisan budaya. “Oleh karena itu, seminar ini menjadi penting sebagai ruang kolaborasi untuk berbagi pengetahuan, memperkuat kerja sama lintas negara, serta merumuskan strategi pelestarian yang relevan dengan perkembangan zaman,” ujarnya. [B/darma]

Related post