ISI Bali Latih Anak-anak Melukis Wayang Kamasan dengan Media Plexsiglas dan Pot Gerabah

 ISI Bali Latih Anak-anak Melukis Wayang Kamasan dengan Media Plexsiglas dan Pot Gerabah

ISI Bali latih anak-anak melukis Wayang Kamasan dengan media plexsiglas dan pot gerabah/Foto: ist

MAHASISWA dan dosen Program Studi Tata Kelola Seni Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Bali mengajak anak-anak pelukis Wayang Kamasan dengan bentuk yang lain. Artinya, lukisan wayang yang biasa dibuat di dalam kanvas, kini dibuat dalam media berbeda.

Kegiatan tersebut langsung mendapat apresiasi dari anak-anak Sanggar Sinar Pande Kamasan Klungkung. Mereka menjadi lebih senang dan bebas berekspresi serta berkreasi untuk menghasilkan karya seni. Apalagi, dalam penyampaian materi dikemas dengan penyertaan storytelling menarik.

“Melalui Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), kami ingin menawarkan solosi atas persoalan kejenuhan peserta didik melukis dan mewarnai khusus anak-anak di Sanggar Sinar Pande Kamasan Klungkung,” kata Ketua PKM, Dr. I Wayan Setem, S.Sn., M.Sn, Senin 3 November 2025.

Pelatihan yang dilakukan sekitar 12 bulan itu, melibatkan dosen sebagai anggota, seperti Drs. Gede Yosef Tjokropramono, M.Si, I Made Ade Candra Kusuma dan I Komang Aryawan, serta dibantu oleh beberapa mahasiswa seni.

Baca Juga:  Tubuh Tradisi dalam Pertunjukan Teater Modern di FSBJ IV

Pusat seni lukis tradisional Bali

Desa Kamasan Klungkung Bali memang sebagai pusat berbagai kerajinan, berupa lukisan klasik wayang Kamasan yang merupakan ciri khas dan sekaligus andalan Desa Kamasan. Karya seni itu, bahkan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO.

Seni lukis klasik wayang Kamasan dilakukan secara turun temurun yang dilakukan dengan meniru dari warisan leluhur. Maka tak heran, di Desa Kamasan lahir para maestro dan seniman yang menekuni seni lukis wayang Kamasan.

Di desa tersebut juga bertebaran art shop, dan rumah-rumah pengerajin, serta sanggar-sanggar untuk belajar melukis dan mewarnai. Anak-anak tingkat SD hingga SMP dari berbagai desa berdatangan untuk belajar melukis dan mewarnai pada sanggar-sanggar yang ada di sana.

Salah satu sanggar yang masih eksis adalah Sanggar Sinar Pande yang berada di Banjar Pande, Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung. Sanggar ini masih menyelenggarakan program pendidikan nonformal, meskipun dalam pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala.

Baca Juga:  ISI Bali Ajak Masyarakat Jatiluwih Punya Produk Cenderamata Sendiri

Pemilik sanggar, I Wayan Pande Sumantra, merupakan pelukis sekaligus penjual produk lukisan klasik wayang Kamasan, kemudian tergerak untuk melestarikannya dengan mendirikan sanggar seni yang bernama Sanggar Sinar Pande pada 9 Februari 2019.

Dalam melaksanakan aktivitasnya sanggar tidak memungut biaya apa pun, semua kebutuhan pembelajaran seperti kertas dan pensil disiapkan oleh pihak sanggar. Walau demikian, anak-anak ini sering mengikuti perlombaan yang diselenggarakan pihak kabupaten maupun provinsi.

“Masalah utama yang dihadapi oleh Sanggar Sinar Pande, banyak anak yang merasa bosan dengan aktivitas menggambar yang hanya seperti itu-itu saja. Media pembelajaran berupa media gambar yang diprint kemudian ditiru dalam proses melukis di atas permukaan buku gambar,” bebernya.

Gunakan bahan alternative dan kebebasan berekspresi

Proses pembuatan gambar seperti ini, setelah menguasai materi dasar, anak-anak peserta les merasa jenuh, dan membosankan. Mereka kurang mendapatkan alternatif media dan bahan melukis serta mewarnai, sehingga beberapa dari mereka berhenti les karena rasa jenuh.

Baca Juga:  PKB XLVI Ditarget Pengunjung 1.8 Juta, Sekaa Kesenian Wajib Tandatangai Pakta Integritas Sampah

“Mereka merasa jenuh, karena hanya mewarnai media gambar wayang yang diprint pada kertas, tidak ada kebebasan berkreasi, serta penyampaian materi pembelajaran kurang menarik. Ini yang membuat anak-anak merasa bosan, sehingga malas mengikuti pebelajar,” alasnya.

Karena itulah, mahasiswa dan dosen Program Studi Tata Kelola Seni Pascasarjana ISI Bali melakukan PKM untuk memberikan penawaran penggunaan bahan alternatif, kebebasan berekspresi, dan penyampaian materi yang lebih menarik agar pembelajaran menyenengkan.

“Kami mengajak anak-anak melukis Wayang Kamasan dengan menggunakan media alternatif berupa plexsiglas dan pot gerabah. Metodenya, menggunakan demonstrasi praktek secara langsung, yang diawali dengan pengumpulan data permasalahan, dan merancang pelatihan,” papar Setem.

Dalam prateknya, mereka mengembangkan pembelajaran seni lukis wayang Kamasan dengan sinergi konsep diversifikasi teknik melukis dan revitalisasi tekstual serta kontekstual, maka dapat meningkatkan minat dan animo anak-anak mengikuti pembelajaran melukis dan mewarnai.

Baca Juga:  Pangurip ISI BALI, Sah Menjadi Institut Seni Indonesia Bali

“Revitalisasi terhadap teknik proses melukis untuk memperkuat indigenous skill agar mampu mengaplikasikannya ke media-media yang lebih beragam. Kontekstual ini dilakukan dengan penerapan pada media baru untuk menghasilkan produk bervariasi dan lebih adaptif,” jelasnya.

Mereka tetap melukis dan mewarnai gambar dengan bersumber dari seni lukis klasik wayang Kamasan, namun dibuat di dalam media plexsiglas dan pot gerabah. Hal itu untuk memberikan peserta didik kebebasan berekpresi dan berkreasi.

Belajar melukis dan mewarnai itu dirangkai dengan bercerita atau mendogeng (storytelling), sehingga aktivitas melukis dan mewarnai lebih menyenangkan. Cara seperti ini, banyak sekali manfaatnya yakni melatih motorik, kognitif, kreatifitas dan imajinasi anak.

Hal ini juga sebagai upaya dalam membenahi kejenuhan anak melalui ragam aktivitas melukis yang menyenangkan bagi anak. “Mereka sanga senang, sehingga banya yang tertarik untuk meneruskan pembelajaran menggambar dan mewarnai sampai tingkat mahir,” imbuhnya.

Baca Juga:  Menuju WBTB, Permainan Tradisional Megandu Diverifikasi Kemendikbudristek

Pengembangan seni lukis wayang Kamasan dengan media plexsiglas dan pot gerabah ini, dapat mengoptimalkan potensi Desa Kamasan khususnya terkait seni lukis wayang klasik, kembali diminati dan menjadi daya trik atraksi wisata dengan kursus melukis wayang Kamasan.

“Sementara bagi kami, dosen dan mahasiswa dapat mengabdikan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pelatihan pengembangan seni lukis wayang Kamasan dengan media alternatif sebagai salah satu bentuk Tridharma Pergurauan Tinggi untuk masyarakat sekitar,” tutup Setem. [B/bud]

Related post