Tari Kreasi Baru Arjuna Tapa Sampaikan Pesan Teguh Hati
Dalam urusan mencipta karya seni, seniman Bali tak pernah miskin ide. Selalu saja ada gagasan-gagasan baru yang diungkap melalui ekspresi gerak, music ataupun tembang (vocal). Sebut saja yang dilakukan oleh I Ketut Sariada, I Gede Oka Surya Negara, dan I Gede Mawan sebagai penata musik iringannya. Ketiga seniman dari Program Studi (S-1) Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini menggarap sebuah tari kreasi baru yang tak hanya indah, tetapi juga sarat pesan. Tari berjudul “Arjuna Tapa” mengajak setiap orang untuk memupuk keteguhan hati dan membangun jiwa kepahlawan sebagai upaya menangkal pengaruh globalisasi.
Tari Arjuna Tapa terinspirasi dari ceritra Arjuna Tapa. Mengisahkan tentang diutusnya Arjuna oleh Yudistira untuk bertapa ke Gunung Indrakila dengan harapan mendapatkan senjata sakti, yang bisa dipergunakan dalam menghadapi Korawa dalam perang besar Bharatayuda. Pertapaan Arjuna mendapat godaan, seperti bidadari dari khayangan, babi besar jelmaan Momosimuka, dan godaan pemburu Kirata. Semua godaan itu dapat diatasi dengan baik, sehingga dengan keteguhan hati Arjuna maka Dewa Shiva menganugrahkan Panah Pasupati yang kelak dapat menghancurkan musuh-musuhnya. “Melalui garapan tari ini, kami ingin mengajak semua orang untuk selalu teguh, dan tak tergoyah oleh godaan apapun,” kata Sariada diela-sela latihan, Jumat 26 Agustus 2022.
Tari kreasi baru ini dibawakan oleh tujuh orang penari laki, membawa property panah. Karya tari ini memiliki dua karakter, yaitu lima orang sebagai tokoh laki yang memerankan Panca Pandawa yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa. Sedangkan dua penari lainnya memerankan tokoh wanita sebagai Dewi Kunti dan Dewi Drupadi. Gerak tarinya masih mengacu pada gerak-gerak tari baris. Kostum berpola pada tata busana tradisi Bali yang dominan mengambil warna kuning emas dan putih untuk menguatkan nuansa agung dan kesucian. Tata rias menggunakan tata rias tradisi Bali, dan menggunaan gamelan gong luang sebagai music iringannya.
Tari berdurasi 12 menit itu, proses penciptaannya melalui tahap penjajagan, percobaan dan pembentukan. Struktur karya masih berpatokan pada pakem tari tradisional Bali, yakni terdiri dari empat bagian yaitu pepeson, pengawak, pengecet, dan pekaad. “Jika sudah memiliki keteguhan hati, maka seorang kesatrya sejati akan berhasil dalam melakukan pekerjaannya dengan baik dan lancar, apabila dapat melewati segala halangan dan godaan yang dihadapi dalam mencapai tujuannya. Penciptaan tari ini, sebagai bentuk pengembangan seni tradisi serta upaya melestarikan seni budaya Bali di tengah gelombang arus globalisasi,” ujarnya.
Cerita ini mengandung pesan yang sangat mendalam yaitu seseorang harus teguh dan tahan menghadapi segala rintangan kehidupan, sehingga kalau lulus dari rintangan tersebut akan mendapat hasil yang baik. Seperti itu yang dilakukan Arjuna teguh dan taat dalam melakukan tapa semadi dan mendapat hasil yang baik. “Tari ini nantinya bisa berkelanjutan, sehingga mampu membangkitkan jiwa keteguhan hati dan kepahlawanan para generasi muda dengan bercermin pada Tari Kreasi Baru Arjuna Tapa ini,” harap Sariada.
Tari ini mengungkap dua karakter yang berbeda serta pengolahan karakter gerak bebarisan dengan kombinasi gerak baru memberikan warna tari yang berbeda dengan tari baris lainnya yang sudah ada. Gagasan ini melalui daya imajinasi dan kreativitas setelah mengamati beberapa video pertunjukan sendratari mahabharata karya ISI Denpasar dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) Tahun 2015 dan mengingat memori ketika terlibat sebagai penari Arjuna pada PKB tersebut.
I Gede Oka Surya Negara menambahkan, seniman muda pada saat ini lebih dominan membuat karya-karya inovatif atau kekinian. Demikian pula dirinya, yang tertarik mencipta tari kreasi baru. Kalau dilihat dari segi ekonomi, karya inovatif lebih banyak peluang pemasarannya. Untuk membedakan dengan tari lainnya, Tari Arjuna Tapa menggunakan gelungan atau hiasan kepala model bebarisan supit urang dihias petitis dari kulit, badong kulit, baju dan celana warna kuning emas, awiran, selendang kuning, gelang kana, setewel, keris, dan property panah. “Kami menggunakan gerak-gerak pengembangan pakem gerak tari Bali yang meliputi agem, tandang, tangkep, tangkis yang disesuaikan dengan tema karya. Gerak-gerak tersebut kami kembangkan menjadi motif gerak baru,” jelasnya.
Pada bagian pepeson, Tari Arjuna Tapa ini menampilkan karakter gerak putra agung, beribawa dengan pola-pola gerak bebarisan menggambarkan panca pandawa, Dewi Kunti dan Dewi Drupadi. Bagian pengawak menampilkan gerak-gerak yang menggambarkan persidangan panca pandawa. Bagian pengecet menggambarkan Arjuna bertapa, digoda oleh Momosimuka, dan Kairata. Kemudian terjadi perang tanding antara Arjuna dan Kairata, sampai Kairata berubah wujud menjadi Dewa Shiva, dan bagian pekaad, menggambarkan penganugrahan Panah Pasupati oleh Dewa Shiva kepada Arjuna. Kemudian seluruh penari mengakhiri tarian dengan keluar dari panggung.
Sementara Mawan mengatakan, proses pembuatan musik iringan Tari Kreasi Baru Arjuna Tapa juga mengacu pada proses penciptaan tari melalui tiga tahap yaitu penjajagan (Improvisation), percobaan (Improvisation) dan pembentukan (Forming). Dalam iringan ini memakai teknik atau gegebug dalam gamelan Bali, yang mampu mendukung suasana tema. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali