HMP FSRD ISI Denpasar Gelar Pameran Tera Rupa #2 di N-CAS. Materinya Sangat Beragam!
Bagi pecinta seni, khususnya seni rupa pasti kagum menyaksikan pameran Tera Rupa #2. Ajang presentasi presentasi karya di Nata-Citta Art Space (N-CAS) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu menyajikan penampang kualitas konsep dan artistik rupa, materinya juga sangat beragam. Tak hanya itu, pameran bertajuk “Amreta Wangsa Jenggama (Air Garis Kehidupan)” itu juga diisi workshop dan bedah karya, sehingga menjadi ajang seni yang lebih hidup.
Lebih menarik lagi, pameran yang digagas Himpunan Mahasiswa Prodi Seni Murni (HMP) Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Denpasar itu menghadrikan Dr. I Wayan Setem dan Dr. I Wayan Sujana Suklu sebagai kurator, sehingga karya seni yang disajikan benar-benar menarik. Pameran Tera Rupa #2 telah dibuka oleh Rektor ISI Denpasar, Prof. I Wayan ‘’Kun’’ Adnyana, Kamis 19 Januari 2023.
Setem dan Suklu menyampaikan, pameran kali ini sangat beragam karena menampilkan mahasiswa empat angkatan Prodi Seni Murni yang masih aktif. Itikad serius mahasiswa dalam merancang Tera Rupa #2 ini, ditunjukkan melalui komunikasi yang intens koordinator event dalam menentukan materi pameran, workshop, diskusi (bedah karya) dan lomba menggambar.
Pameran tersebut mengangkat tema “Air Garis Kehidupan’’ menggunakan pendekatan otomatisme sebagai spirit ekspresi. Otomatisme dalam seni visual dapat terjadi sebagai akibat dari teknik apapun yang menghilangkan control sadar atas proses artistik, dan menggantikannya dengan kebetulan. Ini dikaitkan dengan metode pengobatan psikoanalisis Sigmund Freud yang menggunakan asosiasi bebas, gambar atau tulisan otomatis untuk mengeksplorasi pikiran bawah sadar pasiennya, kemudian mempengaruhi seniman menggali bawah sadar.
Demikian juga penyair Prancis Andre Breton meluncurkan gerakan surealis pada tahun 1924 dengan memunculkan “Manifesto Surealisme”– Mengasilkan otomatisme paling awal dalam tulisan otomatis. Perupa Amerika yang selalu dirujuk menggunakan pendekan ini adalah Jackson Pollock, dan Made Sumadiyasa, salah satu seniman Bali sampai sekarang masih konsen pada ekspresi otomatisme.
Menurut Suklu dan Setem, cara mendapatkan karya terbaik untuk materi pameran yang dihasilkan mahasiswa ini diperlukan kerja keras. Baik Suklu atau Setem menggunakan pengalaman mengkurasi dan mendidik. “Kurasi karya melalui dua tahapan. Pertama, menentukan konsep dan karya yang lolos seleksi. Kedua, memberikan masukan atau koreksi terhadap konsep dan artistik karya yang tidak lolos,” paparnya.
Kedua tahapan ini hal menarik yang didapat, yakni tahapan empathic dialogue. Kurator dan seniman dalam hal ini mahasiswa peserta pameran, berkomunikasi secara intens berkaitan formalisme visual dwimatra maupun trimatra yang bisa menyentuh khalayak. “Pameran Tera Rupa #2 ini bisa menjadi model rujukan pada riset seni, psikologi, dan ilmu sosial. Kita dapat amati visual generasi Z ini. Karya-karya dwimatra dan trimatra individu sangat beragam menunjukkan kecendrungan automatisme. Sedangkan automatic klay workshop menggunakan media batu padas mengasilkan puluhan karya trimatra,” ujar mereka.
Peserta pameran sebanyak 30 orang mahasiswa dari berbagai angkatan, mengasilkan karya individu dan karya bersama atau kelompok. Metode ini cukup menarik sebagai upaya menemukan kebetulan-kebetulan artistik yang unik di luar karya-karya mereka sebelumnya.
Menyelenggarakan pameran dengan materi rancak dan holistik dipastikan dapat mendukung program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang di-launching setahun lalu secara penuh oleh Rektor Prof. Kun Adnyana. “Proses penyelenggaraan pameran seni menjadi pengalaman berharga bagi mahasiswa. Menggagas, menyusun panitia, membuat proposal, mengkomunikasikan kegiatan, materi event dan sumber daya manusia profesional yang ikut terlibat, memberi pengalaman dan pengetahuan bagi mahasiswa untuk program MBKM,” sebut Setem dan Suklu sepakat.
Rektor Prof. Kun Adnyana menyambut baik pameran yang digagas Himpunan Mahasiswa Program Studi Seni Murni ini. Pembelajaran seni murni, dengan beragam mata kuliah, termasuk program pembelajaran MBKM, membutuhkan ruang diseminasi untuk ajang aktualisasi atas capaian dari seluruh rangkaian proses pembelajaran MBKM. “Inisiatif dengan membangun ruang apresiasi seperti Tera Rupa ini, tidak saja sebagai muara pembelajaran, juga menguatkan hal-hal terkait bangunan sikap mental kesenimanan,” ujarnya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali