Festival Konservasi Lontar di Klungkung. Penyuluh Identifikasi 6 Lontar Milik I Made Suena.

 Festival Konservasi Lontar di Klungkung. Penyuluh Identifikasi 6 Lontar Milik I Made Suena.

Lontar milik I Made Suena, warga asal Desa Bakas, Kabupaten Klungkung kini sudah terindentifikasi. Dari 6 lontar yang diwarisi leluhurnya itu, hanya 5 yang bisa teridentifikasi. “Satu lontar tidak dapat kami identifikasi karena rusak, dan halamannya tidak beraturan,” kata Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kecamatan Banjarangkan, Ni Ketut Suastini saat Festival Konservasi Lontar dalam rangkaian Bulan Bahasa Bali ke-5 berlangsung di Desa Bakas, Kabupaten Klungkung, Kamis (9/2).

Dinas Kebudayaan Provinsi Bali melalui Tim Penyuluh Bahasa Bali yang bertugas di Daerah Serombotan itu memang bertugas melakukan konservasi dan mengidentifikasi lontar milik warga. Sebanyak 6 buah lontar milik Made Suena itu jenisnya bervariasi. Setelah melakukan konservasi, penyuluh kemudian mencatat sebanyak tiga jenis lontar, diantaranya Lontar Usadha, Satua, dan Tattwa. “Keadaan lontar I Made Suena cukup bagus. Kami didampingi pemilik lontar melakukan identifikasi lontar yang konon merupakan warisan leluhurnya,” sebut Suastini.

Keadaan lontar itu cukup bagus. Tim Penyuluh Bahasa Bali ini juga memberikan edukasi terkait perawatan dan penyimpanan agar selalu diperhatikan kondisi naskah. Tim meminta agar dalam penyimpanan naskah lontar agar tidak terkena air dan usahakan tempat penyimpanan tidak terlalu lembab. Tim juga akan melakukan alih aksara ke dalam aksara latin dan nantinya akan dialih bahasakan. “Keberadaan naskah lontar sangat disakralkan oleh pemiliknya. Karena tidak ada yang ahli dibidang membaca aksara Bali, maka di saat piodalan naskah lontar hanya dilaksanakan upacara pebantenan saja,” jelas Suastini.

Made Suena menyambut baik program Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini. Dirinya merasa sangat terbantu dengan adanya bantuan perawatan lontar, Ia berharap ke depan program seperti ini bisa lebih ditingkatkan, agar banyak lontar yang bisa terawat dan terjaga. Lontar-lontar milikinya, memang jarang dibaca, karena kurang memiliki pengetahuan membaca aksara Bali. “Saya tahu di dalam lontar itu memiliki banyak pengetahuan khususnya terkait dengan budaya kita di Bali. Semoga saja, nanti ada tumbuh penerus yang bisa membaca lontar,” harapnya. [B/*]

Related post