Man Kenyung dan Gamut : Berbeda dari biasanya
Siapa bilang menyaksikan karya seni dalam tayangan video itu tidak komunikatif. Coba saja saksikan, penyajian Sanggar Qakdanjur dalam pentas virtual yang digelar Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali yang ada dalam media sosial. Karya seni berjudul “Ayo Kreatif, Mari Produktif !” itu diolah kemudian dan dikemas secara inovatif, sehingga menjadi tontonan yang sangat atraktif. Unsur seni yang disajkikan lengkap, dan para penari juga sangat mengerti dengan seni peran, sehingga tampak dalam dunia nyata.
Karya “Ayo Kreatif, Mari Produktif!” merupakan garapan seni pertunjukan baru yang mengajak masyarakat untuk mengisi waktu dengan kegiatan kreatif dan produktif. Sebagai tokoh sentral adalah topeng “Man Kenyung” dan topeng “Gamut”. Man Kenyung merupakan sosok pribadi bersahaja yang merupakan warga keturunan Bali – Belgia. Ia sangat aktif produktif, dirumah membuat aneka makanan secara online hingga berjualan sayuran. Sedangkan Gamut adalah pribadi yang kreatif, dengan menciptakan karya baru yang dikenal dengan Gamelan Mulut (Gamu), yakni suara gamelan disuarakan melalui suara vokal dengan khas dan unik.
Karya seni itu digarap oleh I Made Wardana, seniman karawitan yang telah memperkenalkan kesenian tradisional Bali di luar negeri, terutama Belgia. Sebagai pendukungnya, adalah Sanggar Qakdanjur, sebuah komunitas seni yang mengeksplore instrumen genggong, suling, gender wayang,dan Gamelan Mulut (Gamut) serta isntrumen lainnya. “Kami merasa bangga, karena netizen menyambut baik video virtual ini. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah viewers yang di share di akun youtube Disbud. Ada di Facebook perseorangan dan Whatsapp (WA),” kata Wardana yang akrab disana Bli Ciaaattt.
Kisahnya sangat sederhana yang menceritakan perjuangan hidup masyarakat ditengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang tidak pernah disangka oleh siapapun. Pandemi Covid-19 telah menguras daya pikir semua orang untuk bertahan di rumah saja. Hal itu, sesuai himbauan pemerintah, sehingga memerlukan energi yang luar biasa. Apalagi masyarakat kecil tanpa penghasilan, menyebabkan pikiran menjadi lebih merana hingga tak sanggup berbuat apa-apa. Tiba-tiba muncul optimisme baru, niat berusaha lebih kreatif dan produktif, sehingga menjadikan masa pandemi ini sebagai tumpuan melepaskan kegalauan, membangun semangat hidup, memanfaatkan waktu, dan mencari sumber penghasilan barudemi kelangsungan hidup.
Komposisi pertunjukannya dibagi menjadi 7 Episode dan satu bonus pertunjukan; pada episode 1, menggambarkan Gamut berbicara dalam 4 bahasa yaitu Bali, Indonesia, Inggris, dan Perancis yang intinya mengajak semua orang untuk kreatif. intinya, melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya ditengah wabah Covid-19 ini. Lalu, menampilkan 3 penari menyambut kesigapan aparat desa dan tim medis menghadapi Covid-19 dengan bersemangat melalui hentakan gamelan mulut dan energiknya para penari.
Episode 2, mengisahkan Man Kenyung dan Gamut bersiap kreatif menyuguhkan “konser virtual” melalui produktifitas nyata berupa berjualan es daluman, lumpia, salad buah secara online dan juga berjualan sayuran. Gending original “Uduh Nyoman Kenyung” mewarnai nuansa sumringah yang dinyanyikan oleh lima orang juru gending diiringi genggong dan gamelan mulut.
Episode 3 ; berupa “Workshop Gamut” menampilkan cara memainkan dan menyuarakan gamelan mulut yang dipresentasikan oleh I Made Wardana (Bli Ciaaattt) sekaligus penciptanya. Workshop ini bersifat edukatif dengan penjelasan kongkrit, singkat, jelas dan mudah dipahami secara live dan interaktif menggunakan “Looper” sebagai perekam suara.
Episode 4 ; menampilan berbeda antara Man Kenyung vs Gamut yang menawarkan permainan ritme yang diolah dalam suara vokal. Beradu kuat, saling mengisi, gerak visual, saling beraksi dan bereaksi dalam ritmis hingga taburan humor segar menghibur. Penari menggunakan agem (sikap pokok dalam tari Bali) “lukus” (tertutup/pendek). Posisi jari tangan kanan dan kiri berada di depan dada. Agem lukus merupakan penemuan baru secara tidak sengaja yang muncul ketika ditarikan dalam ruang sempit (pintu).
Episode 5 ; pendukung pertunjukan yakni Sanggar Qakdanjur dari Banjar Pegok Sesetan Denpasar yang secara aktif melakukan inovasi baru dan mengeksplore suara gamelan dengan gamelan mulut, genggong dan suling. Para penari, penabuh dan pendukung lainnya diperkenalkan dalam video sekaligus ucapan terima kasih kepada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan kota Denpasar atas dukungannya dalam kegiatan ini.
Episode 6; sebagi ucapan terima kasih dan nama-nama pendukung kegiatan ini yang menampilkan para penari yaitu Risda Wulan Kadek Wardana, dan Komang Okky Trisekarlina Putri. Wayan Hendisa Wardana sebagai penabuh dan cameramen. Sementara Ni Wayan Wardani, Ni Nyoman Wartini, Ni Ketut Sukernii, dan Ni Made Riki sebagai juru gending. Sedangkan I Made Arjana dan I Ketut Sudiana sebagai penabuh genggong. Ni Wayan Yuadiani (asisten/penari tangan), Komang David Darmawan (Juru Rias), serta I Made Wardana (Gamut, Man Kenyung, Bli Ciaaattt).
Pada Episode 7 merupakan bonus pertunjukan, dimana Man Kenyung dan Gamut ketika sebulan menghadapi Covid-19 telah melakukan kegiatan beradu gerak ritmis dan melodis dengan energik menjaga imunitas sambil kreatif beraktifitas.
I Made Wardana selaku pimpimnan Sanggar Qakdanjur mengatakan, komunitas seni ini mengeksplore instrumen Genggong, Gamut, suling, gender wayang dan isntrumen lainnya. Pada PKB 2019 lalu, Sanggar Qakdanjur merekonstruksi warisan genggong 1930 dari Pekak Danjur (ketut regen). “Pada Bulan Juli hingga September 2019 Genggong Qakdanjur berpartisipasi dalam kegiatan workshop budaya di Belgia, Jerman dan Belanda. Anggota sanggar terdiri dari 30 orang baik dewasa maupun anak-anak,” katanya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali