Bendesa Adat Kunci Awal Pengembangan Bahasa Bali di Masyarakat
Seorang Bendesa Adat mesti rajin mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan aksara dan bahasa Bali. Sebut saja salah satunya kegiatan Wimbakara Pidarta (Lomba Pidato) Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dalam ajang Bulan Bahasa Bali IV tahun 2022. “Itu karena bahasa Bali dengan Bendesa Adat tak dapat dipisahkan. Bahasa Bali sebagai piranti, alat untuk bisa mengembangkan bahasa Bali itu di dalam masyarakat,” kata Anak Agung Gede Putra Semadi, Ketua Dewan Juri usai Lomba Pidarta Bendesa Adat di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Sabtu 19 Pebruari 2022.
Semua pewarawah-warah (pengumuman atau arahan) yang berkaitan dengan agama dan adat di desa adat itu mengunakaan bahasa Bali, sehingga seorang Bendesa Adat mesti tahu aksara dan bahasa Bali. Pembinaan-pembinaan bahasa Bali, lebih sering dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat terkait dengan pengembangan bahasa Bali itu sendiri. “Kami berharap sekali, seorang Bendesa Adat betul-betul bisa menjadi perpanjangantangan pemerintah untuk menyebarkan dan melestarikan bahasa Bali terutama kepada generasi muda,” harap akademisi Universitas Dwijendra ini serius.
Apalagi sekarang ini, ada tenaga penyuluh di masyarakat, sehingga bisa bekerja sama dengan Bendesa Adat untuk melakukan pembinaan aksara dan bahasa Bali kepada masyarakat. Bendesa Adat bisa mengaktifkan kegiatan-kegiatan berbahasa Bali, dan lomba-lomba bahasa Bali di masing-masing desa adat. Dalam kegiatan itu, lebih banyak melibatkan generasi muda, sehingga begitu akan tampil diajang lomba tingkat kabupaten atau provinsi tidak ada yang kagok lagi. “Intinya, bagamanapun juga bendesa adat itu sebagai kunci awal untuk mengembangkan bahasa Bali di masyarakat,” tegasnya.
Pria asal Pejeng, Gianyar ini menjelaskan, khusus dalam pidarta itu, ada beberapa poin yang mesti menjadi pertimbangan, diantaranya penampilan, penguasaan materi, kemampuan menyesuaikan materi dengan tema Danu Kerthi, kelembutan penggunaan Bahasa Bali sesuai dengan Sor Singgih Bahasa Bali, serta penyampaian amanat atau pesan dari materi. “Tetapi, secara umum penampilan peserta lomba cukup bagus. Bahkan sulit bagi tim juri menentukan pemenangnya. “Hanya saja, pengkarakteran Bahasa Bali ke dalam membawakan pidarta itu mesti ada,” ungkapnya.
Dari segi kebahasaan, para bendesa adat yang ikut dalam ajang lomba ini sudah menggunakan Bahasa Bali yang baik dan benar. Cuma bagaimana mengkarakterkan bahasa itu, sehingga rasa basa dari masing-masing peserta ini yang perlu ditingkatkan. Mana yang harus ditekankan, dilembutkan, dikeraskan, ini yang belum bisa begitu dirasakan, sehingga terlihat juga ada yang karakternya datar. “Karakter yang dimaksud yakni penghayatan, merasakan bagaimana bahasa itu disampaikan. Termasuk juga ini berkaitan dengan intonasi serta senyum yang seharusnya di awal pidarta sebagai pengantar komunikasi bathin antara peserta dan pemirsa,” pungkasnya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali