7 Dosen ISI Denpasar Pamerkan 43 Hasil Karya Program P2S di ARMA Ubud. Angkat Tema “Ngerupa Guet Toya”

 7 Dosen ISI Denpasar Pamerkan 43 Hasil Karya Program P2S di ARMA Ubud. Angkat Tema “Ngerupa Guet Toya”

Indah, dan yang pasti tak membosankan. Sebanyak 43 karya seni merupakan karya para dosen seni rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dipamerkan di Agung Rai Museum of Art (ARMA) Ubud, Kabupaten Gianyar. Pameran dengan tema “Ngerupa Guet Toya” itu tak hanya menyajikan seni yang dapat menyenangkan hati, tetapi juga sebagai edukasi khususnya dalam menjaga air. Kisah air, mulai dari awal munculnya, alirannya hingga manfaat bagi semua mahluk di dunia serta cara melestarikan air dalam kehidupan sehari-hari juga pelestarian melalui kepercayaan (sakral).

Dari 43 karya itu terdiri dari 24 karya seni lukis, 6 karya seni rupa menggunakan bahan kayu berupa panil, 3 set karya seni gerabah dan 10 karya fotografi. Motif dan ukurannya sangat beragam, sesuai dengan ide dan kebutuhan para senimannya. Berbagai macam karya seni yang menarik dan sarat pesan itu, menawarkan sesuatu yang baru, sehingga menjadi inspirasi bagi seniman atau penggiat seni yang hadir. Pameran dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Umum dan keuangan Dr. I Ketut Muka mewakil Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. Kun Adnyana didampingi pemilik ARMA, Agung Rai yang ditandai dengan pengguntingan pita bunga, Selasa 6 September 2022.

Agung Rai sangat senang dan mengapresiasi pameran seni hasil penelitian ini. Tugas museum adalah memfasilitasi dan mengangkat, sehingga bisa dipertanggung jawabkan baik secara nasional maupun internasional. Ini sebuah terobosan baru, dimana seniman sudah melirik pentingnya museum sebagai ruang untuk mengapreasi karya seni. ARMA sudah menasional, bahkan lintas negara untuk menyaksikan karya-karya seni yang dipamerkan. “Kami menjembatani para seniman untuk diperkenalkan karyanya kepada masyarakat luas. ARMA memiliki ruang pameran khusus, sehingga bisa diisi para seniman. Pameran ini akan memberikan suasana baru bagi publik, disamping menyaksikan pameran tetap di Arma,” ungkapnya.

Baca Juga:  Lima Seniman Lintas Bidang Pamerkan “Manus, a Conscious Journey” di Sudakara Art Space

Ngerupa Guet Toya

Rektor Prof. Kun Adnyana dalam sambutan tertulisnya mengatakan, pameran hasil karya dari program Penelitian dan Penciptaan Seni (P2S) ini sangat memberi ruang bagi dosen-dosen untuk mendiseminasikan hasil Penciptaan Seninya. ”Dengan adanya ruang diseminasi perupa ini diharapkan dapat memotivasi civitas akademika ISI Denpasar untuk terus melahirkan berbagai karya-karya hasil penciptaan dan pengkajian seni, agar terwujud salah satu cita- cita ISI Denpasar menjadi pusat unggulan (Center of Excellence) dalam bidang seni budaya,” ucapnya.

Air sebagai salah satu entitas utama yang terdapat di muka bumi memiliki sifat-sifat yang unik dan penuh filosofis. Air juga merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Sumber-sumber air pasti menjadi pusat perkembangan peradaban. Tema air yang diangkat dalam pameran ini sangat relevan dengan isu-isu global yang berkembang belakangan ini, khususnya tentang pemanasan global. Keberlangsungan (sustainability) dari air itu sendiri menentukan kualitas kehidupan yang ada di bumi nantinya. “Artinya, sangat penting menyampaikan pesan-pesan kebudayaan tentang air kepada dunia,” katanya.

Lewat pemahaman-pemahaman dan perhatian seniman terhadap air, kemudian diwujudkan melalui karya-karya seni diharapkan dapat membangkitkan kembali spirit tentang pemuliaan terhadap air sebagai entitas yang menjadi sumber kehidupan dan disakralkan. “Kami berharap pameran ini dapat menjadi pemantik lahirnya ide-ide untuk kegiatan-kegiatan berikutnya. Ini tentu menjadi kerjasama yang berkelanjutan antara ISI Denpasar dengan ARMA,” harapnya.

Ngerupa Guet Toya

Wakil Rektor Ketut Muka mengatakan, pameran ini sebagai pembuktian bahwa karya-karya seni penciptaan ISI Denpasar sudah masuk museum. Apalagi, kegiatan ini dimotifasi pemilik museum Arma, sehingga para dosen bisa menyajikan karya seni, disamping sebagai bentuk menlaksanakan Tri Dharma perguruan Tinggi. Pameran para dosen ini diharapkan dapat menginspirasi para dosen lain, juga mahasiswa dalam berkarya. Kehadiran mahasiswa dalam kegiatan ini, akan dapat merangsang mereka untuk lebih kreatif baik dalam menggali ide dan menghasilakn karya seni. “Ini pameran hasil karya dari program P2S, semoga saja nantinya kouta dan volumenya ditambah,” harapnya.

Baca Juga:  Menarik! Warga Asing Ikuti Lomba Kreativitas Berbahasa Indonesia di Ajang Festival Handai Indonesia 2024

Koordinator Prodi Seni Murni, Wayan Setem yang juga selaku tim kurasi mengatakan, pesan dari karya-karya yang dipamerkan kali ini, sebagai ajakan memahami lingkungan untuk ”dibaca” dan dimanfaatkan. Alam adalah kesatuan organis yang tumbuh, berkembang dalam adabnya sendiri. Prilaku dan daya hidup dari sebuah ekosistim merupakan mutual yang saling memberi. Esensi dari karya-karya yang ditampilkan ini adalah, Bali tidak hanya cukup dijaga dengan Om Shanti, Shanti, Shanti, melainkan harus lebih jauh dari itu, yakni kita bersama mencari tafsir baru mengenai kaitan trihita karana dengan menggali kearifan lokal yang sesuai konteks zaman. Semua harus menjaga Bali, tidak saja orang Bali, tetapi juga para pendatang.

Ngerupa Guet Toya

Ketahanan dan pertahanan semesta sesungguhnya ada di tangan manusi, apakah mengambil posisi seperti seperti pandangan dunia Barat (ketika revolusi ilmiah mulai mengantikan pandangan organik tentang alam dengan metafor dunia sebagai sebuah mesin) atau pilihan kearifan lokal dalam memproteksi kesemena-menaan manusia terhadap alam. ”Ternyata proteksi, pemertahannan melalu ranah tradisi mampu mengerem ruang gerak manusia untuk mengekpoitasi sumber-sumber kehidupan vital manusia, seperti air, bumi, hutan, sungai, dan yang lainya,” jelas Setem.

Melalui ritual itu, maka semesta dihormati dan dijaga. Namun ritual bukanlah ranah “ilmiah” atau logika akal, yang terkadang memberi lebel sebagai primitif. Ritualisasi dapat dilogikakakn dalam pemahaman bahwa di balik ritual itu dapat dipetikmakna bahwa manusia memilki orentasi dan kesadaran kolektif untuk keselamatan hidupnya dimasa mendatang dan untuk diwariskan bagi anak cucunya. ”Kesadaran teo-ekologis adaah penyelamatan dan penyeimbangan kosmis tanpa kekerasan terhadap semesta ini,” pungkas Setem. [B/*]

Related post