Mahasarakam University Collage of Music Gabungkan Musik Pedesaan Thailand di BWCC
Ketika musik itu dimainkan, seluruh penonton terdiam. Gedung pertunjukan berbentuk proscenium itu seakan dipenuhi nada-nada indah. Jika penari menikmati alunan musik dengan gerak tari diatas panggung, maka penonton hanya merasakan getaran musik itu dari tempat duduknya.
Para penabuh ini memang professional, sehingga gaya permainan musiknya begitu khas dan memikat. Demikian pula denga penari yang bergerak timpresif, terkadang pula bergerak ekspresif.
Itulah penampilan para mahasiswa dan dosen Mahasarakam University Collage of Music Thailand dalam ajang Bali World Culture Celebration (BWCC) serangkaian dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV. Sekitar 16 seniman itu menampilkan kesenian sangat menawan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budata, Art Center, Bali, Kamis 13 Juni 2023.
Suasana menjadi lebih komunikatif, ketika para penari mengundang penonton untuk ikut menari, walau itu hanya dari tempat duduk. Mula-mula menggerakan tangan, lalu kaki, hingga mimik penuh bahagia.
“Malam ini, kami menampilkan musik daerah pedesaan di Thailand dekat Laos dan Kamboja. Semua alat-alat musik ini, masih dimainkan di pedesaan,” kata Prof. Arsenio Nicolas, dosen Etnomusikologi dan musik Asean ini coordinator rombongan.
Musik-musik dari daerah pedesaan itu, memang banyak diangkat ke dalam status universitas-universitas. Mengembangkan musik lama untuk membuat gaya baru, namun karakter dari musik itu masih kental.
“Dulunya, musik-musik dari pedesaan itu hanya dimainkan satu persatu, dan kini dicoba digabung agar menghasilkan musik nuansa baru, namun kekhasannya masih ada. Ini seperti yang sudah dilakukan di universitas-universitas di Indonesia, Thailand, Kamboja dan negara lain,” sebutnya.
Jenis musik ini sudah banyak perubahan karena perkembangan jaman, tetapi dasarnya masih dari tradisi. Setiap pemain itu menampilkan kekhasan daerahnya yang asli, lalu dibagian akhir di gabungkan untuk memberikian nuansa baru.
“Kami merasa senang dan bangga bisa tampil di ajang PKB. Sayangnya, hanya dua hari saja di Bali, sehingga kami tak bisa menonton seterusnya. PKB sudah 45 tahun, sangat luar biasa. Dilakukan secara terus-menerus setiap tahun dan digelar selama sebulan penuh. Ini festival yang luar biasa,” ungkapnya.
Tim Kurator, Prof. Made Bandem mengatakan, mereka ini seniman professional. Dari segi musik yang dimainkan banyak persamaan dengan gamelan Bali terutama yang berlaras selendro. Ini salah satu persamaan Bali dengan musik-musik di Asia Tenggara.
“Thailand ini sangat dekat dengan Bali, kalau melihat struktur tari, gerak tangan, kaki gerakan tubuh dan lainnya yang memiliki kedekatan. Apalagi, kalau mereka mementaskan cerita Ramayana atau Panji sebagai bukti, kalau kita bisa melakukan pementasan berbagi bersama khususnya di Asia Tenggara,” paparnya.
Melalui pementasan kesenian ini, para seniman Bali bisa belajar berbagai gaya dari kesenian Thailand, baik musik maupun tari. Ini sebagai suatu dialog yang luar biasa dalam bahasa musik maupun bahasa tari. Keunikan masing-masing negara ada, seperti Thailand, Bali, dan Kamboja.
“Secara universal bahasa kita sama. Kita bisa komunikasi dari segi melodi musiknya, ritmenya, harmoninya dengan cepat bisa memahaminya. Itu, karen ada persamaan tangga nada di dalam musik-musik di Asia Tenggara ini,” sebut budayawan asal Gianyar ini.
Pada bagian terakhir ada menari bersama yang hampir sama dengan kesenian Bali. Sebut saja, seperti joged bungbung, gandrung, joged pingitan yang mengundang para penonton untuk ikut menari bersama.
Ini ciri-citi dari sebuah seni yang bersifat komunal. Karena ada partisipasi dari penonton bersama menari. “Ini sangat umum di Asia Tenggara yang artinya partisipasi penonton sangat tinggi,” ucap Prof. Bandem. [B/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali