Lima Perupa Bali Gelar “Prana” di Titik Dua Art Space Ubud. Pameran Karya Seni Visual yang Mewakili Jiwa Para Senimannya

 Lima Perupa Bali Gelar “Prana” di Titik Dua Art Space Ubud. Pameran Karya Seni Visual yang Mewakili Jiwa Para Senimannya

Wayan Redika, Vintagenic, 2023, Acryilic on Linen, 150x150cm/Foto: ist.

Wayan Redika, Wayan Handoko, Made Wiradana, Nyoman Sujana Kenyem dan Pande Wijaya Suta adalah lima perupa Bali yang tengah menggelar pameran bersama di Titik Dua Art Space Ubud. Pameran itu telah dibuka pada, Sabtu 6 April dan berlangsung hingga 27 April 2024.

Pameran Seni Visual itu bertajuk “Prana”, sehingga masing-masing perupa menyajikan karya-karya terbaik mereka. Selain itu, masing-masing seniman juga berupaya menyuguhkan bentuk visual yang selama ini telah diyakini mewakili jiwa dari senimannya.

Sebut saja, Made Wiradana, seniman asal Denpasar. Dalam pameran ini, karya-karyanya tampak masih berkutat pada kekuatan garis yang menimbulkan varian garis yang liar, desertai sapuan spontan, sisipan warna kusam dan lelehan tak beratur.

Sementara pola penyatuan antara simbul kekaryaan inilah, yang ia sebut sebagai pengaruh dari kekuatan prana yang ia miliki. Garis yang digoreskan memang terasa lebih kuat. Warna yang dipilih, seakan membuat garis itu.

Nyoman Sujana “Kenyem” menyajikan karya dengan olahan rasa dengan citra warna yang memikat. Bahkan, senantiasa direduksi menjadi penanda karyanya yang mevisualkan keseimbangan semesta.

Jika menyimak karya-karya Kenyem, ajan ada yang menarik. Dalam karyanya Kenyem seperti menaruh sebagian energi untuk mengolah artistiknya bertumpu pada pola dan warna yang berimbang.

Made Wiradana, The Mother Cow, 2024, Acryilic on Canvas, 200x200cm/Foto: ist

Karya Wayan Redika, tampak lebih jelas perwujudannya. Karya itu dikreasi melalui keiklasan, ketekunan dan kekuatan teknik yang telah ia capai dalam penggalian yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun.

Itu merupakan perpaduan objek antara penggalan budaya Bali dan fenomena kekinian berhasil diramu, dimoderasi ke dalam ruang estetik yang saling harmoni.

Kalau mencermati karya Redika yang berjudul “Vintagenic, 2023, Acrylic on Linen, 150x150cm” terbaca bahwa prana berfungsi dominan dalam merekayasa pikirannya untuk membangun keseimbangan di antara objek, garis, warna, dan teknik yang ia kuasai.

Baca Juga:  Penumpang Terakhir 2023 dan Pertama 2024 di Bandara Ngurah Rai Disambut Tarian Bali

Sama halnya dengan perupa Wayan Handoko dan Pande Wijaya Suta. Kedua perupa ini masing-masing muncul menjadi bagian yang tak terlepas dari kemampuan dirinya mengolah gagasan.

Mereka paham celah waktu dalam memanfaatkan energi psikis untuk menuangkan skema pikirannya sebelum tersampaikan ke ruang publik.

Redika mengatakan, Dalam pameran ini, masing-masing dari perupa itu mempresentasikan karyanya yang terwujud berdasar pada keyakinan atas pengaruh kekuatan prana di saat proses penciptaan itu.

Mereka memaknai kekuatan Prana sebagai energi penciptaan yang terpancar menjadi kekuatan visual dalam karya masing-masing. Prana dalam bahasa Sansekerta secara sederhana dimaknai sebagai kekuatan hidup.

Namun sejatinya Prana itu memiliki cakupan yang lebih luas berakar pada kekuatan itu sendiri. Masyarakat Bali memahami prana sebagai kekuatan irasional yang digali melalui proses spiritual. Kekuatan jiwa itu akan kembali pada wilayah kebahagiaan yang hakiki.

“Pada dasarnya terminologi spiritual merupakan transformasi pikiran yang diniatkan di dalam intuisi manusia untuk mencapai sesuatu. Pameran Prana kali ini, merupakan refleksi dasar atas pengakuan sang seniman pada kekuatan Prana dalam proses penciptaan,” ucapnya.

“Kami lima perupa Bali memahami bahwa Prana telah menjadi bagian yang mempengaruhi emosi pribadi dan selalu menawarkan ruang kreasi untuk direduksi menjadi gagasan cipta dan diolah melalui serat intuisi,” papar Redika.

Dalam sebuah karya, tentu banyak hal yang bisa dibahas berkaitan dengan pengaruh prana dalam penciptaan. Karena itu, pameran ini menjadi penting untuk memperluas wawasan berkarya dan memperkaya sikap kita dalam mengapresiasi karya seni.

Karena itu, para perupa ini selalu sadar, bahwa sekecil apapun yang bisa dilakukan, itu akan tetap menjadi titian pribadi masing-masing dalam berkarya. “Karena itu, pameran Prana ini dimaknai sebagai kemampuan para seniman untuk menghimpun kekuatan gagasan, lalu diolah secara individu di dalam intuisi dan berakhir pada bentuk visual. [B/*]

Related post