Festival ‘Merayakan Marya’ dengan Pergelaran Seni dan Pameran Arsip di Puri Kaleran Tabanan

 Festival ‘Merayakan Marya’ dengan Pergelaran Seni dan Pameran Arsip di Puri Kaleran Tabanan

Festival The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya di Puri Kaleran/Foto: amri

Suasana di Puri Kaleran, Tabanan memang beda dari biasanya. Masyarakat dari berbagai kalangan, terdiri dari budayawan, sastrawan, akademisi, komunitas, media, mahasiswa, pelajar, sampai dengan masyarakat setempat meramaikan ‘jaba tandeg’ (halaman depan puri). Sinar lampu dengan berbagai warga menambah suasana meriah.

Itulah pembukaan ‘Festival The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya’ yang digelar Mulawali Institute, Jumat 26 April 2024. Pertunjukan seni serta pameran foto dan video kesenian Bali membuat halaman puri itu sangat artistik. Orang-orang yang hadir begitu antusias menikmati acara mengenang dan merespon karya I Ketut Marya, maestro tari kontemporer Bali.

Suguhan pertama yang dapat dirasakan para pengunjung adalah pameran Arsip Bali 1928 yang terpajang rapi di bale gong yang berada sisi utara. Marlowe Bandem yang memajang arsip-arsip yang lebih banyak dikumpulkan dari luar negeri. Sementaram Susanta Dwipayana (Gurat Art Project) yang hadir dengan karya instalasinya di halaman puri itu.

“Marya hidup di persimpangan, antara era kerajaan Bali dan masa kolonial. Karena itu, penting bagi kita maknai kembali di tengah arus globalisasi, di mana Bali, Indonesia dan negara-negara di dunia saling silang (bertaut) satu sama lain,” kata Direktur Artistik Festival, Wayan Sumardika saat memeberi laporan kegiatan ini.

Baca Juga:  Festival The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya. Membaca Ulang dan Membangun Arsip Maestro I Mario

Suma sapaan akrabnya mengungkap urgensi dalam menghadirkan festival. I Marya menjadi sosok penting yang perlu dibaca dan diapresiasi, sekaligus kita kritisi. Bukan hanya membicarakan I Marya dan mitos-mitosnya yang hebat, melainkan memaknai sosok I Marya beserta warisan karyanya hari ini, dan bagaimana orang bisa memposisikan diri terhadap itu.

Festival The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya di Puri Kaleran/Foto: amri

Ketua Yayasan Mulawali Institute ini lalu menyebutkan pertunjukkan ini bisa terwujud berkat kerja kolaborasi bersama Bang Dance, merespon I Marya melalui konteks Kebyar Duduk, bersama Ninus yang menampilkan Tari Oleg Tamulilingan karya I Marya, dan pertunjukkan lainnya yang dibantu oleh Sanggar Sunari Wakya dan Komunitas Seni Arjuna Production.

Pelingsir Puri Kaleran menyambut dan mengapresiasi Pembukaan The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya itu. “Acara ini akan membuat orang-orang bisa mengingat kembali keterlibatan Puri Kaleran pada sejarah dan proses kreatif kelahiran karya I Ketut Marya (I Mario/I Maria) di Tabanan,” paparnya senang.

Perlu diketahui bahwa dalam sejarah Puri Kaleran tercatat proses kreatif I Marya pernah terjadi di sini pada masa lalu. “Dengan begitu, karya-karyanya bisa menyebar dari Tabanan sampai Denpasar, bahkan dunia,” ungkap tokoh puri yang hadir saat memberikan sambutan.

Baca Juga:  Mengungkap Rahasia Industri Perhotelan Bersama Mahasiswa Culinary

Pada seremonial pembukaan festival itu, budayawan, Prof. I Made Bandem bercerita tentang sosok I Ketut Marya. Masa kecil hingga proses kreatif I Marya benar-benar dibahas serius dihadapan hadirin dan tamu undangan yang penasaran dengan cerita dibalik proses kreatif sang maestro itu.

Festival The (Famous) Squatting Dance: Merayakan Marya di Puri Kaleran/Foto: amri

Sebut saja tentang asal-muasal gerakan jongkok dan nyerengsek dari Tari Kebyar Duduk atau Igel Jongkok. Termasuk penamaan Tari Oleg Tamulilingan hingga tentang pengaruh Barat terhadap proses penciptaan karya I Ketut Marya.

Prof. Bandem yang pernah dilatih langsung oleh I Marya sewaktu kecilnya itu menguatkan ceritanya dengan memperagakan gerakan-gerakan fenomenal yang diciptakan I Ketut Marya.

Setelah itu, pengunjung kemudian disuguhkan seni pertunjukan “The (Famous) Squatting Dance: Jung-Jung Te Jung” sebuah pementasan kolaborasi antara Mulawali Institut bersama Sanggar Haridwipa Gamelan Group. Garapan ini, memperlihatkan bentuk-bentuk tarian Igel Jongkok/Kebyar Duduk yang dipadukan dengan teater interaktif.

Baca Juga:  Festival ‘Jaman Bahuela’ Sebuah Kebangkitan Peradaban 'Tukad'

Agus Wiratama, Jacko Kaneko, dan I Komang Try Ray Dewantara yang tampil sebagai pemainnya. Karya ini, mirip pertunjukan beater yang dipadu dengan layar lebar. Lekukan tubuh dan aksi ketiga penari sekaligus aktor itu berhasil menyentuh kekaguman orang-orang yang hadir malam itu.

Agus Wiratama yang memang seoarang pemain teater itu membuka pertunjukan dengan mengajak semua penonton untuk ikut mempraktekkan salah satu gerakan ikonik dari tarian jongkok itu.

Kemudian dilanjutkan dengan The (Famous) Squatting Dance: Jung-Jung Te Jung memberikan kesan yang memukau para hadirin malam itu. Festival ini akan berlangsung hingga 28 April 2024. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post