Warga Desa Taro Gelar Upacara ‘Negtegang’, Tradisi Memuliakan Hasil Bumi

 Warga Desa Taro Gelar Upacara ‘Negtegang’, Tradisi Memuliakan Hasil Bumi

Warga Desa Taro Gelar Upacara Negtegang/Foto: ist.

Desa Taro, Kacamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar, Bali tak hanya terkenal dengan taman konservasi lembu putih, tetapi juga melestarikan budaya yang unik. Artinya, disamping merawat lembu putih dengan baik, juga menjaga tradisi yang sudah berlangsung secara turun temurun.

Tradisi unik itu adalah upacara keagamaan yang disebut “Negtegang”. Tradisi ini merupakan sebuah prosesi upacara persembahan untuk memuliakan hasil bumi dan dihaturkan kepada Ida Betara Dewi Sri sebagai simbol kesuburan.

Upacara “Negtegang” itu berlangsung di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, Jumat 24 Mei 2024). Warga Taro ini melakukan tradisi “Negtegang” dimulai dari persembahyangan di sawah, kebun juga di ladang.

Upacara dan persembahyangan itu dilakukan oleh warga dari 4 subak yang berjumlah ratusan orang. Mereka membawa ‘banten jerimpen’ yang berisi dengan beberapa hasil bumi seperti padi, buah dan lainnya.

Baca Juga:  200 Barongsai, 200 Wushu, Barong dan Rangda serta Reog Ponorogo Meriahkan Festival Imlek di Jalan Gajah Mada Denpasar

Setibanya di Pura Agung Gunung Raung, mereka melaksanakan persembahyangan bersama. Lalu, dilanjutkan dengan mengelilingi pura sebanyak tiga kali. Pada saat itu, juga mempersembahkan tetabuhan gamelan dan tarian sakral untuk melengkapi upacara tersebut.

Lestarinya tradisi tersebut, menjadikan Desa Taro berhasil mengembangkan desa wisata berbasis alam dan budaya. Hal tersebut tampak sangat harmonis dalam kehidupan masyarakatnya. Tradisi adat secara turun temurun berjalan seimbang dengan aktifitas warganya sehari-hari baik.

Terlebih dalam aktivitas di sektor pertanian, kerajinan, pariwisata dan lainnya. “Potensi budaya dan tradisi yang dimiliki merupakan keunggulan dari Desa Taro itu sendiri,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Taro, I Wayan Gede Ardika disela-sela tradisi itu.

Ardika mengatakan, motto desa wisata Taro adalah Eco-Spiritual Destination yang diterjemahkan sebagai destinasi berwisata berwawasan lingkungan dan menyediakan suasana damai secara spiritualitas. Wisatawan yang berkunjung ke desa ini akan merasa nyaman.

Baca Juga:  Walikota Jaya Negara “Nopeng Arsa Wijaya”

Hal tersebut diwujudkan melalui pelestarian tradisi dan budaya, mengingat Desa Taro merupakan desa tertua di Bali. Desa ini tercipta saat kedatangan Ida Maharsi Markandeya dalam perjalanan suci Beliau dari tanah Jawa menuju Bali.

Desa Taro juga merupakan cikal bakal lahirnya sistem Subak di Bali. “Aspek tradisi dan budaya menjadi pengikat dalam bentuk ‘adat’ bagi warga masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari,” jelas Ardika.

Kepala Desa (Kades) Taro, I Wayan Warka saat berdiskusi dengan Pendamping Desa Wisata Taro, I Ketut Swabawa memaparkan, warga desa yang dipimpinnya memiliki semangat untuk maju bersama. Dirinya merasa bersyukur karena warganya menjunjung tinggi nilai adat dan tradisi.

“Desa Taro yang terdiri dari 14 dusun, sangat menjunjung tinggi nilai adat dan tradisi untuk persatuan. Dalam pengembangan desa wisata melalui BUMDES juga mendapat sambutan yang baik,” ujar Kades Warka.

Baca Juga:  Mahasiswa UNESA Terpesona dengan Koleksi ARMA Museum Ubud

Hal itu dapat dilihat dari animo warga membuat usaha dan kerajinan semakin banyak. Baik warung, coffeshop, homestay, dan atraksi wisata lainnya. Semangat kita sama untuk maju bersama-sama,” Kades Warka.

Sementara, Swabawa merasa senang dan mengapresiasi upaya warga desa dalam menjaga kearipan local mereka. “Desa Wisata yang maju itu tetap berinovasi, menyuguhkan keunikan dan keunggulan baru lainnya dengan tanpa mengganggu konsep utama yang telah ditetapkan,” sebutnya.

Setelah mengikuti prosesi “Negtegang”, Swabawa memang berkesempatan mengunjungi beberapa lokasi wilayah desa untuk melihat potensi lain yang masih bisa dikembangkan. “Ke depan, kita bisa promosikan Desa Wisata Taro dalam bentuk parade festival keunggulan desa,” usulnya.

“Bisa festival mingguan atau bulanan yang menampilkan atraksi setiap banjar, hasil panen seperti durian, manggis, jeruk dan lainnya. Termasuk pula, produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan ketahanan pangan serta lainnya,” jelas Swabawa.

Baca Juga:  GWK Gelar Budaya Literasi Seni Musik dan Tari Bali untuk Generasi Penerus

Desa Wisata Taro telah berhasil meraih Juara 1 Nasional lomba desa wisata di BCA Award, selain meraih beberapa juara juga di Trisakti Award, Kemendesa PDTT dan lainnya.

Desa Taro juga pernah dipercaya oleh Kemendesa PDTT sebagai tuan rumah pertemuan delegasi kementerian desa negara-negara ASEAN plus China, Jepang dan Korea Selatan di tahun 2022. Prestasi terbaru, yaitu World Tourism Village Upgraded Program dari Badan Pariwisata Dunia, UNWTO pada akhir tahun 2023. [B/*]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post