Rare Bali Festival 2024: Beri Kesempatan Anak-anak Berekspresi Melalui Bermain
Bagi yang rindu ataupun yang ingin mengenal dan merasakan permainan tradisional, tunggu kehadiran Rare Bali Festival (RBF). Festival yang mengedepankan dunia anak ini kembali digelar di tahun 2024 ini. Ajang ini akan digelar pada peringatan Hari Anak Nasional, 23 Juli.
Rumah Budaya Penggak Men Mersi sebagai penyelangara festival yang telah berlangsung keempat kalinya ini mengangkat permainan tradisional karya Made Taro. Bukan hanya itu, karya Made Taro juga akan diterjemahkan dalam kegiatan workshop dan lomba.
Hal itu terungkap pada acara audensi Panitia RBF dengan Kepada Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Kadisdikpora) Kota Denpasar, AA Gede Wiratama, Selasa 28 Mei 2024. Hadir pula perwakilan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Denpasar.
Namun, sebelum acara RBF itu berlangsung, diawali dengan dua kegiatan workshop pada tanggal 3-4 Juni 2024 di Rumah Budaya Penggak Men Mersi. Workshop kali ini menampilkan dua materi yang mengedukasi seputar permainan tradisional.
Selain itu, juga menampilkan workshop mendongeng dan baca puisi karya-karya Made Taro. Acara ini bekerjasama dengan IGTKI Kota Denpasar itu. Selama dua hari itu, kemampuan guru-guru dalam mendidik anak-anak Paud dan TK itu akan lebih diasah.
“Ini ide yang sangat bagus, karena memberikan kesempatan kepada anak anak dalam berekspresi melalui bermain. Ini cara mengenal budaya Bali sekaligus mendidik tentang pelajaran budi pekerti,” kata Kadisdikpora Wiratama.
Festival yang dapat mendidik karakter anak itu diharapkan berjalan dengan lancer. Karena permainan tradisional juga sebuah bentuk olah raga tradisional yang sangat bagus dalam melatih mental anak, kejujuran, disiplin serta membangkitkan rasa percara diri.
Kegiatan ini sangat penting diberikan kepada anak-anak, sehingga mereka mengenal budaya Bali. “Kami akan melibatkan IGTKI untuk menyiapkan para guru mengikuti workshop ini nantinya,” ucap Kadisdikpora Wiratama.
Penanggung Jawab sekaligus Klian Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita menceritakan, untuk pelaksanaan RBF tahun ini, ide awalnya dari mengajukan proposal ke Kementerian dana Indonesiana untuk dokumentasi Maestro Made Taro.
Sosok Made Taro dan hasil karyanya akan didokumentasikan dalam bentuk video dokumenter dan juga tutorial. “Kegiatan ini merupakan program yang telah lolos hasil seleksi dana Indonesiana Kemendikbud RI,” jelas Kadek Wahyudita.
RBF 2024 mengusung tema “Merawat Tradisi, Cipta Inovasi, Untuk Generasi” dan dari tema ini diterjemahkan menjadi ragam kegiatan seperti pendokumentasian karya maestro I Made Taro, workshop, lomba, pergelaran, parade budaya anak, pameran, dan saresehan.
Made Taro merupakan seorang penulis produktif yang banyak tertuju pada dunia anak. Ia lahir di Denpasar, pada tahun 1940. Ia mendirikan Sanggar Kukuruyuk mengajak anak-anak Bali untuk mengenal dan mencintai permainan tradisional daerahnya.
Sementara Ketua Panitia RBF I Putu Suryadi mengatakan, workshop ini menghadirkan langsung pembicara sosok Made Taro dan Gede Tarmada. Hasil akhir dari pelaksanaan workshop ini akan dilombakan pada saat Rare Bali Festival.
“Hasil akhir dan tingkat keberhasilan workshop ini akan menjadi materi lomba saat berlangsungnya RBF 2024, sehingga antara workshop yang mengenalkan permainan tradisional, pratek hingga lomba untuk lebih meyakinkan hasil,” paparnya.
RBF pertama kali digelar pada tahun 2014 bekerjasama dengan Pemerintah Kota Denpasar. Namun, karena pandemi, hajatan pendidikan karakter anak ini sempat dihentikan. Mengingat acara ini sangat penting ditengah krisis karakter anak, maka tahun 2024 ini kembali digelar.
Khusus kegiatan workshop berkolaborasi bersama Disdikpora yang mengharapkan IGTKI Kota Denpasar ikut sebagai peserta. “Di sini, mereka mengenal dan memahami permainan tradisional dari Maestro Made Taro yang bermanfaat menjadi materi belajar di PAUD dan TK,” ucapnya.
Kehadiran RBF bertujuan untuk membuat ruang lebih bagi anak-anak serta mengakomodir upaya pelestarian permainan tradisional yang belakangan mulai ditinggalkan. Ini memang menjadi tantangan di tengah problema karakter anak di saat ini.
Terlebih dinamika kecepatan penggunaan digital yang sulit dibendung. Hal itu, bisa berdampak positif, namun tak sedikit pula yang berdampak negatif. “Terutama pada ruang dan waktu bermain anak-anak yang kian terbatas,” ungkapnya. [B/*/darma]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali