Sendratari ‘Homa Yadnya’, Garapan Sanggar Seni Kokar Bali Tutup PKB XLVI

 Sendratari ‘Homa Yadnya’, Garapan Sanggar Seni Kokar Bali Tutup PKB XLVI

Sendratari ‘Homa Yadnya’ garapan Sanggar Seni Kokar Bali tutup PKB XLVI/Foto: ist

Sendratari “Homa Yadnya” garapan Sanggar Seni Kokar Bali berkolaborasi dengan SMK Negeri 3 Sukawati (Kokar dulu) memungkasi perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI yang telah berlangsung selama sebulan penuh, Sabtu 13 Juli 2024.

Pergelaran seni di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali itu, dimulai setelah penyerahan penghargaan kepada para pemenang lomba untuk Juara I, penyerahan Adhi Sewaka Nugraha (Penghargaan Pengabdi Seni), dan peluncuran Tema PKB XLVII Tahun 2025.

Sendratari itu didukung ratusan siswa dan guru seni dengan menampilkan garapan seni kreatif yang betul-betul ditata dengan apik. Pembabakannya sangat rapi, koreografi mempesona serta penokohan dalam setiap peran mampu menciptakan suasana dalam setiap adegan.

Sajian seni gerak yang dialog dan pesan disampaikan oleh seorang dalang itu tak hanya menyajikan seni dengan teknik yang kuat, tetapi juga memadukan video mapping untuk menciptakan suasana yang lebih kuat. Pentas ini kolaborasi dengan teknologi.

Baca Juga:  Ngerebeg, Tradisi Khas di Desa Adat Tegal : Proteksi Wabah Penyakit dan Pengaruh Negatif

Artinya, ketika adegannya di puri, maka video itu menampilkan gambar puri. Demikian pula, ketika adegan itu mengisahkan pertemuan di taman, maka didukung dengan gambar-gambar indah di sebuah taman. Video itu tampak di layar besar di sebelah kanan dan kiri panggung.

Seni tradisi ini memang tak gagap dengan teknologi. Ketika diawal pementasan, dalam suasana panggung yang gelap, para penari membawa sebuah balon yang bersinar, sehingga memunculkan efek pada wajah penari. Itu memang indah, selain untuk mendukung tema.

Sendratari ‘Homa Yadnya’ garapan Sanggar Seni Kokar Bali tutup PKB XLVI/Foto: ist

Teknik-teknik modern juga masuk dalam garapan itu. Mula-mula muncul sebagai penari bunga di taman, lalu tiba-tiba beruha menjadi penari angsa. Kotum bunga itu memang dirancang khusus, sehingga bisa berubah yang mirip binatang angsa putih dan bergerak lincah.

“Penambahan video mapping ini hanya dalam waktu sehari saja. Ketika, kami melakukan gladi, rasanya ada ruang yang kosong, maka dimasukan tayangan video itu,” kata Ketua Sanggar Seni Kokar Bali, I Ketut Darya di tengah berlangsungnya pementasan itu.

Baca Juga:  Sanggar Seni Maha Widya Natya Dengan Sesolahan “Lingga Acala”

Dalam penyajiannya, sendratari yang berdurasi 1.5 jam ini sungguh memukau penonton. Pesan dan nilai-nilai kehidupan yang mampu menjadikan manusia unggul tersirat dalam garapan tersebut. Itu tak hanya tampak dalam alur garapan, tetapi disamapikan pula oleh Sang Dalang.

Ratusan seniman muda dari tiga jurusan, yakni tari, karawitan dan pedalangan memiliki kemampuan untuk mengekspresikan “Homa Yadnya” melalui gerak tari lengkap dengan kostum, serta iringan dan tandak (tembang) untuk menciptakan suasana.

Darya mengaku, pihaknya melakukan persiapan selama dua bulan untuk bisa tampil pada penutupan PKB ke-46 ini. Untuk urusan tari, iringan dan pendukung itu tak masalah. “Kendala kami hanya dana. Karena dana itu keluar setelah pementasa ini berlangsung,” ungkapnya.

Mula-mula membuat konsep, lalu merancang synopsis. Selanjutnya melakukan pembabakan dengan melibatkan semua penggarap. Setelah itu, penggarapan karawitan untuk membuat gending, iringan. Setelah itu, baru menggarap tari dalam perbabak.

Sinopsis 

Tersebutlah di Jawa daerah Keeling, Dang Hyang Angsoka mengutus anaknya Dang Hyang Astapaka untuk memenuhi undangan dari raja Bali yaitu Dalem Watu Renggong untuk melaksanakan upacara Homa Yadnya.

Baca Juga:  Menebar, Menggali, dan Berkreasi dengan Bli Ciaaattt

Sesampai di Bali, Dang Hyang Astapaka tinggal di pesraman pamannya bernama Dang Hynag Nilrarta. Belum lama tinngal di sana, datanglah seorang utusan dari kerajaan Gelgel (Sweca Pura) agar beliau datang menghadap raja.

Sesampai di istana, Dang Hyang Astapaka diberi ujian untuk menunjukkan kemampuannya di hadapan raja bersama para menterinya. Di halaman pertemuan, seekor angsa dimasukkan ke dalam sebuah lubang yang digali, kemudian ditutup rapat-rapat.

Saat pertemuan berlangsung, angsa tersebut berbunyi. Raja kemudian bertanya kepada Danghyang Astapaka, suara apa yang baru saja terdengar itu. Dengan penuh percaya diri, Danghyang Astapaka menjawab bahwa itu adalah suara naga.

Seluruh peserta rapat tertawa, tetapi tiba-tiba seekor naga muncul dari dalam lubang tersebut. Setelah itu, Danghyang Astapaka diangkap sebagai penasihat spiritual yang setara dengan Danghyang Dwijendra. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post