Prosesi ‘Nguduh Sarwa Tumuwuh’ di Hari Raya ‘Tumpek Wariga’
Umat Hindu di Bali merayakan Tumpek Wariga pada Rahina Saniscara Kliwon Wuku Wariga, Sabtu 31 Agustus 2024. Tumpek Wariga juga dikenal dengan Tumpek Pengarah, Tumpek Pengatag, Tumpek Uduh, Tumpek Bubuh yang upakaranya dilaksanakan setiap enam bulan sekali.
Di Kota Denpasar, perayaan Tumpek Wariga diisi dengan persembahyangan bersama dan prosesi Nguduh Sarwa Tumuwuh yang dipusatkan di Pura Agung Lokanatha Denpasar. Upacara diiringi Pesantian dari Sekaa Santi TPLAH Denpasar dan alunan gender wayang.
Rangkaian persembahyangan bersama pada Tumpek Wariga diawali melaksanakan upakara, dilanjutkan ngelis lalu persembahyangan bersama. Usai persembahyangan, Sekretaris Daerah (Sekda), Ida Bagus Alit Wiradana melaksanakan prosesi Nguduh Sarwa Tumuwuh.
Prosesi ini bertujuan untuk memberikan persembahan kepada tumbuh-tumbuhan melalui sarana persembahan bubuh (bubur) lima warna.
Menurut Tutur Lontar Bhagawan Agastyaprana, kelima jenis bubur tersebut yakni bubur beras putih dipersembahkan kepada tumbuh-tumbuhan penghasil umbi-umbian. Kedua, bubur beras merah kepada tumbuh-tumbuhan penghasil biji-bijan.
Ketiga, bubur sumsum hijau dari kayu sugih kepada pepohonan berbuah melalui penyerbukan bunga putik seperti mangga, klengkeng, dan semacamnya. Keempat, bubur ketan kuning kepada pepohonan berbuah batang, seperti nangka, durian dan semacamnya.
Kelima yakni bubur beras injin (beras hitam) kepada tumbuh- tumbuhan dan tanaman hias penghasil bunga, daun warna- warni, dan penghasil minyak harum.
Bubur-bubur tersebut ditempelkan pada batang pohon setelah sebelumnya batang sedikit ditoreh sembari mengucapkan “Kaki-kaki, Nini-nini, niki ke aturan bubuh, mangda mesin gembal, mebunga megambah, buin selae lemeng wenten upacara Galungan, mangda medon, mebunga, miwah mebuah nged, nged, nged,”
Hal ini dipercaya agar pohon dapat berbuah dan berbunga lebat, nantinya dapat dimanfaatkan dan dipersembahkan saat Hari Suci Galungan dan Kuningan mendatang.
“Prosesi Perayaan Tumpek Wariga ini merupakan hari penghormatan kita kepada alam, lingkungan dan tumbuh-tumbuhan. Hal ini adalah penjabaran dari konsep Tri Hita Karana, yakni membangun hubungan harmonis antara manusia dengan alam,” ujar Sekda Alit Wiradana.
Perayaan Tumpek Wariga dapat dijadikan momentum rasa berterima kasih kita kepada alam semesta yang telah memberikan limpahan hasil kekayaan alam sehingga kita sebagai umat manusia dapat memanfaatkannya untuk hidup dan menjalankan aktivitas dengan baik.
“Penghormatan ini bisa dalam bentuk menyucikan tumbuh-tumbuhan dan memuliakannya melalui serangkaian prosesi upacara,” tambahnya.
Prosesi upacara di Rahina Tumpek Wariga biasanya dilakukan masyarakat di lokasi tegalan atau kebun dan ladang. Umat Hindu menghaturkan sesaji berupa canang dan berbagai bubur dari tepung beras dipersembahkan untuk Dewa Sangkara, yang merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tumbuh-tumbuhan. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali